Pulau Takhayul
BANYAK pulau wisata di dunia yang mendapat julukan indah-indah, namun boleh jadi hanya Bali punya julukan indah dan religius.
Misalnya, pulau ini tak hanya disebut sebagai Taman Firdaus Terakhir, tapi juga Pulau Kahyangan atau Pulau Dewata. Bukankah itu berarti di Bali setiap saat hilir mudik para dewa yang menjaga keselamatan dan kesuburan?
Namun ada juga julukan lain yang bisa membuat orang Bali marah. Misalnya, Bali juga dikenal sebagai Pulau Raksasa atau Pulau Hantu. Sebab orang Bali kaya sekali dengan mitos dengan tokoh raksasa. Mungkin ini karena pengaruh cerita-cerita wayang, yang menempatkan tokoh-tokoh Kurawa sebagai golongan raksasa. Dan raksasa adalah simbol dari kerakusan, ketamakan, sifat busuk, dengki, sifat yang serba jelek.
Orang-orang Bali juga dikenal sangat takut dengan tempat-tempat gelap, hutan yang sangat lebat, yang dikenal sebagai tempat serbi. Orang Bali percaya, di tempat seperti itu selalu penuh dengan setan dan hantu. Maka tidaklah mengherankan jika ada orang luar yang mempelajari perilaku masyarakat Bali berpendapat, selain di Bali hilir mudik dewa-dewi, juga selalu berseliweran raksasa dan setan.
Namun sudah pasti tak ada hantu atau setan gentayangan di Bali. Semua itu hanyalah imajinasi belaka. Karena itu orang berkomentar, di Bali banyak sekali kisah takhayul. Pengertian takhayul adalah sesuatu yang hanya ada dalam khayal. Bisa juga berarti kepercayaan akan sesuatu yang dianggap ada, padahal sebenarnya tidak ada. Misalnya, di Bali sering seseorang dianggap sakti mandraguna, padahal sebenarnya tidak.
Antropolog James Danandjaja menganggap takhayul adalah alam yang tak tampak, yang menjadi dasar kepercayaan, dan keberadaannya di luar jangkauan panca indra manusia. Takhayul merupakan ungkapan tradisional yang bersifat tanda-tanda. Ada yang menganggap takhayul itu mencakup bukan saja kepercayaan, juga kelakuan. Takhayul itu biasanya diwariskan melalui tutur kata, dari mulut ke mulut.
Di Bali, misalnya, ada takhayul jika seseorang didatangi burung gagak dekat rumahnya itu pertanda akan ada kerabat atau sanak saudara yang meninggal. Orang-orang mempercayai hal itu turun temurun, tanpa pernah mempertanyakan apa sebabnya.
Pulau Dewata punya aneka ragam takhayul. Ada yang bisa digolongkan ke dalam takhayul lingkungan hidup. Misalnya sungai yang angker dikatakan ditunggui tonya. Siapa pun dilarang mancing ikan di sana. Tegalan yang sepi dan angker dikatakan ada makhluk halusnya seperti memedi. Jika ada anak hilang di sekitar tempat itu dikatakan disembunyikan memedi. Untuk mencarinya harus dikerahkan banyak orang sambil memukul gamelan.
Pohon-pohon besar yang berusia ratusan tahun pasti dipercayai ada penunggunya. Orang tak boleh sembarang lewat di sana, jangan coba-coba bertingkah macam-macam (misalnya kencing sembarangan di sekitar tempat itu), karena bisa-bisa diserang sakit keras atau bisa mandul. Takhayul lingkungan inilah yang membuat banyak tempat di Bali yang lestari, karena tak ada orang berani mengusiknya, tak ada berani menebang pohon.
Selain itu di Bali juga banyak cerita takhayul mengenai makhluk gaib. Misalnya cerita tentang geregek tunggek, wanita cantik jelita dengan punggung terbuka tanpa tulang sehingga isi perutnya tampak. Tinggalnya di semak-semak, di air terjun, dekat danau, atau kuburan. Makhluk ini suka muncul di malam hari. Ada juga makhluk halus yang disebut wong samar, berwujud manusia tanpa lekukan bibir atas. Makhluk ini memang samar-samar, bisa diajak berkomunikasi hanya oleh orang-orang yang mempelajari ilmu gaib.
Ada pula yang disebut jerangkong, rangka manusia yang bisa jalan-jalan, senang tinggal di tempat sunyi, di bawah rumpun bambu, atau di rumah yang tak ada penghuninya. Dan anja-anja adalah binatang berkaki empat berkepala raksasa, matanya besar melotot, mulut lebar bertaring panjang, rambut terurai, acap kali muncul di hutan yang lengang.
Itu hanya beberapa contoh saja. Banyak lagi makhluk-makhluk takhayul lain yang dipercayai ada di Bali. Tentu kemudian muncul pertanyaan, jika sekarang orang Bali sudah hidup di zaman modern, apakah mereka juga masih percaya pada takhayul? Kenapa tidak? Misalnya, bukankah sebagian besar orang modern masih percaya jika berkendaraan menabrak kucing pertanda akan ditimpa malapetaka? Orang Bali modern juga sangat percaya, pantang menidurkan bayi ketika senja kala karena gampang diganggu makhluk halus. Lolongan anjing di tengah malam sepi dianggap anjing itu melihat makhluk gaib.
Maka tidaklah mengherankan jika ada yang hendak mempelajari aneka cerita dan suka duka dunia takhayul, mereka pun datang ke Bali. *
Aryantha Soethama
1
Komentar