BNNK Buleleng Rehab 60 Penyalahguna Narkoba
Desa Didorong Bentuk Pararem dan Perdes Anti Narkoba
SINGARAJA, NusaBali
Sejak Januari hingga September 2022, sebanyak 60 orang pengguna narkoba yang direhabilitasi oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Buleleng.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun 2021 yang hanya 53 orang. Sementara, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir sejak 2019 hingga saat ini, sudah ada 271 pengguna narkoba yang telah direhabilitasi.
Kepala BNNK Buleleng, AKBP I Gede Astawa, mengungkapkan, dari 60 pengguna narkoba di Buleleng yang direhabilitasi tahun ini, 10 orang di antaranya merupakan pengguna berat dan dirujuk rawat jalan. "Ada 9 orang kami rujuk rawat inap di Rehabilitasi Napza RSJ Bangli dan 1 orang di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor. Untuk sisanya rawat jalan," ujar Astawa, Kamis (29/9).
Selanjutnya 50 pengguna narkoba yang direhabilitasi rawat jalan di Klinik BNNK Buleleng, merupakan pengguna ringan. "Kategori pengguna ringan, mereka hanya untuk rekreasi dan tidak berusaha mencari (narkoba). Sedangkan kategori berat bisa dilihat dari reaksi bila tidak mendapatkan (narkoba), bisa sakau, menggigil, mual, dan terjadi perubahan perilaku," ungkapnya.
Astawa menyebutkan, mayoritas pengguna narkoba di Buleleng yang direhabilitasi berada di usia produktif, yakni usia 20 hingga 50 tahun. Sebagian besar berprofesi sebagai wirausaha, dan berjenis kelamin laki-laki. Rata-rata pengguna narkoba ini dibawa oleh keluarganya ke klinik untuk mendapatkan rehabilitasi.
"Untuk yang rawat jalan 3 bulan. Mereka datang ke klinik dan kami jadwalkan konseling individu setiap seminggu sekali atau dua kali. Sedangkan yang rawat inap bisa sampai 6 bulan. Mereka juga mendapatkan penanganan medis di sana," kata Astawa didampingi Kepala Seksi Rehabilitasi BNNK Buleleng, Ni Luh Sri Ekarini.
Pihaknya memastikan seluruh program rehabilitasi di BNNK gratis, termasuk jika pengguna narkoba harus dirujuk rawat inap. Namun, diakui AKBP Astawa, program rehabilitasi ini tidak menjamin pengguna untuk berhenti total mengonsumsi narkoba. Hal ini terbukti dari adanya dua orang yang pernah direhabilitasi namun kembali mengonsumsi narkoba.
"Pasca rehabilitasi ada pengawasan selama tiga bulan. Namun ada beberapa yang masih kembali menggunakan narkoba. Rehabilitasi ini akan berhasil apabila ada komitmen dari diri sendiri untuk stop mengonsumsi narkoba. Kemudian lingkungan yang bersangkutan juga harus mendukung. Jika di lingkungannya narkoba mudah didapatkan, pasti akan kembali mengonsumsi," imbuh dia.
Untuk menekan angka penyalahgunaan narkoba, pihaknya pun menekan agar desa membuat peraturan adat (pararem) serta peraturan desa (perdes). "Seperti di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, jika kedapatan memakai narkoba, pertama akan disanksi adat mecaru, kedua denda beras, dan terakhir dikeluarkan dari desa adat," ungkapnya.
Menurutnya, sanksi sosial ini mampu memberikan efek jera kepada pengguna narkoba. Terbukti, sepanjang 2021 dan 2022 sudah ada 57 warga yang melapor untuk rehabilitasi karena takut dikenakan sanksi adat. "Ada perubahan, pengguna narkoba menjadi sangat berkurang. Warga berani lapor diri karena juga malu kena sanksi sosial," tutup Astawa. *mz
Kepala BNNK Buleleng, AKBP I Gede Astawa, mengungkapkan, dari 60 pengguna narkoba di Buleleng yang direhabilitasi tahun ini, 10 orang di antaranya merupakan pengguna berat dan dirujuk rawat jalan. "Ada 9 orang kami rujuk rawat inap di Rehabilitasi Napza RSJ Bangli dan 1 orang di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor. Untuk sisanya rawat jalan," ujar Astawa, Kamis (29/9).
Selanjutnya 50 pengguna narkoba yang direhabilitasi rawat jalan di Klinik BNNK Buleleng, merupakan pengguna ringan. "Kategori pengguna ringan, mereka hanya untuk rekreasi dan tidak berusaha mencari (narkoba). Sedangkan kategori berat bisa dilihat dari reaksi bila tidak mendapatkan (narkoba), bisa sakau, menggigil, mual, dan terjadi perubahan perilaku," ungkapnya.
Astawa menyebutkan, mayoritas pengguna narkoba di Buleleng yang direhabilitasi berada di usia produktif, yakni usia 20 hingga 50 tahun. Sebagian besar berprofesi sebagai wirausaha, dan berjenis kelamin laki-laki. Rata-rata pengguna narkoba ini dibawa oleh keluarganya ke klinik untuk mendapatkan rehabilitasi.
"Untuk yang rawat jalan 3 bulan. Mereka datang ke klinik dan kami jadwalkan konseling individu setiap seminggu sekali atau dua kali. Sedangkan yang rawat inap bisa sampai 6 bulan. Mereka juga mendapatkan penanganan medis di sana," kata Astawa didampingi Kepala Seksi Rehabilitasi BNNK Buleleng, Ni Luh Sri Ekarini.
Pihaknya memastikan seluruh program rehabilitasi di BNNK gratis, termasuk jika pengguna narkoba harus dirujuk rawat inap. Namun, diakui AKBP Astawa, program rehabilitasi ini tidak menjamin pengguna untuk berhenti total mengonsumsi narkoba. Hal ini terbukti dari adanya dua orang yang pernah direhabilitasi namun kembali mengonsumsi narkoba.
"Pasca rehabilitasi ada pengawasan selama tiga bulan. Namun ada beberapa yang masih kembali menggunakan narkoba. Rehabilitasi ini akan berhasil apabila ada komitmen dari diri sendiri untuk stop mengonsumsi narkoba. Kemudian lingkungan yang bersangkutan juga harus mendukung. Jika di lingkungannya narkoba mudah didapatkan, pasti akan kembali mengonsumsi," imbuh dia.
Untuk menekan angka penyalahgunaan narkoba, pihaknya pun menekan agar desa membuat peraturan adat (pararem) serta peraturan desa (perdes). "Seperti di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, jika kedapatan memakai narkoba, pertama akan disanksi adat mecaru, kedua denda beras, dan terakhir dikeluarkan dari desa adat," ungkapnya.
Menurutnya, sanksi sosial ini mampu memberikan efek jera kepada pengguna narkoba. Terbukti, sepanjang 2021 dan 2022 sudah ada 57 warga yang melapor untuk rehabilitasi karena takut dikenakan sanksi adat. "Ada perubahan, pengguna narkoba menjadi sangat berkurang. Warga berani lapor diri karena juga malu kena sanksi sosial," tutup Astawa. *mz
Komentar