‘Tegar’ Lahirkan Aktor Muda Penyandang Disabilitas, Beri Makna Inklusif yang Menyentuh
DENPASAR, NusaBali.com – Sebuah film yang mengangkat sosok anak berkebutuhan khusus, Tegar, 10, menjadi perbincangan penggemar layar lebar belakangan ini. Pasalnya film karya Sutradara Anggi Frisca bersama Aksi Bumi Langit membawa suasana baru dengan mengangkat sosok Tegar yang hanya memiliki satu kaki dan tidak punya kedua tangan.
Tegar atau bernama lengkap Muhammad Aldifi Tegarajasa, adalah disabilitas yang lahir di Bali, dan saat ini menetap di Bandung, Jawa Barat.
Pertemuan Anggi Frisca dengan Tegar awalnya hanya sebuah imajinasi seorang sutradara saja.
Berawal dari keresahannya ketika awal pandemi yang hanya terkurung di rumah, membuat Anggi Frisca merasa tidak tahu harus berbuat apa dan berpikir apa yang dirasakan oleh teman-teman penyandang disabilitas yang saat itu sedang hangat akan isu teman-teman disabilitas dipasung dan ada pula yang dibuang oleh orangtuanya.
Hal ini yang menyebabkan Anggi Frisca dengan visi Aksa Bumi Langit membawa film sebagai pembawa pesan dan menghasilkan konten yang mungkin bisa diterima oleh masyarakat.
“Sehingga saya kemas film ini dengan kesederhanaan hanya sebagai sebuah mimpi atau cita-cita Tegar yang sangat sederhana, yakni ingin bersekolah dan memiliki teman,” ujar Anggi Frisca saat Special Screenning Film Tegar, Selasa (19/10/2022) malam, di Level 21 XXI Denpasar.
Bergendre drama, Film Tegar juga dibintangi oleh aktor senior seperti Deddy Mizwar, M Adhiyat, Sha Ine Febriyanti, dan Joanita Chatarine tak menjadi penghalang bagi Tegar.
Proses pembuatan film ini dilakukan selama dua tahun, dimulai tepat akhir tahun 2020. Saat proses pembuatan skenario, Tegar diberikan juga pelatihan keaktoran selama 1,5 tahun.
“Jadi Tegar berlatih selama 3 bulan intens yakni 3 kali seminggu, sampai dia mulai mengenal keaktoran baru saya coba kasih skenarionya. Lumayan panjang proses mengajari Tegar untuk menjadi aktor. Karena Tegar juga punya mimpi untuk menjadi Youtuber. Maka pada akhirnya, Aksa Bumi Langit selain bikin film kita mencoba menjadi katalisator Tegar untuk bisa jadi aktor dan bisa mewujudkan mimpi-mimpinya yang sederhana,” kenang Anggi Frisca.
Beralih ke proses produksi, film Tegar melakukan syuting selama 16 hari di Bandung. Proses Tegar dalam berlatih menjadi seorang aktor pun patut diacungi jempol. Anggi Frisca mengatakan akting Tegar luar biasa untuk kelas pemain pendatang baru.
“Tegar ini punya bakat untuk bisa menjadi aktor, saya sangat senang sekali melihat aktingnya dia yang sangat natural. Jadi Tegar ini punya bakat,” ujar Anggi Frisca bangga.
Soal makna dari film Tegar, Produser Film Tegar, Chandra Sembiring mengatakan ingin menyampaikan pesan lewat film mengenai sudut pandang inklusi seorang Tegar.
Saat ini, memilih Bali sebagai lokasi pertama ‘Special Screenning Film Tegar’ karena Tegar sendiri lahir di Bali maka sangat menarik jika Film Tegar juga lahir di Bali. Selanjutnya, kegiatan serupa akan dilangsungkan di berbagai daerah lainnya seperti Bandung, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Tanggerang, Bogor, Bekasi, Semarang, Jogja, Malang, dan Surabaya.
“Untuk target penonton saya pasang target tinggi sekitar 3 juta penonton. Semakin banyak yang menonton maka semakin baik untuk kita menyebarkan pesan yang akan kita sampaikan di film,” ujar Produser Film Tegar, Chandra Sembiring.
Isak tangis penonton pun terdengar ketika film Tegar telah selesai ditayangkan. Salah satu penonton, Diah mengungkapkan jika ia merupakan sosok ibu dari anak berkebutuhan khusus yang mengidap lumpuh otak.
Melalui film Tegar, Diah menjelaskan jika dirinya mendapat banyak pembelajaran setelah ia menontonnya.
“Awalnya saya sempat seperti Ibu Tegar (di dalam film). Saat enam bulan pertama saya tidak berani untuk update di sosial media dan menjauh dari pertemanan saya yang sebelumnya karena malu dengan kondisi anak saya. Tetapi saya sudah ikhlas dan menerima takdir Allah, Alhamdulillah saat ini saya bangga dengan anak saya,” ujar Diah.
Karena seseorang terlahir berbeda, Kata Diah seseorang tersebut memiliki kekuatan yang berbeda pula yang lebih dari orang normal pada umumnya. Ia pun berharap, nanti anak kandungnya yang kini genap berumur 2 tahun dapat seperti Tegar.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar, I Gusti Ayu Laxmy Saraswaty mengungkapkan jika ia sangat takjub dengan Film Tegar.
“Dengan adanya film ini membuka bahwa orang-orang disabilitas itu lahirnya saja berbeda, tetapi haknya sama dan itu harus diketahui oleh orang-orang yang tidak disabilitas. Film ini mampu menginspirasi banyak orang,” ujar I Gusti Ayu Laxmy Saraswaty.
Dengan mata yang masih berkaca-kaca, Laxmy Saraswaty berharap kepada semua pihak untuk saling bergandengan.
“Tidak ada lagi keterbatasan. Walaupun ketika lahir mereka berbeda, walaupun dalam perjalanannya mereka berbeda, tetapi mereka sama. Mereka hidup di dunia yang sama, di matahari yang sama dan di sinar bulan yang sama. Jadi bagaimana rasa persaudaraan itu selalu ada,” harapnya.
Sementara itu salah seorang pegiat film, Dewi Pradewi menjelaskan dengan adanya film Tegar ini menjadi tonggak awal para filmmaker untuk memproduksi film yang mengangkat isu sosial.
“Kita gali lagi potensi hal-hal yang bisa mengedukasi masyarakat sekitar. Sehingga dengan adanya film ini menjadi momentum kita untuk menggeliatkan lagi para sutradara asal Bali dan Indonesia untuk menggarap film-film seperti ini,” ujar Sekretaris Komisi Film Bali, Dewi Pradewi.
Film Tegar dengan durasi 92 menit dijadwalkan akan tayang di seluruh bioskop Indonesia pada 24 November 2022 mendatang dan dapat ditonton oleh seluruh kalangan tanpa batasan umur.
Film ini mengisahkan tentang seorang anak berkebutuhan khusus yang tinggal bersama kakek dan ibunya. Ia ingin meraih mimpinya, salah satunya adalah bersekolah di sekolah umum. sayangnya hal itu justru membuatnya diolok-olok teman sebaya dan hidupnya makin berat setelah kakeknya meninggal dunia.
Film Produksi Aksa Bumi Langit dan Citra Sinema in tidak sebatas menghadirkan tontonan kehidupan para difabel, namun juga turut melibatkan teman-teman difabel secara langsung dalam proses produksinya.
Tegar digarap dengan prinsip SDG, yakni leave no one behind, yang maknanya berjalan bersama teman-teman disabilitas tanpa meninggalkan mereka di tengah kondisi yang dimiliki. *ris
Komentar