Harga Sewa Aset Pemprov Naik Tajam
Di Kawasan ITDC Nusa Dua, dari Rp 7 M Menjadi Rp 51 M Per Tahun
Perjuangan Gubernur Koster tingkatkan PAD melalui pengelolaan aset tanah Pemprov Bali ini mendapatkan apresiasi tepuk tangan anggota DPRD Bali.
DENPASAR, NusaBali
Perjuangan Gubernur Bali, Wayan Koster dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pengelolaan aset tanah Pemprov Bali mendapatkan apresiasi tepuk tangan mulai ketua sampai anggota DPRD Bali saat Penyampaian Raperda tentang APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2023 di Rapat Paripurna Ke-33 Masa Sidang III Tahun 2022 pada Soma Kliwon Wayang, Senin (26/9). Pasalnya, mantan Anggota DPR RI 3 periode dari Fraksi PDIP ini mampu meningkatkan harga sewa aset tanah Pemprov Bali di ITDC, Nusa Dua, Badung dari Rp 7 miliar di tahun 2017-2021 naik drastis menjadi Rp 51 miliar per tahun di era kepemimpinan Gubernur Koster.
Kenaikan harga sewa aset tanah Pemprov Bali di ITDC ini terjadi setelah sebelumnya mantan Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini menemukan ketidakadilan dalam perjanjian kerjasama sebelumnya atau di tahun 2017 antara Pemprov Bali dengan ITDC dan pihak ketiga. “Aset tanah Provinsi Bali di Nusa Dua yang dikerjasamakan dengan ITDC luasnya hampir 40 hektare harga sewanya hanya Rp 6 miliar. Kemudian tahun 2017 ada perbaikan sewa menjadi Rp 7 miliar. Menurut saya dari segi ekonomi, ini tidak masuk akal, karena itu saya minta untuk dievaluasi dengan melibatkan appraisal serta diadakan perubahan perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga termasuk ITDC,” jelas Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Kemudian, kata Gubernur Koster sewa lahan Provinsi Bali di Nusa Dua yang Rp 7 miliar tersebut dan dimulai pada tahun 2017 tidak ada yang dibayar. “Baru ketahuan kasusnya pada tahun 2021 melalui informasi yang saya dapatkan dari pihak ketiga. Saat itu juga, saya langsung panggil pihak ITDC,” jelasnya sembari menyatakan dirinya juga kecewa dengan isi perjanjiannya, karena lahan di sana dibagi menjadi 3 zona. Zona A ditempati oleh ITDC yang sewanya 11 dolar per m2, Zona B merupakan lahan Provinsi yang sewanya 7 dolar per m2, Zona C sebagian besar lahan Provinsi dan di situ sewanya hanya 0,2 dolar per m2.
Gubernur Koster berulang kali menyatakan ini tidak adil. Pertama, dalam hal besaran sewa lahan antara lahan milik ITDC dan lahan Pemprov. Kedua, ITDC luas lahannya disewa berdasarkan luas lahan yang ada, sedangkan lahan Pemprov Bali disewa hanya dari jumlah lahan yang dibangun, sedangkan yang tidak ada bangunannya tidak dibayar. “Ini tidak benar, sehingga harga menjadi murah dan ini betul-betul mengecewakan. Atas hal itulah saya berikan peringatan langsung tiga kali berturut-turut. Kalau tidak dipenuhi pelunasannya, saya langsung akan memutus hubungan kerjasama dan akan proses peradilan. Astungkara akhirnya dibayar di bulan Februari 2022 sebesar Rp 43 miliar dan langsung masuk ke kas daerah,” ungkapnya.
Gubernur Koster kemudian menegaskan sekarang sudah ada kesepakatan baru terhadap perjanjian kerjasama sewa aset tanah Pemprov Bali di Nusa Dua dengan nilai sewa mencapai Rp 51 miliar per tahun. “Saya sudah melanjutkan proses negosiasi baru dari Rp 7 miliar menjadi Rp 51 miliar, itu pun saya setujui dengan syarat sisa sewa 17 tahun dari perjanjian pertama harus dibayar dengan lunas. Jadi 17 kalau dikalikan Rp 51 miliar itu mencapai Rp 867 miliar,” ungkapnya.
Mengakhiri pidatonya, Gubernur Koster menegaskan di dalam perjanjian menyatakan tidak mau lagi ada zona-zona begitu, yang penting harga sewanya sesuai dengan appraisal, terserah mau digunakan untuk apa. “Terlalu bodoh hal ini dibiarkan di tempat yang mewah, hanya dengan angka Rp 7 miliar per tahun. Apalagi di dalam perjanjian itu ada kelemahan, dimana tanah yang disewakan dijadikan jaminan oleh pihak ketiga dengan mendapat kredit modal dari bank tanpa sepengetahuan Pemerintah Provinsi Bali, yang mana kreditnya mencapai Rp 2,5 triliun. Lalu sudah dapat kredit sebanyak Rp 2,5 triliun, tapi kewajiban membayar tidak pernah dilakukan dari tahun 2016-2021. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Gubernur Koster yang disambut tepuk tangan, karena perjuangan yang dilakukannya murni untuk kepentingan Pemprov Bali yang harus memberikan manfaat terhadap pembangunan di Bali. *nat
Kenaikan harga sewa aset tanah Pemprov Bali di ITDC ini terjadi setelah sebelumnya mantan Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini menemukan ketidakadilan dalam perjanjian kerjasama sebelumnya atau di tahun 2017 antara Pemprov Bali dengan ITDC dan pihak ketiga. “Aset tanah Provinsi Bali di Nusa Dua yang dikerjasamakan dengan ITDC luasnya hampir 40 hektare harga sewanya hanya Rp 6 miliar. Kemudian tahun 2017 ada perbaikan sewa menjadi Rp 7 miliar. Menurut saya dari segi ekonomi, ini tidak masuk akal, karena itu saya minta untuk dievaluasi dengan melibatkan appraisal serta diadakan perubahan perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga termasuk ITDC,” jelas Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Kemudian, kata Gubernur Koster sewa lahan Provinsi Bali di Nusa Dua yang Rp 7 miliar tersebut dan dimulai pada tahun 2017 tidak ada yang dibayar. “Baru ketahuan kasusnya pada tahun 2021 melalui informasi yang saya dapatkan dari pihak ketiga. Saat itu juga, saya langsung panggil pihak ITDC,” jelasnya sembari menyatakan dirinya juga kecewa dengan isi perjanjiannya, karena lahan di sana dibagi menjadi 3 zona. Zona A ditempati oleh ITDC yang sewanya 11 dolar per m2, Zona B merupakan lahan Provinsi yang sewanya 7 dolar per m2, Zona C sebagian besar lahan Provinsi dan di situ sewanya hanya 0,2 dolar per m2.
Gubernur Koster berulang kali menyatakan ini tidak adil. Pertama, dalam hal besaran sewa lahan antara lahan milik ITDC dan lahan Pemprov. Kedua, ITDC luas lahannya disewa berdasarkan luas lahan yang ada, sedangkan lahan Pemprov Bali disewa hanya dari jumlah lahan yang dibangun, sedangkan yang tidak ada bangunannya tidak dibayar. “Ini tidak benar, sehingga harga menjadi murah dan ini betul-betul mengecewakan. Atas hal itulah saya berikan peringatan langsung tiga kali berturut-turut. Kalau tidak dipenuhi pelunasannya, saya langsung akan memutus hubungan kerjasama dan akan proses peradilan. Astungkara akhirnya dibayar di bulan Februari 2022 sebesar Rp 43 miliar dan langsung masuk ke kas daerah,” ungkapnya.
Gubernur Koster kemudian menegaskan sekarang sudah ada kesepakatan baru terhadap perjanjian kerjasama sewa aset tanah Pemprov Bali di Nusa Dua dengan nilai sewa mencapai Rp 51 miliar per tahun. “Saya sudah melanjutkan proses negosiasi baru dari Rp 7 miliar menjadi Rp 51 miliar, itu pun saya setujui dengan syarat sisa sewa 17 tahun dari perjanjian pertama harus dibayar dengan lunas. Jadi 17 kalau dikalikan Rp 51 miliar itu mencapai Rp 867 miliar,” ungkapnya.
Mengakhiri pidatonya, Gubernur Koster menegaskan di dalam perjanjian menyatakan tidak mau lagi ada zona-zona begitu, yang penting harga sewanya sesuai dengan appraisal, terserah mau digunakan untuk apa. “Terlalu bodoh hal ini dibiarkan di tempat yang mewah, hanya dengan angka Rp 7 miliar per tahun. Apalagi di dalam perjanjian itu ada kelemahan, dimana tanah yang disewakan dijadikan jaminan oleh pihak ketiga dengan mendapat kredit modal dari bank tanpa sepengetahuan Pemerintah Provinsi Bali, yang mana kreditnya mencapai Rp 2,5 triliun. Lalu sudah dapat kredit sebanyak Rp 2,5 triliun, tapi kewajiban membayar tidak pernah dilakukan dari tahun 2016-2021. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Gubernur Koster yang disambut tepuk tangan, karena perjuangan yang dilakukannya murni untuk kepentingan Pemprov Bali yang harus memberikan manfaat terhadap pembangunan di Bali. *nat
1
Komentar