Ayah Tega Mencabuli Anak dan Keponakan di Tabanan, Aktivis Anak Minta Pelaku Dihukum Berat
Selain ancaman hukuman 20 tahun penjara dan hukuman mati, UU ini juga ada pemberatan lainnya.
DENPASAR, NusaBali
Dugaan kasus persetubuhan anak di bawah yang terjadi di Tabanan mendapat perhatian dari pemerhati anak dan perempuan, Siti Sapurah alias Ipung. Ipung melihat kasus yang terjadi di Tabanan itu sangat sadis. Seoarang ayah berinisial I Kadek EA, 48 tega mencabuli anak kandungnya KAB, 13, dan keponakannya, LPA, 14.
Langkah tegas dan cepat dari Polres Tabanan yang dipimpin oleh Kapolres Tabanan, AKBP Ranefli Dian Candra menangkap dan menahan pria bejat tersebut. Namun, Ipung melihat pasal yang menjerat tersangka masih ringan dan tidak memberi efek jera terhadap pelaku.
Penyidik Datreskrim Polres Tabanan menjerat tersangka Kadek EA dengan Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2) serta ayat (3) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara plus denda maksimal Rp 5 miliar.
Sementara Ipung mengusulkan agar pelaku dijerat Pasal Nomor 1 Tahun 2016 dan sudah menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak. UU ini ancaman hukumannya sekurang-kurangnya 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati. Menurut Ipung ancaman hukuman dari UU ini lebih berat dari yang lainnya. UU ini cocok untuk menjerat tersangka Kadek EA.
Selain ancaman hukuman 20 tahun penjara dan hukuman mati, UU ini juga ada pemberatan lainnya. Setidaknya ada tiga pemberatan terhadap terduga pelaku. Pertama, kebiri kimia. Tujuannya agar aksi bejatnya pelaku tak terulang lagi. Kedua, pemasangan cip di dalam tubuh pelaku. Supaya kalau keluar dari Lapas bisa diawasi dengan mudah. Ketiga, ekspos identitas pelaku sejelas-jelasnya.
"Saya usulkan untuk gunakan UU Nomor 17 Tahun 2016. Supaya efek jeranya lebih kuat atau ancamannya lebih tinggi, yatu 20 tahun penjara atau hukuman mati. Selain itu ada ancaman lainnya. Saya tidak mau menggurui bapak Kapolres Tabanan. Saya apresiasi langkah cepatnya dalam menanganai kasus ini," tutur Ipung kepada wartawan di Denpasar, Jumat (4/11).
Dugaan pencabulan dilakukan oleh tersangka Kdek EA terhadap anak kandungnya berinisial KAB, dan keponakannya berinisial LPA terjadi sejak 2019. Aksi bejatnya itu berawal dari guru korban KAB di sebuah SMP kawasan Tabanan, yang melihat siswi Kelas VII ini sering melamun dan murung di kelas. Selain itu, korban KAB selalu tidak hadir mengikuti pelajaran khusus yang nilai akademiknya ku¬rang. Akhirnya, siswi bereusia 13 tahun ini dipanggil dan melakukan konsultasi dengan guru BK.
"Dari hasil konsultasi terungkap bahwa korban mengaku digauli oleh ayahnya sendiri. Selanjutnya, masalah ini dilaporkan ke kepala sekolah, dinas pendidikan, dan diteruskan lapor ke polisi," ujar Kapolres Tabanan AKBP Ranefli saat gelar perkara di Mapolres Tabanan, Kamis (3/11). *pol
Langkah tegas dan cepat dari Polres Tabanan yang dipimpin oleh Kapolres Tabanan, AKBP Ranefli Dian Candra menangkap dan menahan pria bejat tersebut. Namun, Ipung melihat pasal yang menjerat tersangka masih ringan dan tidak memberi efek jera terhadap pelaku.
Penyidik Datreskrim Polres Tabanan menjerat tersangka Kadek EA dengan Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2) serta ayat (3) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara plus denda maksimal Rp 5 miliar.
Sementara Ipung mengusulkan agar pelaku dijerat Pasal Nomor 1 Tahun 2016 dan sudah menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak. UU ini ancaman hukumannya sekurang-kurangnya 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati. Menurut Ipung ancaman hukuman dari UU ini lebih berat dari yang lainnya. UU ini cocok untuk menjerat tersangka Kadek EA.
Selain ancaman hukuman 20 tahun penjara dan hukuman mati, UU ini juga ada pemberatan lainnya. Setidaknya ada tiga pemberatan terhadap terduga pelaku. Pertama, kebiri kimia. Tujuannya agar aksi bejatnya pelaku tak terulang lagi. Kedua, pemasangan cip di dalam tubuh pelaku. Supaya kalau keluar dari Lapas bisa diawasi dengan mudah. Ketiga, ekspos identitas pelaku sejelas-jelasnya.
"Saya usulkan untuk gunakan UU Nomor 17 Tahun 2016. Supaya efek jeranya lebih kuat atau ancamannya lebih tinggi, yatu 20 tahun penjara atau hukuman mati. Selain itu ada ancaman lainnya. Saya tidak mau menggurui bapak Kapolres Tabanan. Saya apresiasi langkah cepatnya dalam menanganai kasus ini," tutur Ipung kepada wartawan di Denpasar, Jumat (4/11).
Dugaan pencabulan dilakukan oleh tersangka Kdek EA terhadap anak kandungnya berinisial KAB, dan keponakannya berinisial LPA terjadi sejak 2019. Aksi bejatnya itu berawal dari guru korban KAB di sebuah SMP kawasan Tabanan, yang melihat siswi Kelas VII ini sering melamun dan murung di kelas. Selain itu, korban KAB selalu tidak hadir mengikuti pelajaran khusus yang nilai akademiknya ku¬rang. Akhirnya, siswi bereusia 13 tahun ini dipanggil dan melakukan konsultasi dengan guru BK.
"Dari hasil konsultasi terungkap bahwa korban mengaku digauli oleh ayahnya sendiri. Selanjutnya, masalah ini dilaporkan ke kepala sekolah, dinas pendidikan, dan diteruskan lapor ke polisi," ujar Kapolres Tabanan AKBP Ranefli saat gelar perkara di Mapolres Tabanan, Kamis (3/11). *pol
1
Komentar