Mamungkah Wraspati Kalpa dan Ngenteg Linggih di Pura Agung Mpu Kuturan
Dipuput Enam Sulinggih, Banten Dibuat Mahasiswa
SINGARAJA, NusaBali
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan, melangsungkan upacara Mamungkah, Wraspati Kalpa dan Ngenteg Linggih di Pura Agung Mpu Kuturan.
Puncak acara bertepatan dengan Hari Raya Saraswati, Saniscara Umanis Watugunung, Sabtu (22/10).
Seluruh rangkaian upacara dipuput oleh enam sulinggih. Mulai dari upacara Ngingsah Galih pada Senin (17/10) mengawali rangkaian upacara. Kemudian dilanjutkan dengan Ngadegang Dewi Tapini, Mapepada persiapan sarana pecaruan, Melaspas Pratima dan Melasti, hingga puncak Ngenteg Linggih.
Menariknya, sebagian besar banten yang digunakan dalam karya mamungkah, Wraspati Kalpa Utama dan Ngenteg Linggih ini dibuat secara gotong royong oleh mahasiswa. Mereka adalah mahasiswa yang tergabung dalam UKM Upakara, di bawah binaan para dosen upakara.
Ketua STAHN Mpu Kuturan, Dr I Gede Suwindia SAg MSi mengatakan upacara Karya Agung Mamungkah, Wraspati Kalpa Utama dan Ngenteg Linggih dilaksanakan setelah pembangunan Pura Agung Mpu Kuturan tuntas dibangun.
Pura dengan arsitektur ukiran khas Buleleng ini tergolong unik lantaran menggunakan bahan dari paras Abasan yang ada di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan. Suwindia berharap, pembangunan Pura Agung Mpu Kuturan tidak hanya sebagai momentum peningkatan sradha bhakti civitas akademika kampus. Melainkan sebagai ikon pelestarian ukiran khas Buleleng yang perlahan mulai ditinggalkan.
Menurutnya penamaan Pura Agung Mpu Kuturan tidak terlepas dari spirit tokoh suci Mpu Kuturan yang mampu menyatukan beragam sekte di Bali, serta menata kehidupan beragama Umat Hindu di Bali.
“Kami sangat bangga sekali, astungkara berkat Ida Sesuhunan, Pura Agung Mpu Kuturan ini bisa terwujud meskipun melalui proses yang cukup panjang. Dan semoga ini semakin meningkatkan sradha bakti kami, dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai suci yang diwariskan Mpu Kuturan sehingga ke depannya lembaga ini senantiasa bisa melayani masyarakat dengan baik,” jelasnya.
Sementara itu, Dirjen Bimas Hindu, Nengah Duija mengapresiasi pembangunan Pura Agung Mpu Kuturan. Menurutnya, ini sebagai implementasi dari filosofi Tri Hita Karana, khususnya dalam hal Parahyangan. Pura Agung Mpu Kuturan ini sangat tepat difungsikan sebagai lab praktik keagamaan dari seluruh civitas akademika.
Mantan Rektor UHN Bagus Sugriwa ini menyebut spirit nama besar harus mengacu pada nilai karakter Mpu Kuturan yang sebenarnya. “Karakter religius ini harus dibangun sejak dini kepada seluruh sivitas akademika. Mpu Kuturan adalah seorang arsitek dari keagamaan Hindu. Kalau ingin menjadi perguruan tinggi Hindu yang mampu bersaing, maka harus mampu menguasai bidang agama yang berlandaskan nilai kearifan lokal, dan senantiasa membina harmoni antara parahyangan, palemahan dan pawongan,” ungkap Duija. *k23
Menariknya, sebagian besar banten yang digunakan dalam karya mamungkah, Wraspati Kalpa Utama dan Ngenteg Linggih ini dibuat secara gotong royong oleh mahasiswa. Mereka adalah mahasiswa yang tergabung dalam UKM Upakara, di bawah binaan para dosen upakara.
Ketua STAHN Mpu Kuturan, Dr I Gede Suwindia SAg MSi mengatakan upacara Karya Agung Mamungkah, Wraspati Kalpa Utama dan Ngenteg Linggih dilaksanakan setelah pembangunan Pura Agung Mpu Kuturan tuntas dibangun.
Pura dengan arsitektur ukiran khas Buleleng ini tergolong unik lantaran menggunakan bahan dari paras Abasan yang ada di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan. Suwindia berharap, pembangunan Pura Agung Mpu Kuturan tidak hanya sebagai momentum peningkatan sradha bhakti civitas akademika kampus. Melainkan sebagai ikon pelestarian ukiran khas Buleleng yang perlahan mulai ditinggalkan.
Menurutnya penamaan Pura Agung Mpu Kuturan tidak terlepas dari spirit tokoh suci Mpu Kuturan yang mampu menyatukan beragam sekte di Bali, serta menata kehidupan beragama Umat Hindu di Bali.
“Kami sangat bangga sekali, astungkara berkat Ida Sesuhunan, Pura Agung Mpu Kuturan ini bisa terwujud meskipun melalui proses yang cukup panjang. Dan semoga ini semakin meningkatkan sradha bakti kami, dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai suci yang diwariskan Mpu Kuturan sehingga ke depannya lembaga ini senantiasa bisa melayani masyarakat dengan baik,” jelasnya.
Sementara itu, Dirjen Bimas Hindu, Nengah Duija mengapresiasi pembangunan Pura Agung Mpu Kuturan. Menurutnya, ini sebagai implementasi dari filosofi Tri Hita Karana, khususnya dalam hal Parahyangan. Pura Agung Mpu Kuturan ini sangat tepat difungsikan sebagai lab praktik keagamaan dari seluruh civitas akademika.
Mantan Rektor UHN Bagus Sugriwa ini menyebut spirit nama besar harus mengacu pada nilai karakter Mpu Kuturan yang sebenarnya. “Karakter religius ini harus dibangun sejak dini kepada seluruh sivitas akademika. Mpu Kuturan adalah seorang arsitek dari keagamaan Hindu. Kalau ingin menjadi perguruan tinggi Hindu yang mampu bersaing, maka harus mampu menguasai bidang agama yang berlandaskan nilai kearifan lokal, dan senantiasa membina harmoni antara parahyangan, palemahan dan pawongan,” ungkap Duija. *k23
1
Komentar