Staf Perkimta Tusuk Leher Sendiri hingga Tewas
Korban mengakhiri hidupnya diduga karena stres memikirkan tunggakan uang sekolah anak. Almarhum dikenal aktif sebagai pecalang dan linmas.
MANGUPURA, NusaBali
Salah seorang pegawai honorer yang bekerja di Dinas Permukiman dan Pertanahan (Perkimta) Kota Denpasar, I Wayan Sardiasa, 53, ditemukan tewas bersimbah darah di dalam kamar tidur di rumahnya di Jalan Campuna I, Gang Sandat IV, Banjar Pekadelan, Desa Sibanggede, Kecamatan Abiansemal, Badung, Sabtu (17/9) sekitar pukul 08.00 Wita. Korban mengakhiri hidupnya dengan cara menusuk lehernya sendiri menggunakan pisau pemutik.
Belum diketahui secara persis penyebab pegawai honorer itu nekat menghabisi nyawanya sendiri secara sadis. Kuat dugaan, dia tak kuat melawan stres karena tak sanggup membayar tunggakan uang sekolah anaknya di salah satu SMA di Badung sebesar Rp 750.000. Wayan Sardiasa tak bisa mengendalikan pikirannya setelah mendapat cerita dari anaknya yang kini duduk di bangku kelas VIII bakal tak bisa ikut ujian semester pada Desember 2022 mendatang.
Peristiwa tewasnya korban pertama kali diketahui oleh I Nyoman Marsi, 56, yang merupakan sepupu korban yang tinggal dalam satu pekarangan di mana lokasi bunuh diri terjadi. Awalnya Nyoman Marsi curiga karena tidak melihat korban keluar rumah untuk pergi kerja seperti biasanya. Curiga dengan hal itu, saksi coba masuk ke dalam rumah dan membuka pintu kamar. Nyoman Marsi kaget melihat korban terkapar di lantai dalam posisi bersimbah darah. Kejadian itu langsung dilaporkan kepada kelian dinas banjar setempat.
Peristiwa berdarah itu dengan cepat beredar hingga sampai ke aparat Polsek Abiansemal. Mendapat laporan adanya peristiwa tersebut, aparat Polsek Abiansemal langsung mendatangi lokasi TKP untuk melakukan langkah-langkah kepolisian. Saat polisi bersama dengan petugas medis dari Puskesmas Abiansemal 3 di lokasi TKP, korban sudah tidak bernyawa lagi.
“Pada saat ditemukan, posisi tubuh korban telentang di lantai. Kaki kirinya menekuk dan leher mengeluarkan darah. Di samping badan korban terdapat pisau jenis pemutik. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan di lokasi TKP, jenazah korban dievakuasi ke RSD Mangusada, Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung, untuk dilakukan pemeriksaan dokter,” ungkap Kasi Humas Polres Badung Iptu I Ketut Sudana dalam keterangan persnya, kemarin sore.
Sementara itu, Ni Wayan Ratmini, 50, istri korban ditemui di rumah lokasi TKP, Sabtu sore kemarin, mengaku pasrah atas kejadian itu. Ibu rumah tangga ini mengatakan suaminya sejak dua bulan lalu mengaku stres memikirkan sekolah anaknya. Ratmini sempat mengajak suaminya itu ke balian untuk berobat. Sayangnya upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
“Sejak dua bulan lalu suami saya stres dan bingung. Dia selalu bertanya, bisa ndak anaknya kuliah. Saya coba menenangkan dia dengan mengatakan jangan memikirkan hal yang membuat stres,” kata Ratmini kepada NusaBali saat ditemui di rumahnya, Sabtu sore kemarin.
Ratmini menyatakan, selain memikirkan uang sekolah anaknya, korban juga memikirkan bayar utang di LPD. Ratmini mengisahkan, sehari sebelum bunuh diri, tepatnya Jumat (16/9) sekitar pukul 11.00 Wita, anak semata wayang mereka mengirimkan pesan singkat kepada korban. Pesan itu intinya minta uang Rp 750.000 untuk bayar tunggakan uang sekolah. Menerima pesan dari anaknya itu, Wayan Sardiasa seperti orang linglung.
“Anak minta uang sekolah itu sering kali membuat bapak beban pikiran. Ditambah lagi anaknya mengaku terancam tak bisa ikut ujian semester bulan Desember ini. Saya beberapa kali menenangkannya dengan mengatakan jangan memikirkan hal itu. Saya tak pernah minta uang kepada suami saya karena saya tahu dia memikirkan anaknya,” tutur Ratmini.
Hingga kemarin sore jenazah korban masih di RSD Mangusada. Ratmini mengaku tidak punya uang untuk bayar biaya di RSD Mangusada. Ratmini pun mengaku belum tahun kapan jenazah dari suaminya itu dibawa pulang ke rumah untuk dilakukan proses upacara.
“Sekarang saya bingung tidak punya uang untuk bayar biaya di rumah sakit. Saya tidak tahu kapan jenazah suami saya dipulangkan. Rencananya jenazah suami saya dikremasi untuk meringankan biaya,” ucapnya.
Sementara di rumah duka kemarin tidak terlihat adanya persiapan dari keluarga. Hanya ada beberapa orang berkumpul. Salah satunya adalah Wayan Bawa yang merupakan teman kerja korban di Dinas Perkimta Denpasar. Cerita dari Wayan Bawa bahwa korban adalah pribadi yang tertutup.
“Dia (korban) masuk kerja di DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan, kini Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Red) tahun 2002. Selama bekerja tidak terlihat ada masalah. Dia statusnya honorer. Sama-sama dengan saya di lapangan. Sepengetahuan saya dia orangnya tertutup,” kata Wayan Bawa.
Menurut Kelian Banjar Pekandelan I Ketut Sukur, korban adalah warga yang sangat aktif di setiap kegiatan. Pihaknya tidak menyangka korban mengambil jalan pintas seperti itu.
Saat dikonfirmasi via WhatsApp, Sukur mengungkapkan, korban sangat aktif di desa sebagai pecalang maupun linmas. “Yang bersangkutan selama ini benar-benar aktif di segala kegiatan yang ada di desa,” kata Sukur.
Sukur melanjutkan, tidak diketahui motif korban mengakhiri hidupnya. Karena sejatinya korban bukanlah orang yang tertutup. Namun diakui, korban yang selalu aktif di kegiatan desa ini belakangan sering termenung. “Sebenarnya tidak (tertutup, Red). Tapi akhir-akhir ini, karena mungkin ada tuntutan kebutuhan keluarga, dia sedikit termenung. Menurut keterangan istri korban, anaknya yang duduk di bangku sekolah SMA belum bayar uang sekolah,” ucap Sukur.
Disinggung mengenai rencana upacara kematian korban, kata Sukur, rencananya akan dikremasi. Namun untuk waktu dan tempatnya, masih dirundingkan. “Rencananya terhadap jenazah yang bersangkutan akan dilaksanakan upacara kremasi. Untuk waktu dan tempat kremasi, saat masih dirundingkan, karena ini soal dana juga,” katanya.
Sementara dikonfirmasi terpisah, Dirut RSD Mangusada dr I Wayan Darta membenarkan jika jenazah hingga saat ini masih dititipkan di RSD Mangusada di Jalan Raya Kapal, Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi. Akan tetapi, terhadap jenazah korban tidak dilakukan pemeriksaan luar (visum). “Benar (dititipkan di RSD Mangusada). Pasien tersebut sudah meninggal di perjalanan, tidak berkenan dilakukan visum. Hanya dititip di Rumah Sakit Mangusada,” kata Darta via WhatsApp.
Sementara itu, Kepala Bidang Pertamanan Dinas Permukiman dan Pertanahan (Perkimta) Kota Denpasar Ida Ayu Widhiyanasari, menyebut bahwa I Wayan Sardiasa adalah pegawai di Dinas Perkimta Kota Denpasar. Sardiasa merupakan staf pertamanan yang kesehariannya bertugas di kawasan Jalan Bypass Ngurah Rai sekitar Tanah Kilap hingga Pesanggaran, Denpasar Selatan.
Dia mengaku kaget setelah diberitahu oleh keluarganya bahwa pegawainya meninggal dunia. Namun tidak diberitahukan apa penyebab meninggalnya. Padahal yang bersangkutan selama di kantor biasa-biasa saja, tidak menunjukkan gelagat yang aneh.
“Saya baru tahu tadi siang (Sabtu kemarin siang). Saya kaget, katanya (Sadiarsa) meninggal, tapi tidak diberitahu meninggal karena apa. Memang itu staf saya,” kata Dayu Widhiyanasari.
Dia mengatakan, Sardiasa masuk kerja tahun 2002 semula di Dinas LHK. Pada 2017, OPD tersebut dipisah sehingga Sadiarsa kini bekerja di Dinas Perkimta. Kesehariannya dia sangat rajin dalam bekerja sesuai tugasnya. “Kantor rencananya akan melayat dan memberikan santunan kepada keluarga almarhum,” kata Dayu Widhiyanasari. *pol, ind, mis
Belum diketahui secara persis penyebab pegawai honorer itu nekat menghabisi nyawanya sendiri secara sadis. Kuat dugaan, dia tak kuat melawan stres karena tak sanggup membayar tunggakan uang sekolah anaknya di salah satu SMA di Badung sebesar Rp 750.000. Wayan Sardiasa tak bisa mengendalikan pikirannya setelah mendapat cerita dari anaknya yang kini duduk di bangku kelas VIII bakal tak bisa ikut ujian semester pada Desember 2022 mendatang.
Peristiwa tewasnya korban pertama kali diketahui oleh I Nyoman Marsi, 56, yang merupakan sepupu korban yang tinggal dalam satu pekarangan di mana lokasi bunuh diri terjadi. Awalnya Nyoman Marsi curiga karena tidak melihat korban keluar rumah untuk pergi kerja seperti biasanya. Curiga dengan hal itu, saksi coba masuk ke dalam rumah dan membuka pintu kamar. Nyoman Marsi kaget melihat korban terkapar di lantai dalam posisi bersimbah darah. Kejadian itu langsung dilaporkan kepada kelian dinas banjar setempat.
Peristiwa berdarah itu dengan cepat beredar hingga sampai ke aparat Polsek Abiansemal. Mendapat laporan adanya peristiwa tersebut, aparat Polsek Abiansemal langsung mendatangi lokasi TKP untuk melakukan langkah-langkah kepolisian. Saat polisi bersama dengan petugas medis dari Puskesmas Abiansemal 3 di lokasi TKP, korban sudah tidak bernyawa lagi.
“Pada saat ditemukan, posisi tubuh korban telentang di lantai. Kaki kirinya menekuk dan leher mengeluarkan darah. Di samping badan korban terdapat pisau jenis pemutik. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan di lokasi TKP, jenazah korban dievakuasi ke RSD Mangusada, Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung, untuk dilakukan pemeriksaan dokter,” ungkap Kasi Humas Polres Badung Iptu I Ketut Sudana dalam keterangan persnya, kemarin sore.
Sementara itu, Ni Wayan Ratmini, 50, istri korban ditemui di rumah lokasi TKP, Sabtu sore kemarin, mengaku pasrah atas kejadian itu. Ibu rumah tangga ini mengatakan suaminya sejak dua bulan lalu mengaku stres memikirkan sekolah anaknya. Ratmini sempat mengajak suaminya itu ke balian untuk berobat. Sayangnya upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
“Sejak dua bulan lalu suami saya stres dan bingung. Dia selalu bertanya, bisa ndak anaknya kuliah. Saya coba menenangkan dia dengan mengatakan jangan memikirkan hal yang membuat stres,” kata Ratmini kepada NusaBali saat ditemui di rumahnya, Sabtu sore kemarin.
Ratmini menyatakan, selain memikirkan uang sekolah anaknya, korban juga memikirkan bayar utang di LPD. Ratmini mengisahkan, sehari sebelum bunuh diri, tepatnya Jumat (16/9) sekitar pukul 11.00 Wita, anak semata wayang mereka mengirimkan pesan singkat kepada korban. Pesan itu intinya minta uang Rp 750.000 untuk bayar tunggakan uang sekolah. Menerima pesan dari anaknya itu, Wayan Sardiasa seperti orang linglung.
“Anak minta uang sekolah itu sering kali membuat bapak beban pikiran. Ditambah lagi anaknya mengaku terancam tak bisa ikut ujian semester bulan Desember ini. Saya beberapa kali menenangkannya dengan mengatakan jangan memikirkan hal itu. Saya tak pernah minta uang kepada suami saya karena saya tahu dia memikirkan anaknya,” tutur Ratmini.
Hingga kemarin sore jenazah korban masih di RSD Mangusada. Ratmini mengaku tidak punya uang untuk bayar biaya di RSD Mangusada. Ratmini pun mengaku belum tahun kapan jenazah dari suaminya itu dibawa pulang ke rumah untuk dilakukan proses upacara.
“Sekarang saya bingung tidak punya uang untuk bayar biaya di rumah sakit. Saya tidak tahu kapan jenazah suami saya dipulangkan. Rencananya jenazah suami saya dikremasi untuk meringankan biaya,” ucapnya.
Sementara di rumah duka kemarin tidak terlihat adanya persiapan dari keluarga. Hanya ada beberapa orang berkumpul. Salah satunya adalah Wayan Bawa yang merupakan teman kerja korban di Dinas Perkimta Denpasar. Cerita dari Wayan Bawa bahwa korban adalah pribadi yang tertutup.
“Dia (korban) masuk kerja di DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan, kini Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Red) tahun 2002. Selama bekerja tidak terlihat ada masalah. Dia statusnya honorer. Sama-sama dengan saya di lapangan. Sepengetahuan saya dia orangnya tertutup,” kata Wayan Bawa.
Menurut Kelian Banjar Pekandelan I Ketut Sukur, korban adalah warga yang sangat aktif di setiap kegiatan. Pihaknya tidak menyangka korban mengambil jalan pintas seperti itu.
Saat dikonfirmasi via WhatsApp, Sukur mengungkapkan, korban sangat aktif di desa sebagai pecalang maupun linmas. “Yang bersangkutan selama ini benar-benar aktif di segala kegiatan yang ada di desa,” kata Sukur.
Sukur melanjutkan, tidak diketahui motif korban mengakhiri hidupnya. Karena sejatinya korban bukanlah orang yang tertutup. Namun diakui, korban yang selalu aktif di kegiatan desa ini belakangan sering termenung. “Sebenarnya tidak (tertutup, Red). Tapi akhir-akhir ini, karena mungkin ada tuntutan kebutuhan keluarga, dia sedikit termenung. Menurut keterangan istri korban, anaknya yang duduk di bangku sekolah SMA belum bayar uang sekolah,” ucap Sukur.
Disinggung mengenai rencana upacara kematian korban, kata Sukur, rencananya akan dikremasi. Namun untuk waktu dan tempatnya, masih dirundingkan. “Rencananya terhadap jenazah yang bersangkutan akan dilaksanakan upacara kremasi. Untuk waktu dan tempat kremasi, saat masih dirundingkan, karena ini soal dana juga,” katanya.
Sementara dikonfirmasi terpisah, Dirut RSD Mangusada dr I Wayan Darta membenarkan jika jenazah hingga saat ini masih dititipkan di RSD Mangusada di Jalan Raya Kapal, Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi. Akan tetapi, terhadap jenazah korban tidak dilakukan pemeriksaan luar (visum). “Benar (dititipkan di RSD Mangusada). Pasien tersebut sudah meninggal di perjalanan, tidak berkenan dilakukan visum. Hanya dititip di Rumah Sakit Mangusada,” kata Darta via WhatsApp.
Sementara itu, Kepala Bidang Pertamanan Dinas Permukiman dan Pertanahan (Perkimta) Kota Denpasar Ida Ayu Widhiyanasari, menyebut bahwa I Wayan Sardiasa adalah pegawai di Dinas Perkimta Kota Denpasar. Sardiasa merupakan staf pertamanan yang kesehariannya bertugas di kawasan Jalan Bypass Ngurah Rai sekitar Tanah Kilap hingga Pesanggaran, Denpasar Selatan.
Dia mengaku kaget setelah diberitahu oleh keluarganya bahwa pegawainya meninggal dunia. Namun tidak diberitahukan apa penyebab meninggalnya. Padahal yang bersangkutan selama di kantor biasa-biasa saja, tidak menunjukkan gelagat yang aneh.
“Saya baru tahu tadi siang (Sabtu kemarin siang). Saya kaget, katanya (Sadiarsa) meninggal, tapi tidak diberitahu meninggal karena apa. Memang itu staf saya,” kata Dayu Widhiyanasari.
Dia mengatakan, Sardiasa masuk kerja tahun 2002 semula di Dinas LHK. Pada 2017, OPD tersebut dipisah sehingga Sadiarsa kini bekerja di Dinas Perkimta. Kesehariannya dia sangat rajin dalam bekerja sesuai tugasnya. “Kantor rencananya akan melayat dan memberikan santunan kepada keluarga almarhum,” kata Dayu Widhiyanasari. *pol, ind, mis
1
Komentar