Klinik Adiksi RSD Mangusada Sepi Pasien Sejak Pandemi
MANGUPURA, NusaBali.com – Belum banyak masyarakat yang mengetahui bahwa RSD Mangusada menyediakan klinik layanan rehabilitasi untuk pecandu napza. Namun seiring dengan pandemi Covid-19, klinik ini sepi pasien sejak 2020.
Tingkat penyalahgunaan narkoba yang masih tinggi di Kabupaten Badung tidak terlepas dari kegiatan pariwisata, banyak turis, pendatang, dan kelab malam yang tidak terkontrol penuh.
Menurut peraturan yang berlaku saat ini terdapat tiga tahapan penanganan pencandu napza yakni rehabilitasi medis, sosial, serta pengawasan dan dukungan sosial.
Tahapan tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penerimaan Institusi Wajib Lapor, Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permensos Nomor 7 Tahun 2021 tentang Asistensi Rehabilitasi Sosial, dan Peraturan Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Layanan Rehabilitasi Pada Lembaga Rehabilitasi di Lingkungan BNN.
Oleh karena itu, RSD Mangusada hanya menangani rehabilitasi medisnya sesuai peraturan dan petunjuk teknis dari Kemenkes RI.
“Masyarakat belum banyak yang tahu tetapi kami sudah menurunkan tim ke desa-desa dan pihak lain untuk mempromosikan Klinik Adiksi,” ungkap Direktur RSD Mangusada I Wayan Darta, 54, ketika dikonfirmasi Kamis (29/9/2022) siang.
Karena keterbatasan ruangan dan pendirian bangsal yang sedang diusahakan, saat ini Klinik Adiksi yang dapat diakses dari Gedung UGD RSD Mangusada ini hanya melayani rawat jalan.
Pelayanan rawat jalan ini dilakukan dengan bantuan satu tenaga ahli di bidang adiksi, satu spesialis kejiwaan, satu psiokolog, dan beberapa tenaga perawat.
Menurut tenaga ahli di bidang adiksi I Gde Made Addy Suastha SKep Ns, 40, sejak tahun 2020, Klinik Adiksi di RSD Mangusada belum pernah menerima pasien dari masyarakat awam. Sebelumnya, klinik tersebut kebanyakan menangani pasien rehabilitasi dari BNN Kabupaten Badung dengan dasar jalinan nota kesepahaman. Namun semenjak diterbitkan Permenkes Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penerimaan Institusi Wajib Lapor (PIWL), Klinik Adiksi ini masih berproses untuk menjadi PIWL.
“Tahun 2018 saya mulai bertugas di sini setelah dari (RSJ Provinsi Bali) Bali. Saya mapping dari dulu kasus napzanya terus meningkat, jadi saya berharap Badung harus punya satu badan rehabilitasi, ataupun lembaga, ataupun rumah sakit yang menangani itu,” terang Addy Suastha ketika ditemui di ruang Klinik Adiksi RSD Mangusada, Kamis siang.
Meski demikian, hingga saat ini, klinik ini masih menerima permohonan asesmen dari pihak penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan dengan penyesuaian registrasi, di mana leading sector-nya berasal dari Klinik Kejiwaan.
Kata Addy Suastha, pihaknya tidak hanya menerima pasien pencandu napza berat, tetapi juga berbagai bentuk napza lainnya seperti salah satunya adalah pecandu rokok berat yang berniat berhenti namun sulit merealisasikannya.
Sementara dr Darta selaku Direktur RSD Mangusada mengakui bahwa Klinik Adiksi, termasuk Klinik Kejiwaan, dan Klinik Konseling masih dalam proses pengembangan.
Menurut mantan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Badung ini, mengembangkan Klinik Adiksi dengan kondisi pasien yang memerlukan penanganan khusus dan ruangan khusus merupakan sebuah tantangan yang tidak bisa dieksekusi secara tergesa-gesa. *rat
Komentar