Programkan 'Jambumanis, Esa, dan Wirasa'
Cara Suspensa Terapkan Kurikulum Merdeka
GIANYAR, NusaBali
SMPN 1 Sukawati, Gianyar, dengan julukan Suspensa menerapkan Kurikulum Merdeka dengan program menarik, Jambumanis, Esa dan Wirasa.
Siswa kelas VII diajak aktif dalam kegiatan berbasis project. Kegiatan dirancang untuk menguatkan upaya pencapaian kompetensi dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila berdasarkan standar kompetensi lulusan.
Kasek Suspensa Ni Ketut Sugi Hantari SPd menjelaskan kurikulum merdeka ini mengharuskan guru dan siswa berpikir kritis. Salah satunya memikirkan nama program agar menarik dan mudah diingat. Jambumanis misalnya, singkatan dari jajanan dan minuman berbahan umbi tradisional enak bergizi. Esa singkatan dari eco enzym Suspensa, dan Wirasa yakni kewirausahaan Suspensa. "Ada tujuh tema program project penguatan profil pelajar Pancasila yang harus dikerjakan oleh siswa kelas VII. Tahun pertama diambil tiga tema ini, Jambumanis, Esa dan Wirasa," jelasnya saat ditemui Kamis (22/9).
Sekolah ini telah membagi guru dalam tiga kelompok. "Ada koordinatornya agar lebih terprogram," jelas Kasek kelahiran Nusa Penida, Klungkung ini. Diharapkan, program ini bisa mencetak siswa tidak saja cerdas pintar di bidang akademik, namun juga mampu wujudkan profil pelajar Pancasila. Yakni bertakwa, berpikiran kritis, bertanggung jawab, mandiri, gotong royong, dan integritas. "Di kelas VII kami ambil tiga tema. Tema kearifan lokal program jambumanis. Kami berusaha cari kata menarik," jelasnya.
Tema kedua, gaya hidup berkelanjutan, dengan program sampah di sekolahku. Disebut dengan Esa yakni Eco Enzyme Suspensa dan pengolahan sampah anorganik untuk kerajinan. "Ada dipakai robot atau jadi tempat tisu," jelas Sugi Hantari.
Tema ketiga kewirausahaan Suspensa (Wirasa) yakni project menumbuhkan jiwa enterpreneur siswa Suspensa. "Program ini sudah berjalan, anak-anak sudah bisa buat satu projek. Tiap Sabtu jam pertama sampai terakhir. Anak beberapa kali coba buat jajanan dan minuman," terangnya. Hasil produk tersebut bahkan sudah dijual di lingkungan sekolah. "Jadi mereka survei tempat pembuatan jajan tradisional, kemudian mencoba membuat lalu menjual. Anak-anak diajak untuk menggali hingga gimana caranya mengemas dan memasarkan," jelasnya.
Jajanan tradisional yang dibuat berbahan ketela rambat atau ubi ungu dan minuman dari bunga Teleng biru. "Per kelas ada beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari lima sampai tujuh orang. Jadi banyak jenis makanan yang dihasilkan," terangnya.
Dengan belajar kewirausahaan sejak dini, anak-anak ini dikemudian hari diharapkan bisa membuka usaha sendiri. "Bisa membuka lapangan kerja, jadi mereka otomatis mampu hidup berkelanjutan," jelasnya.
Melalui program Esa, anak-anak juga diajak terbiasa memilah sampah. Organik sebagai pupuk minimal dalam rumah sendiri untuk tanaman. Sampah plastik kolaborasi desa melalui Bank Sampah. "Bisa juga dimanfaatkan sampah kemasan menjadi tempat sampah atau pot. Minimal kita bisa mengurangi sampah ke TPA," ujarnya. *nvi
1
Komentar