Buktikan Perempuan Bali Bisa Mapangang Barong
Cinta Caesar Rani, Tukang Bapang Barong asal Tangkas
SEMARAPURA, NusaBal
Tukang Bapang atau penari Barong identik dengan laki-laki. Namun, pengidentitasan ini perlahan 'dilenyapkan' oleh Putu Cinta Caesar Rani,20.
Perempuan asal Desa Tangkas, Kecamatan Klungkung ini intens jadi tukang Bapang Barong. Tarian Barong malah jadi favoritnya. Eca, demikian dia disapa, mengawali kiprahnya sebagai penari sejak masih TK. Darah seni di tubuhnya mengalir deras dari almarhum sang kakek, seniman tabuh. Kala itu sang kakek sering mengantarnya untuk latihan menari. Maka, dirinya hanya penari tarian wanita umumnya. “Dulu dari TK sampai SMP saya hanya nari Pendet, Condong, Puspanjali, atau tarian yang biasa ditarikan oleh wanita lah,” ujar wanita yang akrab disapa Eca saat diwawancarai, Sabtu (15/10).
Lambat laun, kata Eca termotivasi untuk belajar tari Bapang Barong, setelah melihat salah satu penari wanita di Klungkung saat acara atraksi seni tahun 2017. Susahnya mencari guru untuk mengajarinya tarian Bapang Barong sempat dia rasakan. Sehingga, selang beberapa hari dia mendapatkan informasi di media sosial jika ada pembukaan murid baru di Sanggar Kubu Barong, Sanur, Denpasar.
Tanpa perlu berpikir panjang, tahun 2018, Eca dengan mantap mendaftarkan diri untuk belajar tari Bapang Barong di sanggar itu. Respons positip dari keluarga dan masyarakat sekitar, membuatnya semakin dikenal dan semangat untuk terus berlatih hingga saat ini.
Menjadi perempuan tentu dapat tantangan lebih berat untuk menarikan tari Bapang Barong yang dikenal dengan kesakralan dan mistisnya. Saking sakralnya, para aktor atau penari yang mengenakan kostum atau topeng dikenakan syarat khusus. Konsekuensi ini tidak menyurutkan semangatnha untuk terus belajar.
Tahun 2019, Eca harus menyucikan diri dengan melakukan Mawinten Saraswati (upacara menyucikan diri, Red) karena tidak sembarang orang boleh menarikan Bapang Barong. "Tantangannya memang berat. Jadi dua tahun lalu saya Mawinten Saraswati dan tidak boleh makan babi,” papar Eca bercerita.
Sebagai tukang bapang di bagian depan, Eca harus mampu menopang beban sekitar 25 kilogram dari tapel (topeng) Barong. Beban juga di kepala. Dalam pementasan, para penari diiringi oleh gamelan Babarongan yang menuntut penari harus lebih fokus. “Dengan beban berat itu, bagaimana saya bisa fokus mendengarkan suara gambelan agar sinkron dengan tarian. Saya sempat nyerah dan vakum setahun. Tetapi orangtua selalu support untuk terus belajar. Akhirnya, sampai sekarang Bapang ini saya tekuni,” ujarnya.
Eca makin dikenal masyarakat khususnya di kalangan seniman tari. Dari panggung ke panggung dia jelajahi dengan ikhlas ngayah, tanpa imbalan. Ibunya, Putu Eka Junaitik, setia menemaninya saat latihan dan pentas Bapang. Ditemui dalam kesempatan yang sama, Putu Eka Junaitik mengungkapkan wajib mendukung anaknya. Seminggu dua kali dia mengantar anaknya berlatih tari Bapang Barong ke Sanur. Mereka naik motor. “Toh, saya ibu rumah tangga, mengantarnya jam empat sore. Saya bonceng Eca, supaya tidak kecapean. Saya yang bilang ke bapaknya, saya yang mengantar Eca setiap latihan,” ujar Putu Eka Junaitik berkaca-kaca.
Sebagai seorang ibu, Putu Eka Junaitik bangga kepada anak perempuan pertamanya yang intens belajar Bapang Barong. Eca sama sekali tidak mengharapkan imbalan, apa pentas berstatus ngayah. “Sering ada orang yang mau ngasih uang. Tapi, Eca tidak pernah mau mengambil. Kami kumpulin dulu pahala, astungkara ada saja uang. Dikasih nasi kotak dan minum sudah cukup,” kata Putu Eka Junaitik.
Dia berharap anak ini terus melestarikan seni, karena seni tidak pernah mati. “Kedua adiknya juga bangga punya kakak seperti Eca. Dulu sebelum jadi penari Barong, jarang orang kenal dia. Sekarang banyak yang kenal. Pesan saya, Eca harus terus belajar, jangan sombong dan selalu rendah hati,” jelasnya. Eca pun berharap nantinya muncul seniman-seniman wanita untuk Bapang Barong. “Ayo, buktikan kalau perempuan Bali bisa menari tarian yang lazim dilakoni laki-laki,” harap alumnus SMKN 1 Klungkung tahun 2020.
Ke depan, Eca bercita-cita bisa membangun sanggar tari di desanya, untuk menggeliatkan seni tari khususnya tari Bapang Barong. “Sejak SD bermimpi punya sanggar seni tari. Tapi, belum terwujud. Ingin juga nanti punya Barong, tapel, dan pakaian sendiri. Semoga ke depannya lancar,” jelas Eca. *Ol3
1
Komentar