Sidang Dugaan Korupsi di LPD Serangan, Bendahara Ngaku Nilep Rp 1,6M
Jendra yang diperiksa awal mengaku tak tahu menahu soal kredit macet dan pengelolaan LPD karena semua diserahkan kepada bendahara, Ni Wayan Sunita Yanti (terdakwa 2).
DENPASAR, NusaBali
Sidang dugaan korupsi LPD Serangan di PN Denpasar pada Selasa (1/11) dilanjutkan dengan pemeriksaan kedua terdakwa. Dalam sidang terungkap bagaiman bobroknya manajemen LPD Serangan yang dipimpin terdakwa I Wayan Jendra dan terdakwa dua, Ni Wayan Sunita Yanti yang menjabat sebagai bendahara LPD.
Jendra yang diperiksa awal mengaku tak tahu menahu soal kredit macet dan pengelolaan LPD karena semua diserahkan kepada bendahara, Ni Wayan Sunita Yanti (terdakwa 2). Parahnya lagi, Jendra mengaku tak tahu soal LPJ (Laporan pertanggung Jawaban) dan rencana kerja yang lagi-lagi diserahkan kepada sang bendahara.
Termasuk soal besaran bunga kredit dan bunga deposito yang kompak dijawab tak tahu oleh kedua terdakwa. “Lho bagaimana ini ketua dan bendahara tak tahu soal besaran kredit dan bunga,” ujar JPU dengan nada keheranan.
Sementara terdakwa Sunita Yanti mengakui terus terang adanya kredit macet Rp 3,7 miliar sesuai audit. Malah disebutkan jika kredit macet sebenarnya mencapai Rp 4,3 miliar. Namun kredit macet Rp 1,8 miliar bisa lolos temuan. Pasalnya, saat itu, pengurus LPD Serangan berusaha menghilangkan jejak dengan cara membuat catatan keuangan abal-abal. “Hanya catatan saja, uangnya tidak ada,”sebut jaksa.
Terdakwa mengakui juga untuk menghilangkan jejak itu, dibuatkan catatan adanya kredit, namun fiktif sebanyak 17. “Kacau sekali, uangnya habis dirampok pengurus,” ujar hakim ketua Gde Putera Astawa. Dari uang Rp 3,7 miliar yang lenyap, terdakwa sendiri mengakui mengambil untuk pribadi sebanyak 1,6 miliar. Uang itu dimasukkan dalam tabungan suaminya dengan maksut untuk mengaburkannnya. Setelah uang masuk ke rekening suami, terdakwa lantas mengambilnya lagi untuk kepentingan pribadi. “Kalau saya dengan tiga teman nilainya sama, sedangkan Pak Jendra saya tidak tahu berapa yang diambil,” ujar saksi sambil menangis.
Dalam kasus ini, kedua terdakwa menggunakan dana LPD Desa Adat Serangan tidak sesuai dengan rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan belanja LPD Desa Adat Serangan. Kedua tersangka juga tidak mencatatkan pembayaran bunga piutang pada buku kas LPD Desa Adat. Kedua tersangka membuat laporan pertanggungjawaban khususnya laba usaha tidak real dengan hasil pembagian hasil jasa produksi tidak sesuai dengan ketentuan. Dari penggunaan dana yang tidak sesuai tersebut para tersangka membuat 17 kredit fiktif dan melakukan manipulasi pencatatan buku kas.
Penyidik lalu melakukan penyelidikan dengan memeriksa saksi-saksi. Tak hanya itu, penyidik juga melakukan penggeledahan kantor LPD Desa Adat Serangan yang berlokasi di Jalan Tukad Penataran Serangan itu digeledah berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Nomor: PRINT-0198/N.1.10/-Fd.1/01/2022 tanggal 27 Januari 2022 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar Nomor: Print-02/N.1.10/Fd.1/11/2021 tanggal 26 November 2021.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa kedua terdakwa dengan dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU Tipikor Jis Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jis. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan dakwaan subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Jis Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jis. Pasal 64 ayat (1) KUHP. *rez
Jendra yang diperiksa awal mengaku tak tahu menahu soal kredit macet dan pengelolaan LPD karena semua diserahkan kepada bendahara, Ni Wayan Sunita Yanti (terdakwa 2). Parahnya lagi, Jendra mengaku tak tahu soal LPJ (Laporan pertanggung Jawaban) dan rencana kerja yang lagi-lagi diserahkan kepada sang bendahara.
Termasuk soal besaran bunga kredit dan bunga deposito yang kompak dijawab tak tahu oleh kedua terdakwa. “Lho bagaimana ini ketua dan bendahara tak tahu soal besaran kredit dan bunga,” ujar JPU dengan nada keheranan.
Sementara terdakwa Sunita Yanti mengakui terus terang adanya kredit macet Rp 3,7 miliar sesuai audit. Malah disebutkan jika kredit macet sebenarnya mencapai Rp 4,3 miliar. Namun kredit macet Rp 1,8 miliar bisa lolos temuan. Pasalnya, saat itu, pengurus LPD Serangan berusaha menghilangkan jejak dengan cara membuat catatan keuangan abal-abal. “Hanya catatan saja, uangnya tidak ada,”sebut jaksa.
Terdakwa mengakui juga untuk menghilangkan jejak itu, dibuatkan catatan adanya kredit, namun fiktif sebanyak 17. “Kacau sekali, uangnya habis dirampok pengurus,” ujar hakim ketua Gde Putera Astawa. Dari uang Rp 3,7 miliar yang lenyap, terdakwa sendiri mengakui mengambil untuk pribadi sebanyak 1,6 miliar. Uang itu dimasukkan dalam tabungan suaminya dengan maksut untuk mengaburkannnya. Setelah uang masuk ke rekening suami, terdakwa lantas mengambilnya lagi untuk kepentingan pribadi. “Kalau saya dengan tiga teman nilainya sama, sedangkan Pak Jendra saya tidak tahu berapa yang diambil,” ujar saksi sambil menangis.
Dalam kasus ini, kedua terdakwa menggunakan dana LPD Desa Adat Serangan tidak sesuai dengan rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan belanja LPD Desa Adat Serangan. Kedua tersangka juga tidak mencatatkan pembayaran bunga piutang pada buku kas LPD Desa Adat. Kedua tersangka membuat laporan pertanggungjawaban khususnya laba usaha tidak real dengan hasil pembagian hasil jasa produksi tidak sesuai dengan ketentuan. Dari penggunaan dana yang tidak sesuai tersebut para tersangka membuat 17 kredit fiktif dan melakukan manipulasi pencatatan buku kas.
Penyidik lalu melakukan penyelidikan dengan memeriksa saksi-saksi. Tak hanya itu, penyidik juga melakukan penggeledahan kantor LPD Desa Adat Serangan yang berlokasi di Jalan Tukad Penataran Serangan itu digeledah berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Nomor: PRINT-0198/N.1.10/-Fd.1/01/2022 tanggal 27 Januari 2022 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar Nomor: Print-02/N.1.10/Fd.1/11/2021 tanggal 26 November 2021.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa kedua terdakwa dengan dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU Tipikor Jis Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jis. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan dakwaan subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Jis Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jis. Pasal 64 ayat (1) KUHP. *rez
Komentar