RI Masih Perlu Waspadai Risiko Inflasi
JAKARTA, NusaBali
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia masih perlu mewaspadai risiko kenaikan inflasi.
Hal ini mengingat dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap tarif angkutan masih akan berlanjut.
"Indonesia masih harus mewaspadai risiko inflasi," ujarnya dalam Webinar 100 Tahun Eka Tjipta Widjaja Forum Dialog: Economic Outlook 2023, seperti dilansir kompas.com, Senin (17/10).
Ia mengatakan, pada September 2022 laju inflasi Indonesia tercatat sebesar 5,95 persen secara tahunan (year on year/yoy). Utamanya disumbang oleh kenaikan harga BBM dan kenaikan tarif angkutan.
Namun, laju inflasi pada bulan lalu tertahan karena adanya penurunan harga pada sejumlah komoditas hortikultura, utamanya bawang merah dan aneka cabai.
"Untuk beras memang mengalami kenaikan di September, walaupun andil inflasinya mendekai nol persen, namun sedikit naik 0,04 persen," jelas Airlangga.
Melalui paparannya, dijelaskan bahwa inflasi September 2022 didorong oleh komponenan harga yang diatur pemerintah atau administered price (AP) dengan andil 1,11 persen secara bulanan (month to month/mtm) atau 2,35 persen (yoy) terhadap inflasi nasional.
Kenaikan inflasi administered price itu terutama disumbang kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar yang mulai berlaku 3 September 2022. Rinciannya, secara tahunan bensin memiliki andil inflasi 1,13 persen dan solar andilnya 0,04 persen.
Seiring dengan kenaikan BBM, tarif angkutan kota memiliki andil inflasi 0,10 persen, tarif angkutan antar kota 0,03 persen, tarif kendaraan roda dua online 0,03 persen, serta tarif kendaraan roda empat online dengan andil 0,02 persen.
Airlangga mengatakan, upaya pengendalian inflasi juga dilakukan dari sisi moneter oleh Bank Indonesia dengan kenaikan suku bunga acuan 75 basis poin. Menurutnya, koordinasi yang baik antara pemerintah dan BI telah membuat laju inflasi cukup terkendali di 5,95 persen. "Sehingga inflasi nasional mampu terjaga secara moderat pada angka 5,95 persen pada bulan September," ucapnya. *
Ia mengatakan, pada September 2022 laju inflasi Indonesia tercatat sebesar 5,95 persen secara tahunan (year on year/yoy). Utamanya disumbang oleh kenaikan harga BBM dan kenaikan tarif angkutan.
Namun, laju inflasi pada bulan lalu tertahan karena adanya penurunan harga pada sejumlah komoditas hortikultura, utamanya bawang merah dan aneka cabai.
"Untuk beras memang mengalami kenaikan di September, walaupun andil inflasinya mendekai nol persen, namun sedikit naik 0,04 persen," jelas Airlangga.
Melalui paparannya, dijelaskan bahwa inflasi September 2022 didorong oleh komponenan harga yang diatur pemerintah atau administered price (AP) dengan andil 1,11 persen secara bulanan (month to month/mtm) atau 2,35 persen (yoy) terhadap inflasi nasional.
Kenaikan inflasi administered price itu terutama disumbang kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar yang mulai berlaku 3 September 2022. Rinciannya, secara tahunan bensin memiliki andil inflasi 1,13 persen dan solar andilnya 0,04 persen.
Seiring dengan kenaikan BBM, tarif angkutan kota memiliki andil inflasi 0,10 persen, tarif angkutan antar kota 0,03 persen, tarif kendaraan roda dua online 0,03 persen, serta tarif kendaraan roda empat online dengan andil 0,02 persen.
Airlangga mengatakan, upaya pengendalian inflasi juga dilakukan dari sisi moneter oleh Bank Indonesia dengan kenaikan suku bunga acuan 75 basis poin. Menurutnya, koordinasi yang baik antara pemerintah dan BI telah membuat laju inflasi cukup terkendali di 5,95 persen. "Sehingga inflasi nasional mampu terjaga secara moderat pada angka 5,95 persen pada bulan September," ucapnya. *
Komentar