TPST Mengwitani Siapkan Teknologi RDF
MANGUPURA, NusaBali
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung memacu penyelesaian pembangunan mesin pengolahan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mengwitani, Kecamatan Mengwi, sebelum pelaksanaan KTT G20.
Saat ini sedang dirakit mesin pengolah sampah, dimana sampah akan diolah menjadi RDF (Refuse Derived Fuel). Kepala DLHK Badung, I Wayan Puja mengatakan, teknologi RDF dapat mengolah seluruh sampah khususnya anorganik termasuk sampah residu, menjadi berbentuk pelet yang bisa dijadikan bahan bakar seperti batu bara. Kata Puja, semua jenis sampah mulai dari plastik, pampers, pecahan kaca, nantinya bisa diubah menjadi RDF.
Karena itu, pihaknya mengebut penyelesaian pengolahan sampah tersebut. Apalagi penutupan secara total Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung dan KTT G20 sudah di depan mata. "Saat ini kita mendorong agar penyelesaian pembangunan mesin pengolahan sampah menjadi RDF di TPST Mengwitani bisa dipercepat," ungkapnya, Kamis (13/10).
Puja menambahkan, pengolahan sampah di TPST Mengwitani nantinya dengan pihak ketiga. Seperti diberitakan sebelumnya, penanganan sampah di TPST Mengwitani diambil alih oleh PT Reciki Mantap Jaya (Remaja). Menurut Puja, kerjasama dengan pihak ketiga justru lebih menguntungkan. "Kita membayar Rp 100 ribu per ton. Sedangkan untuk peralatan, operasional dan perawatan menjadi tanggungjawab rekanan. Mereka juga harus membayar sewa lahan, jika menggunakan tanah pemerintah," ucapnya.
Lebih lanjut dijelaskan, setelah seluruh mesin siap dioperasikan, kapasitas pengolahan sampah di TPST Mengwitani akan menjadi 300 ton per hari. Kemudian di TPST Jimbaran sebanyak 50 ton per hari. Sementara n volume sampah per harinya di Badung sebesar 400 ton. "Sisa 50 ton yang belum bisa terolah inilah kami harapkan bisa ditangani oleh TPS3R yang ada di desa," bebernya. Saat ini di Badung sudah ada sebanyak 34 TPS3R, dan rencananya akan dibangun lagi sebanyak 16 TPS3R.
Puja melanjutkan, selain TPST Mengwitani dan TPST di Jimbaran, tahun 2023 pihaknya berencana menambah satu TPST yang berlokasi di Sangeh. "Saat ini sedang dalam proses, termasuk permohonan penggunaan tanah sekitar 1,5 ha milik Pemprov Bali," imbuhnya.
Di sisi lain pihaknya tetap mengedukasi masyarakat untuk memperhatikan sampah yang dihasilkan sendiri. Puja mengharapkan kesadaran masyakat untuk memilah sampah mulai dari tingkat rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. “Sampah organik kalau di desa, yang masih memiliki teba atau kebun bisa langsung dibuang ke sana untuk dijadikan pupuk. Sedangkan sampah anorganik baru diolah di TPS," pungkasnya. *ind
Karena itu, pihaknya mengebut penyelesaian pengolahan sampah tersebut. Apalagi penutupan secara total Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung dan KTT G20 sudah di depan mata. "Saat ini kita mendorong agar penyelesaian pembangunan mesin pengolahan sampah menjadi RDF di TPST Mengwitani bisa dipercepat," ungkapnya, Kamis (13/10).
Puja menambahkan, pengolahan sampah di TPST Mengwitani nantinya dengan pihak ketiga. Seperti diberitakan sebelumnya, penanganan sampah di TPST Mengwitani diambil alih oleh PT Reciki Mantap Jaya (Remaja). Menurut Puja, kerjasama dengan pihak ketiga justru lebih menguntungkan. "Kita membayar Rp 100 ribu per ton. Sedangkan untuk peralatan, operasional dan perawatan menjadi tanggungjawab rekanan. Mereka juga harus membayar sewa lahan, jika menggunakan tanah pemerintah," ucapnya.
Lebih lanjut dijelaskan, setelah seluruh mesin siap dioperasikan, kapasitas pengolahan sampah di TPST Mengwitani akan menjadi 300 ton per hari. Kemudian di TPST Jimbaran sebanyak 50 ton per hari. Sementara n volume sampah per harinya di Badung sebesar 400 ton. "Sisa 50 ton yang belum bisa terolah inilah kami harapkan bisa ditangani oleh TPS3R yang ada di desa," bebernya. Saat ini di Badung sudah ada sebanyak 34 TPS3R, dan rencananya akan dibangun lagi sebanyak 16 TPS3R.
Puja melanjutkan, selain TPST Mengwitani dan TPST di Jimbaran, tahun 2023 pihaknya berencana menambah satu TPST yang berlokasi di Sangeh. "Saat ini sedang dalam proses, termasuk permohonan penggunaan tanah sekitar 1,5 ha milik Pemprov Bali," imbuhnya.
Di sisi lain pihaknya tetap mengedukasi masyarakat untuk memperhatikan sampah yang dihasilkan sendiri. Puja mengharapkan kesadaran masyakat untuk memilah sampah mulai dari tingkat rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. “Sampah organik kalau di desa, yang masih memiliki teba atau kebun bisa langsung dibuang ke sana untuk dijadikan pupuk. Sedangkan sampah anorganik baru diolah di TPS," pungkasnya. *ind
1
Komentar