Gerakan Seribu Tangan Palsu, Bantu Penyandang Disabilitas di Bali
DENPASAR, NusaBali.com – Gerakan Seribu Tangan Palsu yang merupakan inovasi dari ITS Surabaya menyasar Pulau Dewata untuk membantu para disabilitas keterbatasan pada tangan.
Program Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Prioritas ITS ini menggagas pembentukan ekosistem masyarakat yang ramah terhadap sahabat difabel melalui Gerakan Seribu Tangan Palsu.
“Gerakan Seribu Tangan Palsu ini merupakan sebuah ikhtiar yang diprakarsai bersama-sama oleh dosen ITS dengan memperhatikan perkembangan inovasi khusus difabel,” kata Ketua Pelaksana Abmas Prioritas ITS Djoko Kuswanto ST MBiotech.
Adapun Bali dipilih karena menjadi daya tarik masyarakat dunia. Selanjutnya untuk pelaksanaannya, ITS bekerjasama dengan perguruan tinggi di Pulau Dewata.
“Kami sendiri memang memilih Denpasar dan diawal kami mengajak ITB STIKOM Bali untuk berkolaborasi,” ujar Djoko Kuswanto saat berada di Pusat Layanan Disabilitas Dinas Sosial Kota Denpasar, Dauh Puri Kaja, Denpasar Utara, Rabu (19/10/2022) siang.
Djoko Kuswanto mengungkapkan Gerakan Seribu Tangan Palsu ini ia bangun sejak 2016. Gerakan ini dicetuskan karena keinginannya untuk membagikan ilmu yang bisa berguna bagi masyarakat secara nyata, bukan hanya teknologi, tetapi bagaimana bisa tepat guna dan bisa dipakai oleh masyarakat.
“Kegiatan yang saya usulkan ini sudah diawali dengan riset-riset sejak tahun 2016. Gerakan Seribu Tangan Palsu ini adalah awalan dari sesuatu dimana kita ingin melibatkan semua lapisan masyarakat baik itu dari lembaga pemerintah, akademisi, swasta, hingga media agar semua dapat terlibat,” ujar Djoko Kuswanto.
Gerakan Seribu Tangan Palsu kali ini menghadirkan dua orang warga Denpasar sebagai percobaan untuk mengimplementasikan gerakan ini
Peserta tersebut adalah Luh Dessy Setyawati, 32, dan I Nyoman Sariana, 56. Mereka adalah seorang penyandang disabilitas karena kecelakaan kerja yang mengakibatkan kehilangan satu tangannya.
Bekerjasama dengan Dinas Sosial Kota Denpasar, gerakan ini mendapat dukungan penuh oleh Pemerintah Kota Denpasar.
Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar, I Gusti Ayu Laxmy Saraswaty mengatakan sepakat untuk membantu para disabilitas terutama yang mengalami cacat fisik.
“Kita sudah melihat senyum mereka yang luar biasa tadi. Artinya kita wujudkan ini sesegera mungkin sambil kita berkolaborasi dengan steakholder dan lembaga kesejahteraan lainnya. Tentu saja ini difasilitasi penuh oleh pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Sosial dan UPTD Pusat Pelayanan Disabilitas,” ujar I Gusti Ayu Laxmy Saraswaty.
Pertama, kedua peserta melakukan tahap awal yakni scan 3D bersama Evolusi 3D untuk mendapatkan hasil berupa ukuran yang lebih akurat ketimbang alat ukur secara manual dan selanjutnya dapat dibuatkan moock-up tangan palsu dengan printer 3D.
Perbedaannya dengan tangan palsu lainnya, tangan palsu yang dibuat oleh Gerakan Seribu Tangan Palsu ini biaya tidak jauh dengan cover biaya BPJS. Teknologi 3D yang dikembangkan pun menggunakan 3D screen agar dapat dicetak di tempat lain secara custome sesuai keinginan pasien.
“Namun ada kekurangan dalam menggunakan teknologi ini yakni pembuatannya belum ada di semua bagian di Indonesia. Maka itulah kami membuat Gerakan Seribu Tangan Palsu dimana itu akan menciptakan titik-titik baru dibanyak daerah dan akan kami latih para difabel untuk mendapat kesempatan yang sama,” ujar Djoko Kuswanto yang juga Dosen Desain Produk ITS.
Melalui slogan ‘I Can’t But We Can’ Djoko Kuswanto berharap gerakan ini menjadi sebuah kegiatan yang berkelanjutan dan memang bisa membantu banyak orang.
Selaras dengan hal tersebut, Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar, I Gusti Ayu Laxmy Saraswaty berharap gerakan ini harus sustainable dan tetap berlanjut.
“Semoga di tanggal 28 Oktober bisa terlaksana pemberian mookup kepada saudara Dessy dan Wayan. Sehingga mereka bisa bekerja lagi. Saya rasa Dessy dan Wayan bisa kita jadikan duta atau motivator nantinya untuk disabilitas lain yang mengalami hal yang sama,” harap I Gusti Ayu Laxmy Saraswaty.
“Perasaan ketika mendengar ada kegiatan ini senang dan bersemangat. Bahkan mereka bisa menyesuaikan bentuk tangan apa yang saya mau. Saya berterima kasih karena telah diberikan kesempatan ini,” ujar Luh Dessy Setyawati, 32, terharu.
Luh Dessy Setyawati berharap kepada masyarakat untuk tidak mendiskriminasi anak-anak penyandang disabilitas dan seluruh lapisan masyarakat bisa menerima bahkan merangkul.
Selaras dengan hal tersebut, I Nyoman Sariana, 56, mengungkapkan jika ia bersyukur dibantu dalam pembuatan tangan palsu.
“Jadi saya bisa lebih semangat lagi. Nantinya saya ingin teman-teman disabilitas tangan lainnya bisa mendapat bantuan seperti juga,” ujar I Nyoman Sariana.
Ke depan gerakan ini akan berorientasi output yakni pelatihan 3D modeling & printer 3D untuk SMK-SMK dengan target produksi tangan palsu yang langsung digunakan untuk sahabat difabel Bali, pelatihan 3D modeling untuk menghasilkan produk tangan palsu yang baru, sampai pada pendampingan sahabat difabel untuk bisa mandiri. *ris.
Komentar