Presidensi G20 Indonesia, Momentum Pulihkan Dunia dari Krisis Global
JAKARTA - Krisis keuangan global tahun 1997 – 1999 memicu berbagai negara maju untuk bergerak cepat mencari solusi untuk memulihkan perekonomian dunia.
Negara-negara yang tergabung didalam G7 (Group of Seven); Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada dan Prancis, menyimpulkan cara paling cepat untuk memulihkan perekonomian dunia adalah dengan cara berkolaborasi dengan banyak negara-negara maju lain dan negara-negara berkembang.
Ide awalnya, negara-negara menengah dan memiliki pengaruh ekonomi secara sistemik dalam perundingan global dirangkul di dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Di sinilah cikal bakal G20 lahir, di mana di dalam pertemuan itu melibatkan 12 negara tambahan (Meksiko, Argentina, Rusia, Afrika Selatan, Arab Saudi, Turki, Tiongkok, Korea Selatan, Indonesia dan Australia, Brazil, dan India) diluar G7 plus satu Kawasan ekonomi Uni Eropa.
Penunjukan Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20 (Group of Twenty) atau forum kerja sama multilateral 19 negara utama dan Uni Eropa di tahun 2022 ini merupakan bentuk apresiasi dan pengakuan negara-negara besar di dunia bagi Indonesia.
Terpilihnya Indonesia sekaligus menandakan torehan sejarah baru karena untuk pertama kalinya Indonesia memegang Presidensi G20. Sebagai pemegang Presidensi G20, Indonesia memiliki nilai strategis bagi pemulihan ekonomi dan pencapaian Indonesia Maju, degan memainkan peranan strategis Indonesia dalam mendorong upaya bersama untuk pemulihan ekonomi dunia. Dengan tema G20 tahun 2022 yaitu “Recover Together, Recover Stronger”, bermakna dapat tercipta pertumbuhan ekonomi yang inklusif, people centered, serta ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Secara lebih spesifik Presidensi G20 Indonesia akan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kontribusi dalam mendukung pemulihan ekonomi domestik, dengan adanya rangkaian pertemuan yang kumulatif menghadirkan ribuan delegasi dari seluruh negara anggota dan berbagai lembaga internasional, terhitung mulai 1 Desember 2021 sampai 30 November 2022 mendatang.
Perekonomian nasional juga akan terdongkrak naik karena mobilitas para delegasi dan pendukung G20. Terdapat 150 kegiatan, berupa rapat yang terbagi dalam 2 kelompok kegiatan berbeda yakni, Sherpa Track dan Finance Track yang berlangsung secara marathon, mulai dari ministerial meeting, engagement group meeting hingga rapat-rapat setingkat eselon I, dan mencapai puncaknya pada event “Presidensi G20 Leader Summit”.
Melalui rangkaian kegiatan panjang tersebut, dengan kehadiran para delegasi akan berpotensi memberi manfaat bagi perekonomian Indonesia, baik secara langsung, terhadap sektor jasa; perhotelan, transportasi, UMKM, dan sektor terkait lainnya, maupun secara tidak langsung melalui dampak terhadap persepsi investor dan pelaku ekonomi.
Selain itu, Presidensi G20 menjadi ajang pembuktian Indonesia bahwa di tengah pandemi. Dunia internasional tetap memiliki persepsi yang baik atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis. Oleh karena itu, momentum presidensi yang hanya terjadi satu kali setiap generasi (kurang lebih dua puluh tahun sekali) harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memberi nilai tambah bagi pemulihan Indonesia, baik dari sisi aktivitas ekonomi, maupun kepercayaan masyarakat domestik dan internasional.
G20 memiliki peranan yang sangat strategis di dalam membahas berbagai isu global terkait pertumbuhan dan perekonomian serta stabilitas ekonomi dan keuangan. Secara keseluruhan negara-negara G20 merupakan 66 persen populasi dunia yang menguasai 85 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.
Secara langsung manfaat pada aspek ekonomi dapat dirasakan dari kunjungan delegasi negara G20 yang dapat meningkatkan devisa negara, menggeliatnya kembali sektor pariwisata, khususnya Bali, dan Indonesia pada umumnya yang tertekan sangat dalam di era pandemi, serta meningkatkan konsumsi domestik dengan optimalisasi peran Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), peningkatan PDB, hingga penyerapan tenaga kerja.
Dari pendekatan ekonomi, beberapa manfaat langsung yang dapat diraih Indonesia adalah peningkatan konsumsi domestik yang diperkirakan bisa mencapai Rp1,7 triliun, penambahan PDB hingga Rp7,47 triliun, dan pelibatan tenaga kerja sekitar 33.000 orang di berbagai sektor.
Selain itu, pertemuan ini juga dapat dijadikan momentum bagi Indonesia untuk menampilkan keberhasilan reformasi struktural berupa dikeluarkannya Undang-Undang Cipta Kerja dan Lembaga Pengelola Investasi (Sovereign Wealth Fund/SWF) serta mendorong optimalisasi financial inclusion untuk bersama-sama melakukan pengembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk UMKM meningkatkan inklusi keuangan dan perempuan untuk mencapai presentase 90 persen ditahun 2024.
Kementerian Sekretariat Negara menegaskan Presidensi G20 akan dapat menjadi milestone peta jalan Indonesia Maju, khususnya dengan memastikan pengembangan pilar “Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan” terhadap poin-poin penting seperti peningkatan investasi dan perdagangan luar negeri, percepatan industri dan pariwisata, pembangunan ekonomi maritim, pemantapan ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani, pemantapan ketahanan energi dan air, dan komitmen terhadap lingkungan hidup.
Target Indonesia untuk menjadi negara dengan predikat maju pada tahun 2045 dengan target pertumbuhan ekonomi minimal harus bisa di atas 6 persen setiap tahunnya, dan Presidensi G20 atau Tahun 2022 mendatang diharapkan dapat menjadi tahun pertama bagi Indonesia lepas dari tekanan pandemi dan merupakan tahun kunci dari pemantapan pemulihan ekonomi menuju negara maju 2045.
Energi Ramah Lingkungan
Salah satu prioritas isu yang diusung Indonesia dalam Presidensi G20 Indonesia 2022 adalah mendorong transisi energi bagi keberlanjutan ekosistem global. G20 diyakini bisa menjadi momentum memantapkan komitmen bersama dalam penguatan kerja sama dan sinergi antarpemerintah, akademisi, dan industri untuk menciptakan ekosistem transisi energi yang optimal.
Presidensi G20 di Indonesia, diyakini akan jadi momentum kebangkitan dan kemandirian industri energi nasional, dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim yang menjadi ancaman global. Selaku pemegang keketuaan G20, Indonesia menampilkan keseriusan dalam mendorong transisi energi dari ketergantungan energi fosil kepada energi baru terbarukan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menjadi penjuru dalam menyokong pameran (showcase) implementasi EBT yang sudah diterapkan di tanah air. Termasuk pemakaian energi ramah lingkungan selama kegiatan maupun transportasi di lokasi G20.
PT PLN sendiri telah menyiapkan infrastruktur EBT di Bali maupun Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. BUMN kelistrikan itu menyiapkan 36 lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap atau photovoltaic rooftop di Bali dengan total kapasitas 869 kilowattpeak (kWp). Keberadaan infrastruktur ini untuk mendukung gelaran KTT G20.
PLTS atau terdiri dari susunan modul panel fotovoltaik sebagai penangkap sinar surya yang terpasang di atap bangunan atau bagian lain dari bangunan.
Selain lebih ramah lingkungan dan mendukung program energi bersih dari energi terbarukan, panel itu juga menghemat biaya tagihan listrik. Daya yang dihasilkan dari PLTS Atap nantinya akan otomatis memotong tagihan listrik pengguna maksimal 65 persen dari total daya yang dihasilkan oleh PLTS Atap.
Komentar