Sudikerta Diwinten Jadi Jero Mangku Gede Merajan
Sebut sebagai Proses Awal Sebelum Jadi Sulinggih
MANGUPURA, NusaBali
Mantan Wakil Gubernur Bali periode 2013–2018, I Ketut Sudikerta menjalani prosesi mawinten Saraswati Dasa Guna Gana Pati di Merajan Arya Wang Bang Pinatih (AWBP) Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, pada Hari Suci Saraswati yang jatuh pada Saniscara Umanis Watugunung, Sabtu (22/10).
Pawintenan ini menurut Sudikerta adalah langkah awal dirinya untuk ngayah secara niskala (mengawali langkah spiritual). Dari Jero Mangku Gede Merajan, Sudikerta dan istri nantinya akan menjadi sulinggih bergelar Ida Rsi Agung.
Pawintenan Sudikerta dipuput oleh Sulinggih Siwa Buda dan disaksikan oleh Ketua Pasametonan AWBP provinsi, kabupaten, dan Kecamatan Kuta Selatan. Selain itu, juga disaksikan Bendesa Adat Pecatu dan Kuta Selatan dan juga Mangku Kahyangan Tiga Desa Adat Pecatu.
Ketika ditemui NusaBali, Sudikerta yang kini resmi bergelar Jero Mangku Gede Merajan AWBP Pecatu tengah menyambut tamu undangan yang datang silih berganti. Para tamu tersebut diterima di Merajan AWBP Pecatu, lantaran Sudikerta beserta istrinya, Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini yang kini bergelar Jero Mangku Gede Istri, diwajibkan berpuasa dan berjaga di pura merajan selama 24 jam penuh hingga Minggu (23/10) pagi, hari ini.
Jero Mangku Sudikerta mengucap syukur lantaran dirinya kini sudah menapaki tahap pertama dengan menjadi Jero Mangku Gede. Sehari sebelumnya, Sudikerta juga melakukan pembersihan diri dengan melukat bertepatan dengan hari otonan-nya. Sudikerta mengaku sudah mantap untuk mendalami dunia spiritual. Dia pun mengaku bertahap sudah melepaskan diri dari keduniawian, salah satunya tak lagi berpolitik.
“Hari ini (kemarin) saya diwinten sebagai Jero Mangku Gede, dengan diiringi sameton sebanyak 12 pasang pemangku dan 27 orang mawinten Saraswati. Hari ini saya juga puasa 24 jam sampai pukul 4 pagi (hari ini). Selain pawintenan, hari ini juga pujawali prasasti-prasasti yang ada di merajan AWBP,” ungkapnya.
Sudikerta menuturkan, sebelum diwinten jadi Jero Mangku Gede, kemantapan hati menjalani dunia spiritual sudah dimulai bertahap oleh Sudikerta. Dalam kurun waktu 10 bulan, Sudikerta dan istri bertirtayatra di sejumlah pura di Bali dan Jawa. Di antaranya Pura Ponjok Batu Buleleng, Pura Jati Jembrana, Segara Rupek Buleleng. Selain itu, Sudikerta juga melakukan perjalanan suci ke Jolo Tundo, Jawa Tengah, Candi Kembar Pasuruan, Pura Semeru Agung Lumajang, Pura Blambangan, dan Alas Purwo di Banyuwangi, Jawa Timur.
Langkahnya untuk mendalami dunia spiritual diakui berkat tuntunan dari leluhur. Sudikerta menceritakan, secara garis keturunan, memang dari leluhurnya ada yang menjadi pemangku di merajan. Mantan Wakil Bupati Badung periode 2005–2013 ini pun meyakini, kini dia yang menjadi giliran untuk memegang tanggung jawab sebagai pemangku. Niat ini dia rasakan setelah selesai bertugas sebagai Wakil Gubernur Bali. Bahkan permasalahan hukum yang pernah dihadapinya, Sudikerta menganggap sebagai pengingat dari leluhur bahwa sudah saatnya dirinya ngayah niskala, setelah ngayah sekala mengabdi untuk masyarakat yang terhitung sudah cukup lama.
“Perjalanan spiritual ini tidak lepas dari tuntunan kawitan atau leluhur. Jika tidak begitu, tidak mungkin saya bisa muput dan nguncarang mantra, tahu makna dan peruntukan upakara, dan lain-lain. Mudah-mudahan dengan jalan saya ini bisa melanjutkan perjuangan niskala orangtua saya,” terangnya.
Sudikerta menuturkan, kini hidupnya terasa menunjukkan tanda-tanda kedamaian dan kebahagiaan. Berbeda dengan ketika ngayah sekala menjadi Wakil Bupati Badung dan Wakil Gubernur Bali, ada beban pikiran memikirkan masyarakat berikut dengan persoalan-persoalan yang dihadapi mereka. “Dibandingkan saat masih ngayah sekala, beban pikiran sangat berat. Sekarang hening, tenang, enak. Selesai ngeleneng (muput), kita menikmati kehidupan ini dengan kebahagiaan. Mulai menunjukkan tanda-tanda kedamaian,” ucap mantan Ketua DPD I Golkar Bali tersebut.
Setelah menjadi Jero Mangku Gede, Sudikerta pun berharap pendalaman spiritualnya menjadi kian sempurna, yakni menuju tahap menjadi sulinggih. Namun untuk sampai ke tahap itu, Sudikerta harus memperbanyak penyucian diri dan pengendalian diri. Setelah ini, dirinya menekuni kesucian lagi dan melakukan tirta yatra ke pura Sad Kahyangan maupun Dang Kahyangan. Setelah itu, Sudikerta akan menjalani tingkatan selanjutnya yakni mawinten menjadi Ida Bhawati.
“Setelah meningkat menjadi Ida Bhawati, dilakukan masucian lagi ke berbagai tempat suci. Barulah naik ke tahap dwijati, menjadi sulinggih bergelar Ida Rsi Agung. Dalam hal ini, saya tidak mungkin di sini (rumah asli, Red). Saya harus bangun pasraman dan griya, terpisah dari keluarga sesuai dengan Tata Titi Sesananing Kesulinggihan. Untuk sampai pada tahap menjadi sulinggih, saya ikuti waktu yang berjalan dan juga bimbingan dari guru nabe,” kata Sudikerta. *ind
Komentar