Miris, Markas Pertemuan Rahasia I Gusti Ngurah Rai Terbengkalai
Sempat Dipugar Seadanya, Berharap Dapat Dukungan dari Gubernur
Sejarah
Pahlawan Bali
Dungun
Markas Rahasia
Petang
I Gusti Ngurah Rai
I Gusti Ngurah Anom Pacung
I Gusti Ngurah Puger
MANGUPURA, NusaBali.com – Markas pertemuan sangat rahasia pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai dengan pejuang Badung I Gusti Ngurah Anom Pacung dan I Gusti Ngurah Puger terbengkalai sejak didirikan pada 1942 di kawasan yang disebut Dungun.
Kawasan Dungun ini terletak di perbukitan dan lembah di Banjar Petang, Desa/Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.
Kata Dungun sendiri berasal dari kata ‘dugus’ atau ‘denges’ yang merujuk kepada hutan atau pepohonan yang sangat lebat pada masa itu.
Kondisi inilah yang menyebabkan daerah tersebut jarang dan susah didekati musuh, ditambah lagi kondisi topografi wilayah yang berbukit-bukit menyebabkan scout tentara Jepang maupun NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) di masa pergantian kekuasaan dan revolusi fisik itu tidak bisa mencium siasat gerilya yang disusun dalam sebuah pondok yang terlihat biasa dari luar itu.
Menurut seorang penghubung pada masa itu, I Gusti Ngurah Djantra, 90, Puri Petang sempat menjadi Markas Pejuang Badung Utara, namun hal tersebut tercium oleh seorang mata-mata pihak Jepang yang menyebabkan Pimpinan Pejuang Badung Utara I Gusti Ngurah Puger yang juga Panglingsir Puri Petang ditangkap dan ditahan di Markas Penjajahan Jepang di Bali di Desa Baha, Kecamatan Mengwi.
“Saking marahnya para pejuang saat itu, mata-mata itu pun dipancing dengan seorang gadis. Setelah dia terjebak, maka dibunuhlah. Saya sendiri yang bawa mayatnya, kepalanya pecah dan sudah ada belatung,” jelas Djantra mengingat perjalanannya sebagai pejuang remaja saat itu.
Sejak saat itu, pondok milik Puri Petang yang berada di kawasan Dungun tersebut dijadikan tempat pertemuan rahasia ketiga tokoh tersebut.
Saking rahasianya, istri I Gusti Ngurah Puger, Ni Gusti Ayu Made Jelantik yang hanya sempat menyuguhkan kopi setiap ada pertemuan pun tidak pernah mengetahui isi percakapan mereka yang tertutup di dalam ruangan.
“Tempat ini adalah markas pertemuan sangat rahasia. Siapa pun tidak boleh masuk ke sana (ruangan) saat ada pertemuan. Saat ibu saya masih hidup, saya sendiri (saat remaja) pernah buatkan mereka kopi,” ungkap Djantra yang juga putra I Gusti Ngurah Puger saat ditemui di lokasi markas, Sabtu (17/9/2022).
Dalam ingatan Djantra, bentuk asli dari bangunan tersebut setidaknya memiliki empat ruangan.
Dua tempat tidur di bilik depan yang mengapit beranda, satu dapur yang dapat diakses dari sisi kiri beranda, dan satu ruangan paling luas yang terhubung ke dapur.
Ruangan paling luas tersebut adalah tempat pertemuan yang menjadi tonggak perjuangan para gerilyawan jauh sebelum Puputan Margarana pada 20 November 1946.
Selain nilai sejarahnya yang begitu krusial dan berpengaruh besar terhadap kemerdekaan rakyat Bali pada saat ini, kata Djantra, kawasan Dungun tersebut juga dikenal tenget (angker).
Pepohonan yang lebat, berbukit, dan tidak ada penerangan pada malam hari di masa itu membuat kepingitannya semakin terasa.
“Selain pingit, karena terpencil dan hutannya lebat, banyak tempat perlindungan di sini ketika tantara NICA datang. Selain itu, dulu bangunan aslinya itu dipuput oleh Ida Pedanda yang sakti dari Bongkasa,” ungkap Djantra mengungkapkan sisi niskala dari markas rahasia pejuang tersebut.
Dengan begitu kentalnya kisah perjuangan yang melekat di setiap jengkal bangunan tersebut, markas pejuang Siu Murti ini terbengkalai sejak Indonesia merdeka hingga akhirnya roboh.
Pada bulan Juli 2010, Djantra sebagai salah satu Panglisir Puri Petang sekaligus veteran mengajukan proposal perbaikan kepada Pemerintah Kabupaten Badung.
Bangunan tersebut pun dipugar, dibeton, dengan lanskap yang masih menyerupai bangunan asli, namun justru terlihat modern.
Sayangnya, pembangunan tersebut mangkrak hingga saat ini dan menyisakan bangunan dengan tembok batako telanjang, tanpa plafon, berlantai tanah, dan sisa komponen bangunan asli yang kurang terawat.
Dari bangunan yang sudah berdiri tersebut, hanya dua bidak tangga yang menggunakan bagian dari bangunan aslinya, sisanya diganti dengan yang baru.
Baik Djantra maupun Ketua DPC Legiun Veteran RI Kabupaten Badung I Gusti Ngurah Sandiartha, 92, sedikit kecewa dengan desain bangunan tersebut lantaran vibrasi dari bangunan lamanya tidak ada.
“Tiang makesiab (terkejut) dengan bangunan itu, tahu-tahu sudah berdiri seperti itu,” kata Sandiartha saat ditemui di kesempatan yang sama.
Mengingat tidak ada jawaban dari Pemerintah Kabupaten Badung, Djantra dan keluarga bersurat kepada Gubernur Bali Wayan Koster untuk dapat membantu melanjutkan pemugaran bangunan bersejarah tersebut.
Sabtu (17/9/2022) pagi, pukul 10.00 Wita, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Bali, Dewa Putu Mantera mengatensi kondisi bangunan tersebut sambil beraudiensi dengan para veteran dari Desa Petang.
Foto: Kepala Bakesbangpol Provinsi Bali Dewa Putu Mantera mengatensi Markas Rahasia Dungun di Banjar Petang, Desa_Kecamatan Petang, Badung, Sabtu (17/9/2022). -NGURAH RATNADI
Salah satu veteran Nyoman Sasih, 90, membandingkan kondisi markas pejuang di Monumen Munduk Malang, Desa Dalang, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan. Kata Sasih, markas di Dungun ini merupakan tonggak perjuangan sedangkan di Munduk Malang tersebut merupakan tempat persinggahan I Gusti Ngurah Rai dan pejuang lain setelah datang dari Yogyakarta.
“Yang di Munduk Malang saja sudah dibangun dengan baik, sedangkan di sini tonggak perjuangannya seperti ini,” kata Sasih di hadapan Putu Mantera.
Setelah mengatensi bangunan tersebut, Putu Mantera menyarankan agar direncanakan dengan baik proposal pemugarannya untuk dapat ditelaah lebih lanjut oleh Gubernur Bali.
Ketika ditanya kemungkinan Pemerintah Provinsi Bali menyanggupi membangun tempat tersebut lebih lanjut, Putu Mantera tidak bisa memastikan lantaran putusan berasal dari satu pintu yakni Gubernur Wayan Koster.
“Kami di sini meninjau warisan sejarah sesuai arahan Bapak Gubernur,” kata Putu Mantera saat ditemui usai mengatensi lokasi markas rahasia pejuang tersebut. Kata Putu Mantera, pada prinsipnya Gubernur Bali ingin melestarikan warisan sejarah perjuangan bangsa agar tidak dilupakan generasi muda.
“Saya masih mewakili Beliau (Wayan Koster), belum berani memberi pernyataan. Saya sarankan kepada beliau-beliau ini untuk audiensi dengan Bapak Gubernur,” tutur Putu Mantera.
Jadi tidaknya pemugaran kembali tersebut, lanjut Putu Mantera, perlu ditelaah lebih lanjut dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi APBD Provinsi Bali serta tingkat urgensinya.
Mendengar jawaban tersebut, I Gusti Ngurah Djantra selaku veteran, Panglingsir Puri Petang yang mewarisi bangunan tersebut dengan dukungan keluarga mengaku siap menyiapkan segala sesuatunya untuk beraudiensi dengan Gubernur Bali.
“Kami hanya berharap dapat dilestarikan agar satu, generasi muda dapat belajar dari sejarah. Dua, agar generasi muda bisa meneladani semangat pantang mundur para pejuang yang berani melawan orang dengan bedil hanya dengan bambu runcing demi sebuah kemerdekaan. Tiga, belajar menjadi kesatria dan cinta tanah air,” tandas Djantra. *rat
Komentar