Di Bali Bangkit, Pemerintah Tidak Mapailon
INDUSTRI kecil dan mikro bidang tenun tradisional Bali belakangan ini makin bangkit.
Kondisi ini, selain karena peningkatan pasar atau konsumen, juga kian banyak muncul kebijakan pemerintah yang berpihak pada perajin tenun tradisional. Antara lain, Pemprov Bali bekerja sama dengan Dekranasda Provinsi Bali serta kabupaten/kota se Bali, menggelar Pameran Bali Bangkit sejak tahun 2020 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Art Centre, Denpasar.
Pameran tersebut digagas Ketua Dekranasda Provinsi Bali Ny Putri Koster. Menurut pengusaha Pertenunan Astiti di Banjar Jerokapal, Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung, Nyoman Sudira, pameran tersebut terbukti memberikan ruang lebih leluasa kepada setiap pengusaha untuk menampilkan dan menjual produk tenun tradisional Bali yang terbaik. Di pameran ini, setiap calon pembeli juga leluasa menentukan pilihan. Pembeli tidak ada yang tergiring oleh siapa pun, untuk membeli hanya produk tenun tradisional Bali tertentu. ‘’Dengan pameran ini, pemerintah tidak lagi mapailon-pailon (berpihak pada pengusaha tertentu), dengan mengajak tetamu atau calon pembeli ke pertenunan tertentu,’’ ujar PNS di Klungkung 1975 – 2008 ini.
Nyoman Sudira yang Staf Ahli DPRD Klungkung 2010 – 2015 ini menilai pameran Bali Bangkit juga menjadi wahana edukasi kepada masyarakat. Dengan datang ke pameran itu, masyarakat tak hanya kenal kain tenun tradisional Bali, melainkan juga akan tahu mana kain tenun tradisional Bali yang sesungguhnya.
Dirinya dan para pengusaha tenun lain di Bali menyambut sangat positif program pameran Bali Bangkit. Lebih-lebih program ini dihadirkan untuk menyikapi usaha pertenunan di Bali umumnya yang sempat kolaps karena dirajam pandemi Covid-19, tahun 2020 -2021. Pandemi pula mengakibatkan hampir segala bentuk usaha produk tersier, seperti pertenunan stagnan. Karena permintaan kain terus menurun, bahkan ke titik nol permintaan. Ada beberapa permintaan hanya bersifat di pasar lokal, tidak sampai menembus pasar nasional, apalagi ekspor. Saat pandemi, masyarakat lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan primer psiologis, terutama bisa bertahan untuk makan. ‘’Sejumlah penenun terpaksa kami minta kerja part time, gonta-ganti hari. Bahkan hingga ada yang diistirahatkan,’’ jelas kakek 12 cucu ini.
Saat itu, penenun sama seperti pekerja lain yang di-PHK atau dirumahkan karena pandemic. Banyak yang beralih profesi. Ada yang terjun ke pertanian, buruh bangunan, berdagang, dan lainnya. ‘’Tapi, sekarang para penenun ini sudah kembali bekerja. Namun ada juga melanjutkan pekerjaan seperti ditekuni saat pandemi,’’ ujarnya. *Wilasa
Komentar