Perjalanan Sastra Panji Tisna Jadi Literaly Tourism
DENPASAR, NusaBali
Sastrawan Bali Anak Agung Panji Tisna punya riwayat kesusastraan yang menarik untuk diikuti oleh setiap generasi.
Lahir dan besar di Buleleng, jejak-jejak hidupnya bisa ditelusuri untuk mengambil spirit hidup yang dimiliki salah satu sastrawan angkatan pujangga baru Indonesia ini. Dari sana ternyata banyak hal telah dilakukan Panji Tisna selama hidup. Tidak hanya menghasilkan karya-karya sastra berpengaruh, Panji Tisna juga berperan mengembangkan pariwisata di bumi utara Pulau Dewatan itu.
Kawasan wisata Lovina yang ada saat ini misalnya berawal dari Panji Tisna yang membangun sebuah penginapan dan restoran bernama Puri Tasik Madu di wilayah Desa Kaliasem yang dahulu bernama Tukad Cebol. Nama Lovina sendiri konon diberikan oleh Panji Tisna yang merupakan akronim dari 'Love Indonesia'.
"Panji Tisna sebenarnya memiliki sesuatu yang dilupakan oleh kita bersama di tengah euforia pariwisata Bali yang sangat mengutamakan alam dan budaya," ungkap akademisi Jurusan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Pendidikan Ganesha Dr I Wayan Artika ketika mengisi acara Pergelaran/Adilango 'Tribute to Maestro Panji Tisna' serangkaian Festival Seni Bali Jani IV Tahun 2022 di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis (13/10).
Artika mengatakan dirinya sudah dua tahun belakangan intens meneliti sosok penulis novel 'Sukreni Gadis Bali' yang lahir pada 1908. Hingga saat ini berhasil mendirikan museum kecil (little museum) Panji Tisna di Hotel Puri Manggala sebagai titik nol kawasan wisata Lovina. "Di situlah cikal bakal awalnya beliau meninggalkan puri karena ingin hidup di tengah-tengah masyarakat berkebun jeruk dan membangun pariwisata setelah kunjungan beliau dari India," kata Artika.
Kata dia, peran Panji Tisna bukan hanya merintis Lovina. Di bidang pendidikan sosok Panji Tisna ikut mendirikan Perguruan Bhaktiyasa. Pun bioskop Mudarya Theater yang pernah hadir menghibur masyarakat Buleleng tidak lepas dari andil sastrawan yang wafat pada tahun 1978. "Jadi ada sisi yang dilupakan sebenarnya terutama dimensi di luar sastra," tegas Artika.
Dia menilai Panji Tisna sebagai sastrawan berreputasi sebagai orang Bali pertama yang dicatat dalam kesusastraan Indonesia. Artika pun saat ini sedang mengembangkan literaly tourism (wisata sastra) berbasis perjalanan hidup sastrawan Panji Tisna. Konsep literay tourism ini, sebutnya, adalah kunjungan wisata yang mengaitkan dengan karya sastra. Wisata ini akan dilengkapi dengan literaly tour (perjalanan sastra) mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang pernah 'disinggahi' Panji Tisna selama perjalanan hidupnya. "Sehingga Bali atau Buleleng tidak hanya punya pariwisata budaya tidak hanya pariwisata alam, tetapi punya literaly tourism seperti negara-negara di dunia," tutur Artika.
Menurutnya, kehadiran seorang sastrawan merupakan suatu keberuntungan bagi suatu daerah. Generasi selanjutnya, kata dia, hanya perlu mengembangkannnya menjadi suatu destinasi baru.
Perjalanan literaly tourism nantinya mengunjungi Lovina yang banyak meninggalkan jejak peran Panji Tisna. Selain menyaksikan lumba-lumba wisatawan bisa disuguhkan alternatif mengunjungi titik nol Lovina tempat Panji Tisna memulai kawasan wisata tersebut, sambil juga menyusuri salah satu jalan setempat yang diberi nama Panji Tisna.
Di bagian barat Lovina juga ada satu desa yang digambarkan secara nyata oleh Panji Tisna pada novel Sukreni Gadis Bali, yaitu Desa Bingin Banjar. Desa tersebut masih ada sampai sekarang dan akan dijadikan salah satu destinasi wisata literaly tourism.
Selanjutnya, ada pula Bukit Seraya Nadi yang merupakan sebuah bukit perkebunan jeruk berada di sebelah selatan Lovina. Tempat ini juga merupakan lokasi dibangunnya gereja dan makam Panji Tisna yang diketahui beralih memeluk agama Kristen. "Jadi dari konsep literaly tourism, Buleleng, Singaraja, Panji Tisna, lengkap sebenarnya memenuhi kriteria. Ada rumahnya Puri Buleleng, ada jejak ekonominya membangun Lovina, ada gereja, ada makam, dan ada Jalan Panji Tisna," beber Artika.
Konsep literaly tourism yang diajukan Artika mendapat dukungan dari penggagas Festival Seni Bali Jani Putri Suastini Koster yang ikut menyaksikan acara Pergelaran/Adilango
'Tribute to Maestro Panji Tisna'. Dia pun mengingatkan agar literaly tourism nantinya lebih didasarkan pada apresiasi kita kepada sosok Panji Tisna bukan dengan motivasi mendatangkan wisatawan. "Jangan berpikir ketika melakukan sesuatu ini untuk destinasi pariwisata, seakan-akan apa yang kita lakukan untuk Panji Tisna untuk jualan pariwisata. Kita tidak mengemas sesuatu untuk pariwisata tapi kita melakukan sesuatu hingga wisatawan datang. Seperti yang dilakukan lelangit kita dulu mereka asyik berkesenian untuk tanah Bali, untuk leluhur, orang kemudian tertarik," pesan istri orang nomor satu di Bali.
Perempuan yang akrab disapa Bunda Putri juga menyebut Panji Tisna tidak pernah dilupakan, melainkan karya-karya Panji Tisna tidak dibicarakan, tidak disampaikan kepada generasi saat ini.
Selain dialog, Pergelaran/Adilango 'Tribute to Maestro Panji Tisna' juga mempertontonkan tarian dan teatrikal puisi yang menjadi sebuah respons kepada karya-karya novel Panji Tisna. Pertunjukan teatrikal puisi mengangkat kepedihan tokoh Sukreni pada novel 'Sukreni Gadis Bali' dari arogansi dan nafsu serakah tokoh I Gusti Made Tusan.
Sang Sutradara Gde Artawan mengungkapkan melalui garapannya ia berharap generasi saat ini bisa mengapresiasi dan sadar untuk mengambil spirit hidup dari Panji Tisna. "Anak-anak muda mari berkarya kita sudah punya mutiara dari Bali berkibar 1930an, sekarang mari kita warisi jejaknya spirit berkaryanya kemudian kualitas karyanya," ajak guru besar Undiksha ini. *cr78
1
Komentar