Bung Karno Selalu Hidup Lewat Idenya
JAKARTA, NusaBali
Meski Bung Karno telah tiada dan berupaya “dibunuh berkali-kali”, tetapi Proklamator RI tersebut selalu hidup dalam hati dan pikiran rakyat Indonesia melalui ide, aspirasi, dan pemikiran, khususnya bagi rakyat yang tertindas.
Hal itu diungkap oleh Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP) Dr. Hasto Kristiyanto dalam pidatonya di hadapan peserta ‘Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective', yang merupakan akademisi dari berbagai negara saat ziarah dan doa ke makam Bung Karno, Kota Blitar, Jawa Timur, Kamis (10/11).
"Walaupun Bung Karno sudah meninggal, seperti yang dikatakannya di akhir hayatnya, ide, pendapat, dan aspirasi tidak bisa dibunuh,” kata Hasto melalui keterangan tertulisnya. Apa yang dikatakan Bung Karno terbukti. Meski selama 32 tahun kekuasaan Presiden Soeharto yang sangat otoriter berusaha memutarbalikkan dan menutupi sejarah dengan tujuan menjauhkan rakyat dari Bung Karno, upaya tersebut sia-sia.
Begitu juga ketika tempat di sekitar makam Bung Karno dikelilingi kaca dinding selama 32 tahun, sehingga orang tidak bisa mendekat. "Tetapi kebenaran dan kebajikan selalu menemukan jalannya. Kebenaran selalu mampu mendobrak tembok tebal tirani. Karena itu, kekuatan politik kebenaran akhirnya terbukti,” tegas Hasto.
Menurut Hasto, Bung Karno selalu hidup dan menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia. Inspirasi bagi kaum tertindas yang haus akan keadilan. Inspirasi bagi rakyat kecil yang mendambakan hidup sejahtera. Semangatnya merupakan penggerak perjuangan, sekaligus tekad bangsa Indonesia untuk berjuang mewujudkan tatanan dunia yang bebas dari segala bentuk penjajahan.
Kepada para peserta acara yang datang dari negara seperti Rusia, AS, Tiongkok, India, Swedia, Finlandi, Brasil, dan lain-lain, Hasto mengatakan bahwa berziarah ke makam Bung Karno adalah penuh makna. Dengan itu, kita dapat belajar tentang keyakinan akan cita-cita, bahwa politik adalah perjuangan tanpa akhir, perjuangan untuk rakyat, untuk bangsa, dan untuk negara, serta untuk umat manusia di dunia.
Atas dasar keyakinan yang sama, putri sulung Bung Karno, Megawati Soekarnoputri, menempuh jalan terjal, menerobos berbagai rintangan. Bahkan proyek politik otoriter beberapa kali mencoba membunuh karir politiknya. "Konsekuensinya memang tidak mudah. Markas besar Partai Demokrasi Indonesia yang dipimpinnya diserang secara brutal pada 27 Juli 1996, yang mengakibatkan banyak korban jiwa,” urai Hasto.
Di situlah Megawati menekankan Satyam Eva Jayate. Yang berarti, pada akhirnya bagaimanapun kebenaran akan menang. Melalui perjuangan panjang, Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden Republik Indonesia ke-5, dan kepemimpinannya mampu melahirkan banyak pemimpin, termasuk Presiden Joko Widodo. "Ini juga merupakan bukti pentingnya memperjuangkan kebenaran melalui jalur politik,” pungkas Hasto.
Sebelum nyekar di makam sang proklamator, Hasto dan para akademisi ikut menghadiri upacara Hari Pahlawan di halaman kompleks makam Bung Karno. Upacara dipimpin langsung oleh Hasto. Para kader PDIP dari Jawa Timur mengikuti kegiatan itu. Tampak Sekretaris DPD PDIP Jatim Sri Untari serta mantan Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana.
Hasto mengatakan ziarah di makam Bung Karno demi mendoakan agar Bung Karno mendapat tempat terbaik di Surga. Tak hanya itu, ziarah juga bermaksud agar kita belajar dari perjuangannya dan mewarisi semangatnya. “Kami berharap semangat membangun tatanan dunia baru tanpa kolonialisme, dan semangat membangun solidaritas antar sesama, terus dikuatkan," imbuh Hasto.
Ditegaskan Hasto, bagi Indonesia dan PDIP pada khususnya, perjuangan panjang mewujudkan cita-cita itu takkan pernah sia-sia. "Seperti yang diyakini Bung Karno, bahwa ketika kita memperjuangkan kepentingan umat manusia, seluruh perjuangan tidak akan pernah sia-sia. Tidak ada pengorbanan yang sia-sia,” tegas Hasto.
Usai upacara, Hasto mengajak para akademisi untuk duduk bersila dan mendoakan Bung Karno. Para peserta nampak khidmat menunduk mendoakan Bung Karno. Mereka ikut memanjatkan doa untuk Putra Sang Fajar. Tak lupa semua peserta juga menabur bunga mawar di makam.
Acara pembukaan Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective sendiri dilakukan di Jakarta pada Senin lalu. Setelahnya, peserta berangkat di Bandung, bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad), membahas langkah-langkah berbasis semangat Konferensi Asia Afrika 1955.
Para peneliti yang diajak dalam program ini antara lain Annamaria Artner (Hungaria), Connie Rahakundini Bakrie (Indonesia), Isaac Bazie (Burkina Faso/Canada), Beatriz Bissio (Brasil/Uruguay), Marzia Casolari (Italia), Gracjan Cimek (Poland), Bruno Drweski (Prancis/Polandia), Hilman Farid (Indonesia), Darwis Khudori (Indonesia/Prancis), Seema Mehra Parihar (India), Jean-Jacques Ngor Sene (Senegal/USA), Istvan Tarrosy (Hungaria), Rityusha Mani Tiwary (India), Nisar Ul Haq (India). *k22
Komentar