Gedung DPR RI Melekat dengan Sejarah Bangsa
Supadma Rudana Dorong Jadi Cagar Budaya Nasional
JAKARTA, NusaBali
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana menyuarakan agar Gedung DPR RI (Gedung Nusantara) menjadi cagar budaya nasional.
Lantaran eksistensi Gedung DPR RI sangat melekat erat dengan sejarah bangsa dan negara Indonesia. Plus memiliki arti khusus bagi sejarah perjuangan dan pembangunan bangsa Indonesia.
"Saya berharap dan selalu menyuarakan, sudah saatnya secara nasional Gedung DPR RI/MPR RI ditetapkan menjadi cagar budaya," ujar Putu Supadma saat membuka pameran bertajuk Rumah Rakyat : Gedung DPR RI dari masa ke masa yang diinisiasi oleh Museum DPR RI di Selasar Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/11).
Supadma Rudana mengatakan, tahun 1993 telah diterbitkan surat Gubernur DKI Jakarta No 475 tentang penetapan bangunan-bangunan bersejarah di DKI Jakarta sebagai cagar budaya. Gedung DPR RI/MPR RI ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya di DKI Jakarta dengan nomor urut 66.
Bagi politisi dari Fraksi Demokrat itu, pengakuan cagar budaya tersebut baru sebatas ditingkat Provinsi DKI Jakarta saja sehingga belum secara nasional. Padahal, sudah ada Undang-Undang (UU) terkait Cagar Budaya. Bila merujuk UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka Gedung DPR RI bisa diusulkan sebagai bangunan Cagar Budaya.
Pasal 5 UU Cagar Budaya, lanjut Supadma Rudana, menyebutkan benda, bangunan atau struktur dapat diusulkan sebagai benda, bangunan atau struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria berusia 50 tahun atau lebih. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan.
Kemudian memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Gedung DPR RI telah memenuhi kriteria tersebut, karena sudah berusia 57 tahun sejak rancangannya ditetapkan dan disahkan oleh Presiden Soekarno pada 22 Februari 1965.
Presiden Soekarno atau Bung Karno membangun gedung itu awalnya untuk menyelenggarakan Conefo(Conference of the New Emerging Force) pada akhir tahun 1966. Conefo merupakan konferensi internasional yang mendukung gagasan membentuk tata dunia baru untuk menandingi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Bung Karno membangun gedung Conefo dengan dasyat. Dia ingin membangun gedung lebih megah dari markas PBB di New York. Lalu lebih bagus dari Gedung People Palace di China. Pembangunan pun, ditargetkan selama satu tahun. Perancang bangunan gedung adalah Soejoedi Wirjoatmodjo.
Maketnya menampakkan seluruh bangunan komplek. Rancangan aslinya tampak keseluruhan gedung saat dipandang dari Jembatan Semanggi. Ketika pembangunannya dilanjutkan oleh Presiden Soeharto, nuansa danau buatan tidak terlihat tetapi bangunan masih terlihat ketika melewati Jalan Gatot Subroto.
Ruang Arkada di bawah tanah ditiadakan sehingga luasnya menjadi 60 ha, dengan luas bangunan sekitar 80.000 meter persegi. "Tidak dapat dipungkiri, eksistensi Gedung DPR RI sangat melekat erat dengan sejarah bangsa dan negara Indonesia. Bagaimana nilai sejarah patut dipelajari dari Gedung DPR RI ini," papar Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) ini.
Oleh karena itu, politisi asal Desa Peliatan Ubud, Kabupaten Gianyar ini mengatakan, penetapan Gedung DPR RI sebagai Cagar Budaya sebagaimana diatur dalam UU Cagar Budaya menjadi sangat penting guna memastikan rekam jejak sejarah gedung parlemen sebagai rumah rakyat.
Anggota Komisi VI DPR RI ini menyebutkan, Gedung DPR RI bukan hanya sekedar bangunan fisik. Melainkan yang terpenting adalah gedung itu menyimpan sejarah tentang kiprah DPR RI di tata negaraan dan pemerintahan Indonesia. Apalagi, di dalam gedung ada anggota dewan yang menyuarakan suara rakyat yang diwakilkannya.
Lalu terlihat pula para anggota dewan dan pemerintah saling bekerja untuk menghasilkan produk hukum. "Yang muara intinya untuk kesejahteraan rakyat," tegas anak dari Anggota DPD RI Periode 2004-2009 dari daerah pemilihan Bali Nyoman Rudana ini. *k22
Komentar