Kini Siswa Terpaksa Harus Menyeberangi Sungai ke Sekolah
Pasca Jembatan Sekar Kejula, Yehembang, Jembrana Putus Diterjang Banjir Bandang
Sebanyak 39 orang siswa SD dan SMP dari Banjar Sekar Kejula dan Banjar Sekar Kejula Kelod, Desa Yehembang Kauh yang terpaksa pergi-pulang sekolah dengan menyeberang sungai.
NEGARA, NusaBali
Putusnya Jembatan Sekar Kejula yang menjadi penghubung Desa Yehembang Kauh dengan Desa Yehembang di Kecamatan Mendoyo, Jembrana akibat terjangan banjir bandang pada, Minggu (16/10) malam lalu, membuat aktivitas warga tersendat. Bahkan sejumlah siswa SD dan SMP dari Desa Yehembang Kauh, terpaksa harus nyeberang sungai ketika pergi maupun pulang sekolah yang berada di wilayah Desa Yehembang.
Untuk pergi maupun pulang sekolah dengan menyeberangi sungai ini, para siswa harus membuka sepatu agar tidak basah. Termasuk saat jam berangkat maupun pulang sekolah, beberapa orangtua turut mendampingi untuk memastikan keselamatan anak mereka.
Mengingat banjir bisa saja kembali terjadi. Terlebih saat ini masih terjadi curah hujan masih cukup tinggi. Salah satu warga Yehembang Kauh, I Made Pradnya Alit, Senin (24/10) mengatakan putusnya Jembatan Sekar Kejula sangat berdampak terhadap aktifitas warga setempat. Putusnya jembatan itu, memang tidak sampai menyebabkan warga terisolasi karena masih ada jalur lain. Hanya saja jalur alternatif itu cukup jauh. "Jika lewat jalan melingkar (jalur alternatif), jaraknya lumayan jauh. Biaya BBM juga lumayan," ujarnya.
Sebagai perbandingan, kata Pradnya Alit, jika mencari jalur alternatif, para siswa dari Desa Yehembang Kauh yang bersekolah di SMPN 3 Mendoyo dan SDN 7 Yehembang di Banjar Bale Agung, Desa Yehembang, harus melewati jalan di sejumlah banjar. Di antaranya melewati Banjar Sekar Kejula Kelod-Banjar Jati-Banjar Kaleran yang ada di wilayah di Desa Yehembang Kauh.
Kemudian dari Banjar Kaleran di Desa Yehembang Kauh, menuju jalan di Banjar Wali, Desa Yehembang, dan barulah masuk ke Banjar Bale Agung yang menjadi lokasi SMPN 3 Mendoyo dan SDN 7 Yehembang. Sedangkan sebelum jembatan putus, para pelajar tersebut cukup melintas jembatan dan sudah bisa langsung tembus ke lokasi sekolah di Banjar Bale Agung, Desa Yehembang.
"Perbandingannya sangat jauh. Makanya biar cepat sampai ke sekolah, anak-anak terpaksa nyeberang sungai. Begitu pun saat pulang ke rumah, kembali nyeberang sungai," ujar Pradnya Alit. Di samping memaksa sejumlah siswa menyeberang sungai, kata Pradnya Alit, putusnya jembatan juga memberatkan sejumlah warga yang hendak mengangkut hasil bumi atau hasil pertanian ke kota. Karena jika menggunakan jalur alternatif, memerlukan biaya angkut yang jauh lebih besar.
"Yang juga membuat warga Sekar Kejula khawatir, jika ada upacara pengabenan akan kesulitan menuju setra yang ada di seberang sungai. Karena kalau melewati kebun-kebun warga, juga akan sulit karena perlu macaru. Juga jelas membahayakan kalau harus bawa wadah (bade) menyeberang sungai," ujar Pradnya Alit yang berharap pemerintah bisa segera melakukan perbaikan Jembatan Sekar Kejula tersebut.
Sementara Kelian Banjar Sekar Kejula Kelod, I Nyoman Supardi mengatakan paling tidak ada sekitar 39 orang siswa SD dan SMP dari Banjar Sekar Kejula dan Banjar Sekar Kejula Kelod, Desa Yehembang Kauh yang terpaksa pergi-pulang sekolah dengan menyeberang sungai karena putusnya Jembatan Sekar Kejula. Jika air sungai banjir, banyak siswa yang tidak bisa pergi ke sekolah.
"Kita juga khawatir kalau terus anak-anak nyeberang sungai. Apalagi bisa saja sewaktu-waktu kembali banjir. Untuk solusi ini, kita berharap agar jembatan kembali dibangun," ucap Supardi. Sementara Kepala Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jembrana, Agus Artana Putra mengatakan terkait penanganan sejumlah infrastruktur di sejumlah wilayah yang rusak akibat bencana banjir pada, Minggu (16/10) lalu, saat ini masih dikaji Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Jembrana.
Menurutnya, untuk penanganan Jembatan Sekar Kejula sudah dipetakan menjadi salah satu kerusakan infrastruktur yang perlu mendapat penanganan prioritas. "Itu dipetakan masuk skala prioritas, karena mempertimbangkan anak-anak di Sekar Kejula (Desa Yehembang Kauh) yang sekolah di desa tetangga. Kalau terus-terusan harus nyeberang sungai, kasihan anak-anak," ujar Agus Artana.
Menurut Agus Artana, terkait penanganan sejumlah infrastruktur yang rusak akibat banjir bandang itu akan diperbaiki secara bertahap. Mengingat cukup banyak infrastruktur yang rusak. Di samping itu, banyak korban terdampak banjir yang juga perlu mendapat penanganan prioritas. "Nanti jalan-jalan yang putus di beberapa lokasi juga akan diperbaiki. Tetapi untuk ke tahap rehabilitasi itu tidak bisa segera dikerjakan. Karena tentu perlu anggaran dan sampai saat ini kita masih fokus untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar warga masyarakat yang terdampak," ucap Agus Artana. *ode
Untuk pergi maupun pulang sekolah dengan menyeberangi sungai ini, para siswa harus membuka sepatu agar tidak basah. Termasuk saat jam berangkat maupun pulang sekolah, beberapa orangtua turut mendampingi untuk memastikan keselamatan anak mereka.
Mengingat banjir bisa saja kembali terjadi. Terlebih saat ini masih terjadi curah hujan masih cukup tinggi. Salah satu warga Yehembang Kauh, I Made Pradnya Alit, Senin (24/10) mengatakan putusnya Jembatan Sekar Kejula sangat berdampak terhadap aktifitas warga setempat. Putusnya jembatan itu, memang tidak sampai menyebabkan warga terisolasi karena masih ada jalur lain. Hanya saja jalur alternatif itu cukup jauh. "Jika lewat jalan melingkar (jalur alternatif), jaraknya lumayan jauh. Biaya BBM juga lumayan," ujarnya.
Sebagai perbandingan, kata Pradnya Alit, jika mencari jalur alternatif, para siswa dari Desa Yehembang Kauh yang bersekolah di SMPN 3 Mendoyo dan SDN 7 Yehembang di Banjar Bale Agung, Desa Yehembang, harus melewati jalan di sejumlah banjar. Di antaranya melewati Banjar Sekar Kejula Kelod-Banjar Jati-Banjar Kaleran yang ada di wilayah di Desa Yehembang Kauh.
Kemudian dari Banjar Kaleran di Desa Yehembang Kauh, menuju jalan di Banjar Wali, Desa Yehembang, dan barulah masuk ke Banjar Bale Agung yang menjadi lokasi SMPN 3 Mendoyo dan SDN 7 Yehembang. Sedangkan sebelum jembatan putus, para pelajar tersebut cukup melintas jembatan dan sudah bisa langsung tembus ke lokasi sekolah di Banjar Bale Agung, Desa Yehembang.
"Perbandingannya sangat jauh. Makanya biar cepat sampai ke sekolah, anak-anak terpaksa nyeberang sungai. Begitu pun saat pulang ke rumah, kembali nyeberang sungai," ujar Pradnya Alit. Di samping memaksa sejumlah siswa menyeberang sungai, kata Pradnya Alit, putusnya jembatan juga memberatkan sejumlah warga yang hendak mengangkut hasil bumi atau hasil pertanian ke kota. Karena jika menggunakan jalur alternatif, memerlukan biaya angkut yang jauh lebih besar.
"Yang juga membuat warga Sekar Kejula khawatir, jika ada upacara pengabenan akan kesulitan menuju setra yang ada di seberang sungai. Karena kalau melewati kebun-kebun warga, juga akan sulit karena perlu macaru. Juga jelas membahayakan kalau harus bawa wadah (bade) menyeberang sungai," ujar Pradnya Alit yang berharap pemerintah bisa segera melakukan perbaikan Jembatan Sekar Kejula tersebut.
Sementara Kelian Banjar Sekar Kejula Kelod, I Nyoman Supardi mengatakan paling tidak ada sekitar 39 orang siswa SD dan SMP dari Banjar Sekar Kejula dan Banjar Sekar Kejula Kelod, Desa Yehembang Kauh yang terpaksa pergi-pulang sekolah dengan menyeberang sungai karena putusnya Jembatan Sekar Kejula. Jika air sungai banjir, banyak siswa yang tidak bisa pergi ke sekolah.
"Kita juga khawatir kalau terus anak-anak nyeberang sungai. Apalagi bisa saja sewaktu-waktu kembali banjir. Untuk solusi ini, kita berharap agar jembatan kembali dibangun," ucap Supardi. Sementara Kepala Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jembrana, Agus Artana Putra mengatakan terkait penanganan sejumlah infrastruktur di sejumlah wilayah yang rusak akibat bencana banjir pada, Minggu (16/10) lalu, saat ini masih dikaji Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Jembrana.
Menurutnya, untuk penanganan Jembatan Sekar Kejula sudah dipetakan menjadi salah satu kerusakan infrastruktur yang perlu mendapat penanganan prioritas. "Itu dipetakan masuk skala prioritas, karena mempertimbangkan anak-anak di Sekar Kejula (Desa Yehembang Kauh) yang sekolah di desa tetangga. Kalau terus-terusan harus nyeberang sungai, kasihan anak-anak," ujar Agus Artana.
Menurut Agus Artana, terkait penanganan sejumlah infrastruktur yang rusak akibat banjir bandang itu akan diperbaiki secara bertahap. Mengingat cukup banyak infrastruktur yang rusak. Di samping itu, banyak korban terdampak banjir yang juga perlu mendapat penanganan prioritas. "Nanti jalan-jalan yang putus di beberapa lokasi juga akan diperbaiki. Tetapi untuk ke tahap rehabilitasi itu tidak bisa segera dikerjakan. Karena tentu perlu anggaran dan sampai saat ini kita masih fokus untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar warga masyarakat yang terdampak," ucap Agus Artana. *ode
Komentar