Kasus Gagal Ginjal di Bali 18 Orang, 12 Meninggal
Satu kasus baru, pasien umur 9 tahun kini dirawat di RSUP Prof Ngoerah. Kondisi pasien membaik setelah menjalani terapi cuci darah.
DENPASAR, NusaBali
Jumlah kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak di Provinsi Bali bertambah satu, menjadi 18 kasus. Berdasar data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), jumlah anak yang mengalami gangguan ginjal akut
sejak Agustus 2022 total 18 orang dengan perincian 12 orang meninggal dunia, lima orang sudah sembuh, dan satu orang masih menjalani perawatan.
“Penambahan kasus baru satu orang, (pasien) sedang dirawat, umur sembilan tahun, perempuan, di RSUP Prof Ngoerah (RSUP Sanglah),” kata Ketua IDAI Bali dr I Gusti Ngurah Sanjaya Putra SpA saat menyampaikan keterangan pers di Denpasar, Sabtu (29/10).
Dia menjelaskan bahwa gangguan ginjal akut progresif atipikal tidak selalu disebabkan oleh intoksikasi atau keracunan.
“Pada pasien yang saat ini sedang dirawat di RSUP Prof Ngoerah ini (gangguan ginjalnya) mengarah ke atipikal yang tidak khas, tapi bukan intoksikasi,” kata dr Sanjaya.
Dia mengemukakan bahwa dokter menyimpulkan gangguan ginjal akut pada pasien tersebut tidak disebabkan oleh intoksikasi. Karena pasien dalam satu bulan terakhir tidak mengonsumsi obat sirop, dan sebelumnya terbiasa tidak minum obat sirop serta hasil pemeriksaan oksalat pada urine pasien menunjukkan hasil negatif.
“Penyebab yang kita telusuri, intoksikasi mungkin saat ini bisa disingkirkan, kemudian prerenal sepsis bisa disingkirkan, yang masih positif itu kita kaitkan dengan MISC (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children), karena SARS-CoV-2-nya positif,” ujar dr Sanjaya. Dia menambahkan pasien tersebut sudah dua kali mendapat vaksinasi Covid-19.
Dikatakannya, bahwa pasien berusia sembilan tahun tersebut masuk ke rumah sakit dalam kondisi kejang serta mengalami gangguan kencing.
Saat masuk ke RSUP Prof Ngoerah, menurut dia, anak perempuan tersebut berada dalam kondisi yang buruk dengan laju filtrasi glomerulus di bawah 15 ml/menit/1,73 meter kuadrat. Padahal, dalam kondisi normal ginjal seseorang bekerja dengan laju filtrasi glomerulus di atas 90 ml/menit/1,73 meter kuadrat.
Kondisi pasien tersebut membaik setelah menjalani hemodialisis atau terapi cuci darah.
“Fungsi ginjal sudah membaik setelah dilakukan hemodialisis satu kali. Namun karena sebelum dilakukan cuci darah fungsi ginjalnya sangat rendah, ini merusak organ-organ lain yang harus kita selamatkan juga. Tetapi kemarin sudah 55 persen fungsi ginjalnya,” tutur dr Sanjaya, yang bekerja di RSUP Prof Ngoerah.
Menurut data IDAI, jumlah anak yang mengalami gangguan ginjal akut di Bali total 18 orang dengan perincian 12 orang meninggal dunia, lima orang sudah sembuh, dan satu orang masih menjalani perawatan.
“Yang sudah sembuh rata-rata kontrol ke poli (klinik) fungsi ginjal tambah baik, semoga ke depannya tidak ada pengaruhnya, tidak perlu cuci darah kalau akut,” kata dr Sanjaya.
Dia menambahkan, kondisi ginjal pasien yang mengalami gangguan ginjal akut biasanya dapat kembali normal setelah menjalani terapi cuci darah.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes, mengemukakan meski ada tambahan satu orang pasien gangguan gagal ginjal, namun Bali belum menerima obat penawar (antidotum) acute kidney injury (AKI) dari Kemenkes. Namun dia yakin Bali dalam waktu dekat mendapat kiriman antidotum.
Sementara itu, menindaklanjuti rekomendasi Kemenkes terkait 133 obat sirop tidak mengandung pelarut diduga penyebab gangguan ginjal akut, maka Dinas Kesehatan Provinsi Bali mengizinkan apotek maupun toko obat di Bali dapat kembali meresepkan obat sediaan cair atau sirop.
“Tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dapat kembali meresepkan dan dapat memberikan obat dalam bentuk sediaan cair atau sirop. Apotek dan toko obat dapat menjual bebas dan atau bebas terbatas kepada masyarakat, obat-obatan yang sudah dirilis oleh BPOM (dan dilengkapi surat edaran dari Kemenkes),” ujar dr Anom.
Pada kesempatan tersebut, dr Anom mengingatkan masyarakat, terutama kepada para orangtua, jika anaknya mengalami gejala atau tanpa gejala, batuk, pilek, demam, muntah, diare, dan disertai menurunnya frekuensi dan jumlah air kencing untuk segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.
“Jangan dulu membeli obat sendiri,” tandasnya.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar I Made Bagus Gerametta, menyampaikan selain 133 merek obat yang telah direkomendasikan BPOM dan Kemenkes, saat ini BPOM juga telah merekomendasikan 65 merek obat lainnya.
Namun, 65 obat yang ditelusuri melalui registrasi tersebut daftarnya hingga kini belum disahkan Kementerian Kesehatan, sehingga masih mengacu pada daftar terakhir.
“Kami masih menunggu surat edaran dari BPOM dan Kemenkes untuk pengesahan 65 obat-obatan yang diizinkan atau tidak mengandung empat pelarut tadi. Kemudian juga kami melakukan pengujian terkait dengan produk-produk yang lain terkait yang kita duga tercemar cemaran tersebut, tentu dengan sistem manajemen risiko,” kata Gerametta.
Terkait empat obat yang direkomendasikan BPOM untuk ditarik karena terbukti menggunakan propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan/atau gliserin/gliserol, Gerametta menyebut sejauh ini pihak BBPOM di Denpasar telah melakukan pengawasan secara acak kepada 18 apotek yang ada di seluruh Bali (kecuali di Buleleng dan Jembrana yang berada di bawah pengawasan Loka POM Buleleng).
“Intinya kita meminta (obat sirop) untuk di-hold (tidak dijual sementara), kemudian obat yang ditarik dikembalikan kepada industrinya,” ungkap Gerametta. *ant, cr78
sejak Agustus 2022 total 18 orang dengan perincian 12 orang meninggal dunia, lima orang sudah sembuh, dan satu orang masih menjalani perawatan.
“Penambahan kasus baru satu orang, (pasien) sedang dirawat, umur sembilan tahun, perempuan, di RSUP Prof Ngoerah (RSUP Sanglah),” kata Ketua IDAI Bali dr I Gusti Ngurah Sanjaya Putra SpA saat menyampaikan keterangan pers di Denpasar, Sabtu (29/10).
Dia menjelaskan bahwa gangguan ginjal akut progresif atipikal tidak selalu disebabkan oleh intoksikasi atau keracunan.
“Pada pasien yang saat ini sedang dirawat di RSUP Prof Ngoerah ini (gangguan ginjalnya) mengarah ke atipikal yang tidak khas, tapi bukan intoksikasi,” kata dr Sanjaya.
Dia mengemukakan bahwa dokter menyimpulkan gangguan ginjal akut pada pasien tersebut tidak disebabkan oleh intoksikasi. Karena pasien dalam satu bulan terakhir tidak mengonsumsi obat sirop, dan sebelumnya terbiasa tidak minum obat sirop serta hasil pemeriksaan oksalat pada urine pasien menunjukkan hasil negatif.
“Penyebab yang kita telusuri, intoksikasi mungkin saat ini bisa disingkirkan, kemudian prerenal sepsis bisa disingkirkan, yang masih positif itu kita kaitkan dengan MISC (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children), karena SARS-CoV-2-nya positif,” ujar dr Sanjaya. Dia menambahkan pasien tersebut sudah dua kali mendapat vaksinasi Covid-19.
Dikatakannya, bahwa pasien berusia sembilan tahun tersebut masuk ke rumah sakit dalam kondisi kejang serta mengalami gangguan kencing.
Saat masuk ke RSUP Prof Ngoerah, menurut dia, anak perempuan tersebut berada dalam kondisi yang buruk dengan laju filtrasi glomerulus di bawah 15 ml/menit/1,73 meter kuadrat. Padahal, dalam kondisi normal ginjal seseorang bekerja dengan laju filtrasi glomerulus di atas 90 ml/menit/1,73 meter kuadrat.
Kondisi pasien tersebut membaik setelah menjalani hemodialisis atau terapi cuci darah.
“Fungsi ginjal sudah membaik setelah dilakukan hemodialisis satu kali. Namun karena sebelum dilakukan cuci darah fungsi ginjalnya sangat rendah, ini merusak organ-organ lain yang harus kita selamatkan juga. Tetapi kemarin sudah 55 persen fungsi ginjalnya,” tutur dr Sanjaya, yang bekerja di RSUP Prof Ngoerah.
Menurut data IDAI, jumlah anak yang mengalami gangguan ginjal akut di Bali total 18 orang dengan perincian 12 orang meninggal dunia, lima orang sudah sembuh, dan satu orang masih menjalani perawatan.
“Yang sudah sembuh rata-rata kontrol ke poli (klinik) fungsi ginjal tambah baik, semoga ke depannya tidak ada pengaruhnya, tidak perlu cuci darah kalau akut,” kata dr Sanjaya.
Dia menambahkan, kondisi ginjal pasien yang mengalami gangguan ginjal akut biasanya dapat kembali normal setelah menjalani terapi cuci darah.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes, mengemukakan meski ada tambahan satu orang pasien gangguan gagal ginjal, namun Bali belum menerima obat penawar (antidotum) acute kidney injury (AKI) dari Kemenkes. Namun dia yakin Bali dalam waktu dekat mendapat kiriman antidotum.
Sementara itu, menindaklanjuti rekomendasi Kemenkes terkait 133 obat sirop tidak mengandung pelarut diduga penyebab gangguan ginjal akut, maka Dinas Kesehatan Provinsi Bali mengizinkan apotek maupun toko obat di Bali dapat kembali meresepkan obat sediaan cair atau sirop.
“Tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dapat kembali meresepkan dan dapat memberikan obat dalam bentuk sediaan cair atau sirop. Apotek dan toko obat dapat menjual bebas dan atau bebas terbatas kepada masyarakat, obat-obatan yang sudah dirilis oleh BPOM (dan dilengkapi surat edaran dari Kemenkes),” ujar dr Anom.
Pada kesempatan tersebut, dr Anom mengingatkan masyarakat, terutama kepada para orangtua, jika anaknya mengalami gejala atau tanpa gejala, batuk, pilek, demam, muntah, diare, dan disertai menurunnya frekuensi dan jumlah air kencing untuk segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.
“Jangan dulu membeli obat sendiri,” tandasnya.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar I Made Bagus Gerametta, menyampaikan selain 133 merek obat yang telah direkomendasikan BPOM dan Kemenkes, saat ini BPOM juga telah merekomendasikan 65 merek obat lainnya.
Namun, 65 obat yang ditelusuri melalui registrasi tersebut daftarnya hingga kini belum disahkan Kementerian Kesehatan, sehingga masih mengacu pada daftar terakhir.
“Kami masih menunggu surat edaran dari BPOM dan Kemenkes untuk pengesahan 65 obat-obatan yang diizinkan atau tidak mengandung empat pelarut tadi. Kemudian juga kami melakukan pengujian terkait dengan produk-produk yang lain terkait yang kita duga tercemar cemaran tersebut, tentu dengan sistem manajemen risiko,” kata Gerametta.
Terkait empat obat yang direkomendasikan BPOM untuk ditarik karena terbukti menggunakan propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan/atau gliserin/gliserol, Gerametta menyebut sejauh ini pihak BBPOM di Denpasar telah melakukan pengawasan secara acak kepada 18 apotek yang ada di seluruh Bali (kecuali di Buleleng dan Jembrana yang berada di bawah pengawasan Loka POM Buleleng).
“Intinya kita meminta (obat sirop) untuk di-hold (tidak dijual sementara), kemudian obat yang ditarik dikembalikan kepada industrinya,” ungkap Gerametta. *ant, cr78
1
Komentar