Jokowi Izinkan Impor Bibit Rekayasa Genetik
Demi Swasembada Kedelai
JAKARTA, NusaBali
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan pemerintah terbuka melakukan importasi bibit kedelai untuk memperbaiki varietas kedelai di Indonesia. Termasuk dari hasil rekayasa genetik (Genetically Modified Organism/GMO).
"Menggunakan GMO kalau perlu, menggunakan bibit impor kalau perlu, dan tentu mempersiapkan bibit-bibit nasional atau lokal dengan varietas tinggi," kata Syahrul usai Rapat Terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, seperti dilansir detikcom, Senin (19/9).
Syahrul mencontohkan selama ini produktivitas kedelai di Indonesia hanya sekitar 1,5-2 ton per hektare (Ha). Diharapkan ada varietas dengan produktivitas yang mampu di atas 3-4 ton per Ha.
Hal yang sama juga dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dengan bibit GMO, produksi kedelai disebut bisa naik menjadi 3,5-4 ton per Ha.
"Dari segi bibit gunakan GMO. Dengan GMO, produksi per Ha itu bisa naik dari yang sekarang 1,6 sampai 2 ton per Ha bisa menjadi 3,5 atau 4 ton per Ha," imbuhnya.
Selain itu, pemerintah juga akan mengatur harga minimal pembelian kedelai agar petani semangat menanam. Dengan begitu diharapkan impor kedelai bisa berkurang.
"Bapak Presiden ingin kedelai itu tidak 100% tergantung impor karena dari hampir seluruh kebutuhan 2,4 juta ton, produksi nasional turun terus. Salah satu arahan beliau harganya dibuat agar petani tidak rugi. Jadi untuk mencapai harga itu nanti ada penugasan dari BUMN agar petani bisa memproduksi. Itu di harga Rp10.000 (per kilogram)," tutur Airlangga.
Persoalan harga yang kurang menarik bagi petani tersebut menjadi salah satu penyebab petani enggan menanam kedelai dalam beberapa waktu terakhir.
Menurut Airlangga, petani tidak bisa menanam kedelai jika harganya di bawah Rp10.000 per kg karena akan kalah dengan harga impor dari Amerika Serikat yang hanya Rp7.700 atau bahkan lebih murah.
"Jadi kita di 2018 misalnya kita produksinya di 700 ribu hektare, nah sekarang di 150 ribu hektare. Jadi kalau petani disuruh milih tanam jagung atau kedelai, ya mereka larinya ke jagung semua. Nah sekarang kita kan ingin semua ada 'mix', tidak hanya jagung saja tetapi kedelainya juga bisa naik," jelas Airlangga dikutip dari Antara. *
Komentar