Normalisasi Tukad Mati Distop, BWS Bali-Penida : Bukan Penghentian Tapi Reschedule
Jadi pada dasarnya, Kabupaten Badung harus mengajukan proses perizinan terlebih dahulu, sebelum melakukan pengerukan agar dapat diarahkan dengan benar.
MANGUPURA, NusaBali
Normalisasi Tukad Mati yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung terpaksa dihentikan. Penghentian ini buntut tidak adanya rekomendasi teknis (Rekomtek) pengerjaan. Padahal normalisasi yang bertujuan mengeruk sedimentasi tersebut bagian dari upaya pencegahan banjir yang kerap melanda wilayah Legian, Kecamatan Kuta.
Kepala Dinas PUPR Badung Ida Bagus Surya Suamba, mengatakan penghentian pengerukan sedimentasi alur Tukad Mati dilakukan setelah menerima surat dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida. Penghentian itu diberitahukan melalui surat pihak BWS Bali-Penida dan pemantauan langsung pada Jumat 28 Oktober 2022. “Setelah mendapat surat itu, kami langsung bersurat sehari kemudian ke sana (BWS Bali-Penida),” kata Surya Suamba, Sabtu (5/11). Birokarat asal Tabanan ini lebih lanjut menjelaskan, pihak BWS Bali-Penida
Beralsan pengerukan sedimentasi itu harus terlebih dahulu mengurus izin rekomendasi teknik (Rekomtek). Hal ini dikarenakan kalau menormalisasi sungai, harus ada izinnya, karena nantinya dikhawatirkan menggerus bisa mengenai dinding/senderan sungai. Padahal, jelas Suamba, pengerukan itu sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari banjir dan dipastikan tidak akan merusak apapun selain mengeruk sedimentasi. “Tapi nyatanya mereka justru menyuruh untuk izin Rekomtek. Padahal urus Rekomtek itukan perseorangan atau pengusaha yang ingin memanfaatkan pengelolaan sumberdaya air. Sedangkan kita adalah Pemda yang memelihara sungai dari sedimentasi agar tidak terjadi banjir,” tegas Surya Suamba.
Surya Suamba juga mempertanyakan, kenapa baru sekarang proyek normalisasi terkesan dipersulit. Padahal sebelumnya selalu didukung, termasuk untuk pembelian bahan bakar, karena untuk kepentingan masyarakat. “Kalau tahun-tahun sebelumnya aman saja. Bahkan BWS Bali-Penida selalu suport. Namun, kini justru berbeda,” kata Surya Suamba.
Sementara Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida Eka Nugraha Abdi, saat dikonfirmasi NusaBali pada Senin (7/11) menyangkal menghentikan proyek normalisasi Tukad Mati. Menurut dia, yang tepat bukan penghentian tapi reschedule alias menjadwalkan ulang proyek penataan itu.
“Alasan memohon Kabupaten Badung melakukan reschedule pengerukan adalah peraturan perundang-undangan. Agar yang melakukan pengerukan jelas pengerukannya, sehingga pengerukan benar-benar sesuai dengan kaidah-kaidah teknis, agar pengerukan ke arah yang benar tidak malah mengeruk melebihi yang semestinya. Tidak malah mengeruk dasar asli sungai. Jika pengerukan berlebihan, maka bukan hanya malah menyebabkan banjir di daerah lain, juga akan merusak infrastruktur eksisting, seperti kejadian pengerukan sebelumnya yangg menyebabkan tanggul malah runtuh,” jelasnya.
“Jadi pada dasarnya, Kabupaten Badung harus mengajukan proses perizinan terlebih dahulu sebelum melakukan pengerukan agar pengerukan dapat diarahkan dengan benar. Dapat dibayangkan kalau setiap institusi yang ingin mengeruk sungai tanpa arah dan tanpa izin, maka sungai kita bisa rusak tidak karuan,” kata Eka.
Menurutnya, jangan sampai niat baik membantu malah jadi merusak. “Makanya peraturan perundang-undangan itu ada untuk melindungi masyarakat. Perizinan adalah amanat undang-undang yg pada hakikatnya adalah melindungi masyarakat. Perizinan dalam ini juga pada hakikatnya adalah engineering advice (nasehat teknis) agar secara teknis sudah aman,” jelasnya.
“Jadi permohonan untuk reschedule pengerukan dan untuk mengurus izin terlebih dahulu adalah agar pengerukan menjadi jelas dan terarah, tidak malah merusak. Agar yang secara kasat mata terlihat baik benar-benar bisa baik dalam kenyataannya,” imbuh Eka.
Kalau bicara niat (normalisasi Tukad Mati), lajut Eka, sudah pasti niat. Tapi BWS Bali-Penida bekerja tidak ngawur, tapi berdasarkan perencanaan yang matang berdasarkan studi yang mendalam. “Kalau hanya keruk-keruk sedimen tapi tidak mengurangi banjir bahkan memindahkan banjir dan merusak infrastruktur yang sudah ada, ya malah bahaya,” katanya.
“Sementara ini analisa yang ada di BWS Bali-Penida, bahwa penyebab banjir di daerah Dewi Sri dan Legian adalah sistem drainase yang belum sesuai. Drainase ini kan kewenangan Kabupaten Badung. Kenapa tidak fokus ke situ dan kenapa langsung masuk ke kewangan BWS Bali-Penida. Tukad Mati walaupun banyak sedimen, sedimantasinya masih dalam kadar di mana belum menyebabkan Tukad Mati over capacity,” tegasnya.
Walau demikian, Eka tetap memberikan apresiasi dan memuji Pemkab Badung. “Upaya yang dilakukan Pemkab Badung perlu dipuji, ini lah yang diharapkan agar seluruh stakeholders berperan serta. Namun demikian, negara kita adalah negara hukum, sehingga seluruh upaya harus sesuai peraturan perundang-undangan, dengan mengikuti prosedur yang termaktub di dalamnya,” tegasnya. *ind, dar, asa
Kepala Dinas PUPR Badung Ida Bagus Surya Suamba, mengatakan penghentian pengerukan sedimentasi alur Tukad Mati dilakukan setelah menerima surat dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida. Penghentian itu diberitahukan melalui surat pihak BWS Bali-Penida dan pemantauan langsung pada Jumat 28 Oktober 2022. “Setelah mendapat surat itu, kami langsung bersurat sehari kemudian ke sana (BWS Bali-Penida),” kata Surya Suamba, Sabtu (5/11). Birokarat asal Tabanan ini lebih lanjut menjelaskan, pihak BWS Bali-Penida
Beralsan pengerukan sedimentasi itu harus terlebih dahulu mengurus izin rekomendasi teknik (Rekomtek). Hal ini dikarenakan kalau menormalisasi sungai, harus ada izinnya, karena nantinya dikhawatirkan menggerus bisa mengenai dinding/senderan sungai. Padahal, jelas Suamba, pengerukan itu sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari banjir dan dipastikan tidak akan merusak apapun selain mengeruk sedimentasi. “Tapi nyatanya mereka justru menyuruh untuk izin Rekomtek. Padahal urus Rekomtek itukan perseorangan atau pengusaha yang ingin memanfaatkan pengelolaan sumberdaya air. Sedangkan kita adalah Pemda yang memelihara sungai dari sedimentasi agar tidak terjadi banjir,” tegas Surya Suamba.
Surya Suamba juga mempertanyakan, kenapa baru sekarang proyek normalisasi terkesan dipersulit. Padahal sebelumnya selalu didukung, termasuk untuk pembelian bahan bakar, karena untuk kepentingan masyarakat. “Kalau tahun-tahun sebelumnya aman saja. Bahkan BWS Bali-Penida selalu suport. Namun, kini justru berbeda,” kata Surya Suamba.
Sementara Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida Eka Nugraha Abdi, saat dikonfirmasi NusaBali pada Senin (7/11) menyangkal menghentikan proyek normalisasi Tukad Mati. Menurut dia, yang tepat bukan penghentian tapi reschedule alias menjadwalkan ulang proyek penataan itu.
“Alasan memohon Kabupaten Badung melakukan reschedule pengerukan adalah peraturan perundang-undangan. Agar yang melakukan pengerukan jelas pengerukannya, sehingga pengerukan benar-benar sesuai dengan kaidah-kaidah teknis, agar pengerukan ke arah yang benar tidak malah mengeruk melebihi yang semestinya. Tidak malah mengeruk dasar asli sungai. Jika pengerukan berlebihan, maka bukan hanya malah menyebabkan banjir di daerah lain, juga akan merusak infrastruktur eksisting, seperti kejadian pengerukan sebelumnya yangg menyebabkan tanggul malah runtuh,” jelasnya.
“Jadi pada dasarnya, Kabupaten Badung harus mengajukan proses perizinan terlebih dahulu sebelum melakukan pengerukan agar pengerukan dapat diarahkan dengan benar. Dapat dibayangkan kalau setiap institusi yang ingin mengeruk sungai tanpa arah dan tanpa izin, maka sungai kita bisa rusak tidak karuan,” kata Eka.
Menurutnya, jangan sampai niat baik membantu malah jadi merusak. “Makanya peraturan perundang-undangan itu ada untuk melindungi masyarakat. Perizinan adalah amanat undang-undang yg pada hakikatnya adalah melindungi masyarakat. Perizinan dalam ini juga pada hakikatnya adalah engineering advice (nasehat teknis) agar secara teknis sudah aman,” jelasnya.
“Jadi permohonan untuk reschedule pengerukan dan untuk mengurus izin terlebih dahulu adalah agar pengerukan menjadi jelas dan terarah, tidak malah merusak. Agar yang secara kasat mata terlihat baik benar-benar bisa baik dalam kenyataannya,” imbuh Eka.
Kalau bicara niat (normalisasi Tukad Mati), lajut Eka, sudah pasti niat. Tapi BWS Bali-Penida bekerja tidak ngawur, tapi berdasarkan perencanaan yang matang berdasarkan studi yang mendalam. “Kalau hanya keruk-keruk sedimen tapi tidak mengurangi banjir bahkan memindahkan banjir dan merusak infrastruktur yang sudah ada, ya malah bahaya,” katanya.
“Sementara ini analisa yang ada di BWS Bali-Penida, bahwa penyebab banjir di daerah Dewi Sri dan Legian adalah sistem drainase yang belum sesuai. Drainase ini kan kewenangan Kabupaten Badung. Kenapa tidak fokus ke situ dan kenapa langsung masuk ke kewangan BWS Bali-Penida. Tukad Mati walaupun banyak sedimen, sedimantasinya masih dalam kadar di mana belum menyebabkan Tukad Mati over capacity,” tegasnya.
Walau demikian, Eka tetap memberikan apresiasi dan memuji Pemkab Badung. “Upaya yang dilakukan Pemkab Badung perlu dipuji, ini lah yang diharapkan agar seluruh stakeholders berperan serta. Namun demikian, negara kita adalah negara hukum, sehingga seluruh upaya harus sesuai peraturan perundang-undangan, dengan mengikuti prosedur yang termaktub di dalamnya,” tegasnya. *ind, dar, asa
Komentar