PTS Dikebiri, APTISI se-Indonesia Gelar Unjuk Rasa di Jakarta
Made Sukamerta Beberkan Carut Marut Kebijakan Kemendikbudristek
DENPASAR, NusaBali.com – Dipicu berbagai kebijakan Kementerian Pendidikan, Kubudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang mengebiri Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia (APTISI) dari berbagai wilayah akan menggelar unjuk rasa besar-besaran di Jakarta pada Selasa (27/9/2022).
Unjuk rasa itu pun juga akan diikuti oleh APTISI Wilayah VIII Bali sebagaimana dikonfirmasi Ketua APTISI Bali, Dr Drs I Made Sukamerta MPd, kepada wartawan, Sabtu (24/9/2022) siang.
“Pengurus pusat APTISI dan APTISI seluruh wilayah di Indonesia dengan dukungan para mahasiswanya akan menyampaikan aspirasi kepada DPR RI, Presiden Jokowi dan Mendikbudristek,” kata I Made Sukamerta.
Rektor Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar ini menyatakan bahwa penyampaian aspirasi itu adalah hasil Rembug Nasional dan Rapat Pengurus Pusat Pleno (RPPP) ke-1 APTISI di Bali pada 1 Juli 2022.
“Saat itu sudah diputuskan beberapa hal dan sudah dibawa ke DPR dan Presiden tetapi tidak mendapat respons. Akhirnya pengurus pusat mengkoordinir APTISI seluruh wilayah untuk hadir di Jakarta menyampakan aspirasi, dan sudah mendapat izin dari kepolisian,” terang Sukamerta.
Aksi demo APTISI untuk menyampaikan aspirasi itu terkait beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai mengebiri APTISI.
Pertama, kehadiran Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAM-PT) yang menggantikan peran Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau BAN-PT. Lembaga yag bertjuan meningkatkan mutu PTS, namun dalam pelaksanaannya dinilai sangat berorientasi bisnis.
Sebab, biaya akreditasi yang dipatok LAM PT minimal Rp 50 juta, bahkan bisa mencapai Rp 80 juta. “Bagi PTS kecil, biaya ini sangat memberatkan. Karenanya, tuntutan kami agar biaya akreditasi dibayar oleh APBN. Dulu, ketika masih ditangani BAN-PT tidak ada biaya akreditasi alias gratis, kenapa sekarang malah berbayar?,” tanya Sukamerta.
Kedua, RUU Sisdiknas yang sedang digodok oleh DPR RI tidak menunjukkan penghargaan kepada profesi guru dan dosen.
Justru malah menempatkan guru dan dosen swasta dengan lembaganya (sekolah/PTS) dalam hubungan sebagai buruh dan majikan.
Lebih menyakitkan lagi, tunjangan profesi guru dan dan dosen juga akan dihapus jika RUU Sisdiknas itu diloloskan menjadi UU. “Kami menuntut RUU Sisdiksnas dihentikan,” tegas Sukamerta.
Ketiga, kuota beasiswa KIP Kuliah PTS. Menurut Sukamerta, pengurangan kuota beasiswa KIP Kuliah sejak tahun 2021 hingga tahun 2022 ini sangat merugikan PTS.
Banyak mahasiswa miskin tak bisa dibantu karena kuota KIP Kuliah PTS dipangkas sekitar 50%. Dia mencontohkan, tahun lalu Unmas mendapat kuota 250 orang, tahun ini dipangkas sehingga hanya tersisa 110 orang.
“Ini kan tidak adil. Dalam situasi Covid -19 ini, kalau kuota KIP Kuliah seperti tahun lalu akan sangat membantu mahasiswa saya,” sebut Sukamerta mencontoh kampusnya.
Keempat, APTISI memprotes kebijakan Mendikbudristek tentang penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri berjilid-jilid di PTN.
”Ini sangat tidak adil karena membiarkan PTN mengeruk mahasiswa baru sebanyak-banyaknya dan mematikan PTS,” tohok Rektor Unmas Denpasar ini.
Kelima, APTISI mendesak agar dalam hal uji kompetensi diselenggarakan bersama oleh LAM dan PTS.
“Intinya APTISI Bali mendukung aksi massa secara damai yang dikoordinir oleh APTISI Pusat dan dihadiri oleh teman-teman anggota APTISI bersama BEM masing-masing dari seluruh wilayah Indonesia untuk menyampaikan aspirasinya kepada Presiden Jokowi, DPR RI dan Pak Menteri,”pungkas Sukamerta.
1
Komentar