Tidak Ada Sambungan Air Bersih, Warga Insakan Padawa Gunakan Air Sungai
Puluhan warga di Banjar Dinas Insakan, Desa Padawa, Kecamatan Banjar Buleleng, sampai saat ini masih memanfaatkan air sungai sebagai sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
SINGARAJA, NusaBali
Mulai dari keperluan air untuk memasak, mencuci, air minum hingga mandi semuanya menggunakan air sungai setempat. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan sambungan air bersih di desa itu dan minimnya sumber air yang dapat dikelola.
Seperti yang dilakukan oleh Ketut Suwika dan para tetangganya, setiap hari ia harus pergi ke sungai yang berjarak 500 meter hingga satu kilometer dari rumahnya untuk mendapatkan air. Di sungai setelah mereka selesai mencuci pakaian dan mandi, membawa pulang air dengan menggunakan ember atau jirigen untuk kebutuhan air minum dan memasak.
Mereka akan lebih santai jika turun hujan, karena kebutuhan air sehari-hari dapat menggunakan air tadah hujan yang ditampungnya menggunakan ember. Hanya saja masalah mulai akan muncul ketika musim kemarau datang. Sungai-sungai mulai mengering dan mereka tidak bisa mendapatkan air secara leluasa. “Selama ini memang pakai air sungai karena tidak ada pipa air bersih. Airnya tidak bisa mengalir sampai ke rumah warga,” katanya.
Keadaan tersebut membuat mereka tetap bertahan. Bahkan untuk keperluan air minum menggunakan air sungai. Terpaksa air itu harus dimasak dulu untuk mensterilkan dari bakteri yang membahayakan. Kalau musim kemarau Suwika dan warga lainnya terpaksa membeli air yang diantarkan menggunakan tangki untuk memenuhi kebutuhan air sehari-harinya.
“Sepajang kemarau kami bisa beli air menghabiskan Rp 2 juta, itu pun untuk air minum saja,” imbuhnya.
Sementara itu Kelian Banjar Dinas Insakan, Desa Padawa, Made Sarjana mengakui bahwa masalah air bersih di desanya tidak hanya terjadi di Banjar Dinas Insakan saja. Bahkan dari empat Banjar Dinas yang ada, hanya satu banjar yang semua warganya dapat dialiri air bersih.
Sedangkan di Banjar Dinas Insakan sendiri dari 150 KK yang baru dapat pelayanan air bersih PAM Desa hanya 70 KK, sedangkan sisanya belum dapat teraliri. “Karena sumber mata airnya kecil, sedangkan yang pakai banyak, belum lagi rumah warga jauh-jauh sehingga air tidak dapat dialiri ke semua rumah warga,” terangnya.
Menyikapi masalah tersebut sebenarnya pihak desa sudah beberapa kali mendatangkan ahli termasuk dari PDAM Buleleng untuk mencari tahu dan meminta solusi bagaimana agar air bersih dapat mengalir ke rumah warga. Hanya saja masalah tersebut belum dapat terpecahkan. Pihaknya pun sampai saat ini masih menunggu bantuan pipanisasi air bersih yang akan mengambil sumber mata air dari tukad Mendaung di perbatasan Desa Banyuseri dan Tirtasari, yang rencananya mulai digarap tahun ini. “Mudah-mudahan ini cepat terealisasi, sehingga warga kami secepatnya dapat menikmati air bersih,” harapnya. *k23
Mulai dari keperluan air untuk memasak, mencuci, air minum hingga mandi semuanya menggunakan air sungai setempat. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan sambungan air bersih di desa itu dan minimnya sumber air yang dapat dikelola.
Seperti yang dilakukan oleh Ketut Suwika dan para tetangganya, setiap hari ia harus pergi ke sungai yang berjarak 500 meter hingga satu kilometer dari rumahnya untuk mendapatkan air. Di sungai setelah mereka selesai mencuci pakaian dan mandi, membawa pulang air dengan menggunakan ember atau jirigen untuk kebutuhan air minum dan memasak.
Mereka akan lebih santai jika turun hujan, karena kebutuhan air sehari-hari dapat menggunakan air tadah hujan yang ditampungnya menggunakan ember. Hanya saja masalah mulai akan muncul ketika musim kemarau datang. Sungai-sungai mulai mengering dan mereka tidak bisa mendapatkan air secara leluasa. “Selama ini memang pakai air sungai karena tidak ada pipa air bersih. Airnya tidak bisa mengalir sampai ke rumah warga,” katanya.
Keadaan tersebut membuat mereka tetap bertahan. Bahkan untuk keperluan air minum menggunakan air sungai. Terpaksa air itu harus dimasak dulu untuk mensterilkan dari bakteri yang membahayakan. Kalau musim kemarau Suwika dan warga lainnya terpaksa membeli air yang diantarkan menggunakan tangki untuk memenuhi kebutuhan air sehari-harinya.
“Sepajang kemarau kami bisa beli air menghabiskan Rp 2 juta, itu pun untuk air minum saja,” imbuhnya.
Sementara itu Kelian Banjar Dinas Insakan, Desa Padawa, Made Sarjana mengakui bahwa masalah air bersih di desanya tidak hanya terjadi di Banjar Dinas Insakan saja. Bahkan dari empat Banjar Dinas yang ada, hanya satu banjar yang semua warganya dapat dialiri air bersih.
Sedangkan di Banjar Dinas Insakan sendiri dari 150 KK yang baru dapat pelayanan air bersih PAM Desa hanya 70 KK, sedangkan sisanya belum dapat teraliri. “Karena sumber mata airnya kecil, sedangkan yang pakai banyak, belum lagi rumah warga jauh-jauh sehingga air tidak dapat dialiri ke semua rumah warga,” terangnya.
Menyikapi masalah tersebut sebenarnya pihak desa sudah beberapa kali mendatangkan ahli termasuk dari PDAM Buleleng untuk mencari tahu dan meminta solusi bagaimana agar air bersih dapat mengalir ke rumah warga. Hanya saja masalah tersebut belum dapat terpecahkan. Pihaknya pun sampai saat ini masih menunggu bantuan pipanisasi air bersih yang akan mengambil sumber mata air dari tukad Mendaung di perbatasan Desa Banyuseri dan Tirtasari, yang rencananya mulai digarap tahun ini. “Mudah-mudahan ini cepat terealisasi, sehingga warga kami secepatnya dapat menikmati air bersih,” harapnya. *k23
Komentar