Pembukaan Festival Semarapura III 2017 Ditandai Atrasi Rejang Renteng 1.000 Penari
Pembukaan Festival Semarapura III 2017 bertepatan dengan peringatan HUT ke-109 Puputan Klungkung dan HUT ke-25 Kota Semarapura, Jumat (28/4), ditandai atraksi kolosal Tari Rejang Renteng 1.000 Penari.
SEMARAPURA, NusaBali
Atraksi Rejang Renteng 1.000 Penari berdurasi 15 menit ini digelar di Catus Pata (Perempatan Agung) Kota Semarapura, sejak pukul 18.20 hingga 18.35 Wita.
Para penari Rejang Renteng berjumlah 1.000 orang itu melibatkan ibu-ibu dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkab Klungkung, kalangan guru, dan masyarakat. Saat pentas kemarin petang, mereka mengenakan busana khas Tari Rejang Renteng, yakni kebaya warna putih, kamben (kain) warna kuning, selendang kuning, dan bersanggul.
Atrakisi kolosal Tari Rejang Renteng 1.000 Penari kemarin petang mengundang decak kagum ribuan warga yang menyaksikannya. Termasuk di antaranya para pejabat yang hadir, seperti Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata Prof Dr Ir I Gede Pitana (yang sekaligus membuka Festival Semarapura III), Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, hingga Ketua DPRD Klungkung I Wayan Baru.
Pantauan NusaBali, 1.000 penari Rejang Renteng awalnya masuk ke arena pentas di Catus Pata Kota Semarapura dari empat penjuru arah: utara, timur, selatan, dan barat. Walhasil, mereka membentuk formasi tapak dara sebagai titik pusat di Catus Pata Kota Semarapura.
Memasuki menit-menit terakhir jelas pentas usai, puluhan penari yang berada di garis depan melakukan gerakan murwa daksina (memutar sebanyak 3 kali) di Catus Pata Kota Semarapura, dengan saling memegang selendang satu sama lain, hingga membentuk sebuah lingkaran. Kemudian, mereka kembali ke tempat masing-masing, sebelum membubarkan diri.
Ketua Listibiya Klungkung, Dewa Gede Alit Saputra, Tari Rejang Renteng dipilih sebagai ikon tarian massal, karena beberapa pertimbangan. Salah satunya, Tari Rejang Renteng merupakan tarian khas kawasan seberang Nusa Penida. Selain itu, gerakan dan pakaian Tari Rejang Renteng juga cukup sederhana, sehingga cukup mudah dipelajari ketika harus pentas melibatkan banyak penari.
Menurut Dewa Alit Saputra, awalnya ditarget hanya 800 penari yang ikut atraksi kolosal Tari Rejang Renteng. Namun, pesertanya justru membludak menjadi 998 peserta. Bahkan, saat hari H kemarin, jumlah penarinya bertambah menjadi 1.000 penari. “Tari Rejang Renteng ini merupakma tarian persembahan. Dalam gerakannya tidak memakai seledet, sebagai simbolik kealamian,” ujar Alit Saputra kepada NusaBali.
Alit Saputra memaparkan, Tari Rejang Renteng khas Nusa Penida ini sempat nyaris punah. Kemudian, tim kesenian dari Provinsi Bali berhasil merekonstruksi Tari Rejang Renteng ini tahun 1990-an, hingga akhirnya bisa eksis sampai sekarang. Secara simbolik, tarian ini memegang selendang saling sambung-menyambuang satu sama lain, kemudian melakukan gerakan murwa daksina.
“Itu sebagai simbol persembahan terhadap turunnya para Dewa,” jelas Alit Saputra, sembari menyebut gagasan untuk mementaskan atraksi kolisal Tari Rejang Renteng 1.000 Penari tercetus setelah Listibiya menggelar workshop kesenian, beberapa waktu lalu. Kemudian, 6 pengurus Listibya mengawali latihan tari Rejang Renteng, yang diiringi tabuh dari sekaa gong dari Listibya pula. “Kita awalnya berencana tampilkan 2.017 penari. Namun, karena tempatnya tidak memungkinkan, akhirnya jumlah penari diciutkan,” kenang Alit Saputra.
Sementara itu, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta menyatakan kegiatan Festival Semarapura III yang pembhukaannya ditandai atraksi kolosal Tari Rejang Renteng 1.000 Penari ini digeloar dengan tujuani untuk mempormosikan seluruh potensi Klungkung. Alasannya, sehebat apa pun potensi itu, jika tidak dilakukan promosi, tidak akan optimal. “Kegiatan ini hampir 75 persen meanampilkan kebudayaan dari Kabupaten Klungkung,” ujar Bupati Suwirta sembari berharap, ke depannya Klungkung terus maju dan berkembang dengan spirit Gema Santi (Gerakan Masyarakat Santun dan Inovatif). * wa
Atraksi Rejang Renteng 1.000 Penari berdurasi 15 menit ini digelar di Catus Pata (Perempatan Agung) Kota Semarapura, sejak pukul 18.20 hingga 18.35 Wita.
Para penari Rejang Renteng berjumlah 1.000 orang itu melibatkan ibu-ibu dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkab Klungkung, kalangan guru, dan masyarakat. Saat pentas kemarin petang, mereka mengenakan busana khas Tari Rejang Renteng, yakni kebaya warna putih, kamben (kain) warna kuning, selendang kuning, dan bersanggul.
Atrakisi kolosal Tari Rejang Renteng 1.000 Penari kemarin petang mengundang decak kagum ribuan warga yang menyaksikannya. Termasuk di antaranya para pejabat yang hadir, seperti Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata Prof Dr Ir I Gede Pitana (yang sekaligus membuka Festival Semarapura III), Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, hingga Ketua DPRD Klungkung I Wayan Baru.
Pantauan NusaBali, 1.000 penari Rejang Renteng awalnya masuk ke arena pentas di Catus Pata Kota Semarapura dari empat penjuru arah: utara, timur, selatan, dan barat. Walhasil, mereka membentuk formasi tapak dara sebagai titik pusat di Catus Pata Kota Semarapura.
Memasuki menit-menit terakhir jelas pentas usai, puluhan penari yang berada di garis depan melakukan gerakan murwa daksina (memutar sebanyak 3 kali) di Catus Pata Kota Semarapura, dengan saling memegang selendang satu sama lain, hingga membentuk sebuah lingkaran. Kemudian, mereka kembali ke tempat masing-masing, sebelum membubarkan diri.
Ketua Listibiya Klungkung, Dewa Gede Alit Saputra, Tari Rejang Renteng dipilih sebagai ikon tarian massal, karena beberapa pertimbangan. Salah satunya, Tari Rejang Renteng merupakan tarian khas kawasan seberang Nusa Penida. Selain itu, gerakan dan pakaian Tari Rejang Renteng juga cukup sederhana, sehingga cukup mudah dipelajari ketika harus pentas melibatkan banyak penari.
Menurut Dewa Alit Saputra, awalnya ditarget hanya 800 penari yang ikut atraksi kolosal Tari Rejang Renteng. Namun, pesertanya justru membludak menjadi 998 peserta. Bahkan, saat hari H kemarin, jumlah penarinya bertambah menjadi 1.000 penari. “Tari Rejang Renteng ini merupakma tarian persembahan. Dalam gerakannya tidak memakai seledet, sebagai simbolik kealamian,” ujar Alit Saputra kepada NusaBali.
Alit Saputra memaparkan, Tari Rejang Renteng khas Nusa Penida ini sempat nyaris punah. Kemudian, tim kesenian dari Provinsi Bali berhasil merekonstruksi Tari Rejang Renteng ini tahun 1990-an, hingga akhirnya bisa eksis sampai sekarang. Secara simbolik, tarian ini memegang selendang saling sambung-menyambuang satu sama lain, kemudian melakukan gerakan murwa daksina.
“Itu sebagai simbol persembahan terhadap turunnya para Dewa,” jelas Alit Saputra, sembari menyebut gagasan untuk mementaskan atraksi kolisal Tari Rejang Renteng 1.000 Penari tercetus setelah Listibiya menggelar workshop kesenian, beberapa waktu lalu. Kemudian, 6 pengurus Listibya mengawali latihan tari Rejang Renteng, yang diiringi tabuh dari sekaa gong dari Listibya pula. “Kita awalnya berencana tampilkan 2.017 penari. Namun, karena tempatnya tidak memungkinkan, akhirnya jumlah penari diciutkan,” kenang Alit Saputra.
Sementara itu, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta menyatakan kegiatan Festival Semarapura III yang pembhukaannya ditandai atraksi kolosal Tari Rejang Renteng 1.000 Penari ini digeloar dengan tujuani untuk mempormosikan seluruh potensi Klungkung. Alasannya, sehebat apa pun potensi itu, jika tidak dilakukan promosi, tidak akan optimal. “Kegiatan ini hampir 75 persen meanampilkan kebudayaan dari Kabupaten Klungkung,” ujar Bupati Suwirta sembari berharap, ke depannya Klungkung terus maju dan berkembang dengan spirit Gema Santi (Gerakan Masyarakat Santun dan Inovatif). * wa
1
Komentar