Remaja Cudamani Pukau Sayan Rumaket dengan Tajen dan Body Music
Sanggar Seni Cudamani
Remaja Cudamani
Seni Pertunjukan
Tajen
Body Music
Sayan Rumaket
Desa Sayan
Taman Baca Ubud
Dewa Putu Berata
GIANYAR, NusaBali.com – Generasi Remaja Sanggar Seni Cudamani dari Banjar Pengosekan, Desa Mas, Ubud berhasil memukau pengunjung acara Sayan Rumaket dengan dua komposisi musik yang unik yakni Tajen dan Body Music.
Kelompok musisi remaja yang terdiri dari 20 orang ini diberikan kehormatan untuk menampilkan pertunjukan pembuka dan penutup serangkaian pembukaan acara Sayan Rumaket di Taman Baca Ubud, Banjar Penestanan Kaja, Desa Sayan, Sabtu (8/10/2022) sore. Meski sempat diguyur hujan, penampilan mereka mampu mengalahkan keriuhan rintik air dari angkasa.
Menariknya kesenian yang ditampilkan adalah komposisi musik yang tidak biasa ditampilkan pada acara semacam festival desa kreatif seperti ini. Di mana terdapat visualisasi kegiatan tradisi sambung ayam yang dikemas secara artistik dan sangat musikal. Selain itu, ditampilkan pula pengembangan Tari Cak yang disebut Body Music.
Untuk membawakan komposisi kedua karya garapan ini, para musisi usia SMA dan mahasiswa ini bertelanjang dada dengan memakai kamben berwarna gelap dan kampuh poleng, tidak lupa dengan destar yang diikat bergaya jadul.
Garapan pertama yang ditampilkan oleh remaja Cudamani ini adalah Tajen. Seperti namanya, segala elemen dalam pertunjukan komposisi ini dibuat vibrasinya seperti saat sedang di acara sabung ayam. Yang paling mencolok adalah instrumen ceng-ceng yang pegangannya dihias dengan bulu ekor ayam jantan. Ini sebagai simbolisasi ayam petarung yang sedang dielus ekornya.
“Tajen ini bisa dibilang garapan modern yang terinspirasi dari tradisi sabung ayam di Bali. Komposisi Tajen ini digarap pada tahun 2002 oleh komposer I Made Karmawan untuk tugas akhir pendidikannya di ISI Denpasar,” terang Koordinator Remaja Cudamani, Arya Bisma, 23, ketika ditemui usai pertunjukan.
Di awal alur pertunjukan, 9 orang penabuh memulai dengan tabuhan ritmis sebagai intro. Instrumen musik yang digunakan adalah reong, gong yang ditidurkan agar getaran suaranya lebih pendek, kempur, klenang, kajar teng-teng, kajar, ceng-ceng kobyak, dan tawa-tawa.
“Ada pukulan ceng-ceng seperti ‘tek, tek, tek, teng!’ itu adalah representasi dari gerak-gerik ayam yang sedang mencari makan mengeluarkan suara ‘kok, kok, kok, kok!’ seperti itu,” jelas Arya Bisma.
Representasi suara ayam yang mengikuti setelah intro ini mengudang 8 orang yang berperan sebagai peserta tajen untuk datang mendekat. Arah datang dari peran tambahan ini adalah dari depan panggung atau dari belakang penonton sembari mengucapkan dialog ala peserta tajen yang sedang berdatangan, “Alih, alih siape” (cari ayamnya). Posisi masuk ini pun mengalihkan perhatian penonton ke arah peserta tajen itu.
Dari segi verbal yang digunakan pun mengikuti sebagaimana dalam tajen. Kata-kata yang diucapkan berulang seperti cak, ijo, sal, dan pang pun terdengar dari ucap-ucapan para pelakon pertunjukan. Verbal ini dikeluarkan dan membuat suasana riuh ketika ada aba-aba dari Saya (hakim tajen) yang berposisi di tengah dan menabuh kajar untuk melepaskan ayam pertarung.
Verbal tersebut biasanya diikuti ekspresi wajah ceria karena kemenangan ayam jagoan mereka. Ada juga ekspresi yang sebaliknya yakni wajah muram karena taruhan mereka kalah.
“Keriuhan dan keseruan tajen inilah yang diolah oleh komposer ke dalam jalinan-jalinan yang akhirnya membentuk sebuah komposisi yang terinspirasi dari tajen itu sendiri,” tutur lulusan Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar ini.
Pada pertunjukan ini diperlihatkan pula peragaan penggunaan uang. Dalam garapan aslinya, uang yang digunakan adalah uang kepeng yang merujuk kepada situasi dan kondisi di mana sabung ayam ini menjadi tradisi pada suatu waktu di masa lalu.
“Latihannya kami di bawah pelatihan musisi pertama di sanggar yang mengusai garapan ini. Kemudian setelah 50 persen, penciptanya langsung kami undang untuk memberikan masukan,” ujar pemuda asal Desa Pujung, Kecamatan Tegallalang, Gianyar.
Menurut Arya Bisma selaku Koordinator Remaja Cudamani, komposisi garapan Tajen ini lebih didominasi elemen pendramaan melalui peran peramai dan verbal serta gerakan mengimitasi tingkah polah orang dalam tajen daripada musikalnya.
Pertunjukan remaja Cudamani menampilkan garapan Tajen ini, kata Arya Bisma, baru yang kedua kali. Sedangkah penampilan pertama dibawakan pada acara Cudamani Festival pada 24 Juli 2022 di Museum Puri Lukisan Ubud.
Sementara sebagai penampilan penutup dirasa cukup spesial lantaran membawakan komposisi hasil garapan dewan pengarah Sanggar Seni Cudamani I Dewa Putu Berata, yakni Body Music. Garapan ini merupakan pengembangan Tari Cak yang hanya menggunakan vokal saja, sedangkan Body Music ini juga memanfaatkan bagian-bagian tubuh untuk menghasilkan suara.
“Body Music memanfaatkan tepukan tangan, suara dada, suara paha, dan lain sebagainya itu kami manfaatkan,” terang Arya Bisma.
Di awal alur pertunjukan, Body Music ini sekilas seperti Tari Tap karena memanfaatkan sentakan kaki untuk menghasilkan suara yang ritmis. Kata Arya Bisma, Body Music ini dari segi penceritaan terinspirasi dari hiruk-pikuk orang-orang yang sedang latihan di sanggar, di mana ada vibrasi keceriaan, keseriusan, bercanda, dan elemen lain.
“Pertama itu serius dengan ritme permainan yang harus pas dengan apa yang dikomposisikan. Bagian berikutnya ada yang seolah-olah bercanda namun dari segi musiknya masih tertata,” jelas pemuda kelahiran 23 tahun silam ini.
Dalam pertunjukan garapan kedua di pembukaan Sayan Rumaket ini, sekira 19 orang meramaikan panggung mini bernuansa kayu dan bambu tersebut.
Selama menjadi bagian dari Sanggar Seni Cudamani, grup remaja ini sudah pernah melanglang buana mengikuti sang pengarah yang juga pernah menjadi pendidik di University of California, Los Angeles. Selain urusan bisnis dalam dan luar negeri, grup remaja ini pun masih aktif ngayah di pura-pura untuk menjalankan kewajiban sebagai krama Hindu. *rat
Komentar