Diolah Secara Tradisional, Garam Kusamba Semakin ‘Bersinar’
SEMARAPURA, NusaBali.com – Alam adalah saudara pendamping kita yang memberikan sumber energi dan sejuta manfaat bagi keberlangsungan hidup manusia. Salah satunya lautan yang menjadi sumber kehidupan bagi petani garam di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Bali.
Pembuatan garam yang masih dilakukan secara tradisional ini menjadi salah satu daya pikat wisatawan lokal hingga mancanegara.
Petani garam yang masih konsisten melakoni cara pembuatan tradisional ini salah satunya di Kelompok Garam Organik Uyah Kusamba, Jalan Eka Bhuana, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung.
Salah satu petani garam, I Wayan Rena mengungkapkan mulai dari awal memanen air laut hingga proses penyulingan masih dengan nuansa tradisional.
Pada proses awal, sedari pukul 06.00 Wita ia harus memikul air laut lalu menuangkannya sedikit demi sedikit untuk tahap pemerataan di pasir pantai sampai pukul 10.00 Wita.
Setelah pasir pantai yang disiram oleh air laut menjadi kering kira-kira selama 5 jam sewaktu cuaca terik, I Wayan Rena kemudian akan menggunakan tongkat kayunya untuk menggaruk pasir tersebut dan diletakkan pada sebuah gubuk di tempat saringan pasir.
Pasir tersebutlah yang nantinya akan disiram kembali dengan air lalu, sehingga mendapatkan air garam pertama lalu disaring kembali sebanyak 3-4 kali untuk mendapatkan air tua (Lapisan air paling atas dalam pembuatan garam, Red).
“Air garam murni hasil sulingan itu nanti di taruh pada alat tradisional berupa pohon kelapa yang dibelah menjadi dua dan kemudian di taruh di bawah terik sinar matahari,” ujar I Wayan Rena, Senin (31/10/2022) pagi.
Dilihat dari pantauan, setelah mendapat panas matahari yang cukup, air tersebut akan mengkristal dan inilah garam organik Kusamba berkualitas tinggi. Saat proses pengambilannya pun masih menggunakan tempurung kelapa sehingga menghasilkan butiran-butiran garam kecil.
Dalam proses pemasaran, I Wayan Rena tidak mendapatkan sebuah hambatan yang berarti. Garam organik buatan I Wayan Rena kini sudah memiliki pasar tetap di Surabaya dan mulai merambah ke dunia ekspor sampai ke Jepang.
“Sekarang saya astungkara sudah memiliki pelanggan tetap dari Surabaya yang mengambil garam jenis geomembran sebanyak satu ton setiap bulannya. Lalu ada turis dari Jepang baru-baru ini mengambil garam jenis palung sebanyak 400 kilogram,” papar I Wayan Rena.
Dalam kesehariannya, memang ada dua jenis garam yang ia hasilkan yakni garam palung dan garam geomembran.
Perbedaan garam tersebut tentu berdasarkan kualitas, baik dari segi harga dan juga cita rasanya.
Garam palung merupakan garam organik yang proses pembuatannya lebih lama dan hasil yang didapatkan lebih sedikit.
Jika garam geomembran warnanya lebih cerah dan hasil panen yang didapatkan akan lebih banyak.
“Tentu dari segi rasa berbeda walau sama-sama asin. Kalau yang palung itu rasanya lebih gurih dan tidak pahit. Kalau geomembran tidak ada rasa gurihnya tetapi ini yang paling banyak dicari orang karena dari segi harga dia lebih murah,” ucap Wayan Rena.
Soal harga, ia mengatakan jika harga garam geomembran dibandrol dengan harga Rp 20.000/ kilogram dan garam organik atau garam palung seharga Rp 25.000/kilogram.
Tiap harinya, ia bisa menghasilkan sebanyak 10 kilogram garam organik atau palung dan 15-20 kilogram untuk garam jenis geomembran.
Hal ini pun tergantung dari aktivitas terik matahari. Jika cuaca mendung dan tidak hujan, ia hanya bisa menghasilkan setengah dari angka tersebut.
“Kalau musim hujan saya hanya mengandalkan stok saja. Jadi saat musim kemarau, semua garam hasil panen itu tidak saya jual semuanya. Agar saat musim hujan saya masih bisa mendapatkan penghasilan,” ujar Wayan Rena lirih.
Di tengah kekhawatiran para petani terkait keberlangsungan garam Kusamba, sejak tahun 2020 segmen pasar petani garam Kusamba tidak hanya mengandalkan pasar lokal atau mancanegara yang tidak menentu.
Hal ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung yang menurunkan gagasan baru dengan mencampurkan garam Kusamba dengan yodium agar layak dikonsumsi dan dipasarkan.
Maka terciptalah garam Kusamba beryodium yang diproduksi langsung oleh Koperasi LEPP Mina Segara Dana.
“Inovasi awal yakni garam Kusamba beryodium yang digagas oleh Bapak Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta dengan pembeli wajib para ASN di Kabupaten Klungkung. Kemudian setelah turunnya IG dan SE nomor 17 Gubernur Bali kami melakukan sosialisasi promosi baik media elektronik maupun pameran-pameran,” ujar Manajer Koperasi LEPP Mina Segara, I Gusti Nyoman Sadi Ari Putra, Selasa (1/11/2022) siang.
Sejak tahun 2020, I Gusti Nyoman Sadi Ari Putra mengatakan tercatat sebanyak 17 petani garam yang bekerjasama dengan pihak Koperasi LEPP Mina Segara dalam hal memproses, menjual, hingga mempromosikan garam hasil para petani di Desa Kusamba.
Hal ini bertujuan guna terserapnya hasil panen garam dari para petani secara maksimal.
Para petani nantinya akan mengirimkan hasil panennya selama 2 minggu sekali dengan sistem langsung bayar.
Harga garam Kusamba dari para petani dibeli oleh pihak Koperasi seharga Rp 10.000/ kilogramnya. Uang tersebut akan langsung didapatkan oleh petani atau hasil penjualan dapat ditabung di koperasi.
“Garam dihasilkan petani nantinya akan diproses dengan penambahan KIO3 untuk garam beryodium dan garam natural disortir dulu sebelum dioven agar lebih kering. Setelah itu, nantinya garam tersebut akan kami kemas dan siap didistribusikan,” ujarnya.
Garam-garam beryodium tersebut nantinya akan didistribusikan ke minimarket oleh PT Gema Shanti. Sedangkan garam natural biasanya dibeli oleh pihak kedua langsung kepada petani garam Kusamba.
“Jika dibeli langsung oleh pihak kedua kami imbau kepada para petani untuk menjual dengan harga yang lebih mahal dari harga yang dibeli oleh koperasi, apa lagi garam IG (Indikator Geografis),” lanjut I Gusti Nyoman Sadi Ari Putra.
I Gusti Nyoman Sadi Ari Putra pun berharap, para petani garam Kusamba dapat mempertajam proses pembuatan garam dan jangan terlena bahkan terpancing untuk menjual garam non Kusamba walaupun permintaan pasar semakin tinggi. *ris
1
Komentar