Sujud pada Baruna, Syukuri Anugerah Huma
Ritual Ngusaba Segara dan Ngusaba Nini di Kusamba
Salah satunya yang khas dalam upacara Ngusaba Segara yakni Jero Gede, berupa buah nangka ukuran besar diselimuti kain hitam.
SEMARAPURA, NusaBali
Buda Wage Ukir, Rabu (9/11), Pantai Kusamba, Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Klungkung, benar-benar sepi. Sejak pukul 06.00 - 18.00 Wita, tak ada aktivitas nelayan melaut, petani garam mengolah pasir, maupun buruh-buruh angkut barang di pelabuhan penyeberangan di sepanjang Pantai Kusamba. Krama Desa Adat Kusamba yang umumnya nelayan maupun beraktivitas di bidang perikanan laut sedang melaksanakan tradisi Nyepi Segara (menyepikan laut).
Tradisi nyepi segara merupakan bagian dari upacara Ngusaba Segara lan Ngusaba Nini di Pura Segara Desa Adat Kusamba. Puncak upacara ngusaba pada Purnama Kalima, yang kali ini jatuh pada Selasa, 8 November 2022. Tradisi Nyepi Segara dilaksanakan sehari setelah puncak Ngusaba Segara Lan Ngusaba Nini, Rabu (9/11).
Tak pernah ada warga yang berani melanggar tradisi ini. Bahkan, masyarakat dari luar Kusamba juga menghormati tradisi ini dengan tidak melintas di perairan Kusamba. Tak ketinggalan juga warga muslim Kampung Kusamba yang pemukimannya di antara wilayah Desa Adat Kusamba juga turut menghormati tradisi ini. "Tapi, kami bersurat permakluman kepada instansi terkait maupun masyarakat luas. Kami memohon doa dan dukungan agar tradisi ini berjalan lancar dan aman," kata Ketua Panitia Upacara, I Nengah Sumarnaya.
Tidak diketahui secara pasti sejak kapan tradisi Nyepi Segara ini mulai dilaksanakan di Kusamba. “Kami belum menemukan prasasti maupun lontar yang mencatat tradisi nyepi segara maupun ngusaba segara di Desa Adat Kusamba,” kata Bendesa Desa Adat Kusamba, AA Gde Raka Swastika.
Jelas Raka Swastika, masyarakat adat Kusamba sudah nami atau mewarisi tradisi ini dari para tetua. Tradisi ini diwariskan secara lisan dan turun-temurun. Kendati begitu, krama Desa Adat Kusamba sangat meyakini tradisi ini dan tidak pernah terabaikan. Menurut ingatan Raka Swastika, pun situasinya krama Desa Adat Kusamba tetap melaksanakan tradisi ini. Bahkan, saat pandemi Covid-19 dua tahun terakhir, tradisi ini dilaksanakan dengan pembatasan. “Cerita yang saya dengar, dulu hanya pernah terjadi, upacara Ngusaba Segara tidak dilaksanakan selama 11 hari sebagaimana tradisi yang sudah berlangsung. Namun, hanya dilaksanakan selama empat hari. Setelah upacara itu, terjadilah berbagai musibah di Desa Adat Kusamba. Sejak saat itu, krama Desa Adat Kusamba Kembali melaksanakan Ngusaba Segara selama 11 hari,” kata Raka Swastika.
Awalnya, kata Raka Swastika, Desa Adat Kusamba hanya melaksanakan Ngusaba Segara. Hal ini berkaitan dengan swagina (mata pencaharian) mayoritas masyarakat Kusamba yang nelayan, dan Pura Segara sebagai pura sungsungan desa. Namun, setelah nglinggihang Ida Batari Sri di Pura Puseh-Bale Agung, atas petunjuk sulinggih dan diputuskan dalam paruman, Desa Adat Kusamba juga melaksanakan Ngusaba Nini, disatukan dengan Ngusaba Segara dipusatkan di Pura Segara. “Ini semacam upaya membangun keharmonisan antara tradisi maritim pada Ngusaba Segara dan tradisi agraris atau huma yang direpresentasikan oleh Ngusaba Nini. Nyatanya, masyarakat Kusamba memang hidup dalam dua tradisi ini,” kata Raka Swastika.
Upacara Ngusaba ini merupakan wujud ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasi Ida Batara Baruna sebagai penguasa lautan dan Ida Batari Sri sebagai penguasa pertanian/huma yang telah melimpahkan anugerah kesejahteraan dan kebahagiaan kepada krama. Hal itu ditandai dengan sarana upakara yang digunakan merepresentasikan hasil panen pertanian dan di laut. Salah satunya yang khas dalam upacara Ngusaba Segara yakni Jero Gede, berupa buah nangka ukuran besar diselimuti kain hitam. Yang menarik, hasil laut disimbolisasikan sebagai sanganan (jajan) berbentuk berbagai jenis ikan.
Sebagaimana lazimnya dalam kepercayaan masyarakat Hindu Bali, ngusaba sebagai ritus ungkapan syukur dan terima kasih atas karunia panen yang melimpah. Karena itu, ritual ini biasanya digelar saat musim panen. Bagi masyarakat Kusamba, Purnama Kalima merupakan masa-masa musim panen. “Dulu memang seperti itu. Setiap kali Sasih Kapat dan Kalima, panen ikan laut akan melimpah. Bahkan, saat krama mulai ngayah mempersiapkan upacara ngusaba, di perairan Kusamba bisa terlihat banyak lumba-lumba beriringan. Itu pertanda Ida Batara sueca (memberikan anugerah)” kata salah seorang krama Desa Adat Kusamba, Jro Mangku I Wayan Sinah.
Meski begitu, krama Desa Adat Kusamba tak luntur keyakinannya pada upacara Ngusaba Segara. Upacara tahunan ini tetap dilaksanakan dengan kesadaran dan keyakinan yang penuh. Mereka tetap mempersembahkan rasa baktinya kepada Sang Pencipta atas karunia segala hasil laut yang masih bisa dinikmati krama Desa Adat Kusamba hingga memberi mereka kesejahteraan. Senyatanya, hingga kini kegiatan perikanan masih menjadi andalan warga Kusamba.
Bagi masyarakat adat Kusamba, imbuh Raka Swastika, Ngusaba Segara yang disertai Nyepi Segara, setidaknya memiliki empat fungsi menonjol. Pertama, fungsi religius, yakni wahana menguatkan dan meningkatkan sradha dan bhakti krama Desa Adat Kusamba terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam prabawa-Nya sebagai penguasa laut yang telah memberikan karunia melimpah untuk kesejahteraan krama. Kedua, fungsi budaya, yakni melestarikan nilai-nilai dan budaya lokal, khususnya budaya maritim dan agraris yang dibalut nilai-nilai religiusitas di kalangan masyarakat Desa Adat Kusamba. Ketiga, fungsi sosial, yaitu upacara ini merekatkan kebersamaan dan kekeluargaan di antara krama desa karena upacara ini dilaksanakan secara bergotong-royong dalam semangat gilik saguluk, salunglung sabayantaka, para sparo sarpana ya. Keempat, fungsi ekonomi, upacara ini mendorong perputaran ekonomi berbasis budaya di kalangan masyarakat adat Kusamba.
Upacara Ngusaba Segara lan Ngusaba Nini, Desa Adat Kusamba kali ini 11 hari, 8—19 November 2022. Ketua Panitia Upacara I Nengah Sumarnaya, didampingi Wakil Ketua Panitia yang juga Bhaga Parahyangan Desa Adat Kusamba AA Sarwa Damana, menjelaskan eedan (rangkaian) upacara sudah dimulai pada 23 Oktober 2022 dengan upacara matur piuning di Pura Kahyangan Tiga dan Pura Segara. Untuk mempersiapkan sarana upacara dan upakara, krama desa ngayah secara bergiliran.
Rangkaian upacara ngusaba segara lan ngusaba nini diawali dengan tradisi mapeed dilaksanakan selama empat hari berturut-turut, 8-11 November 2022, yakni hari panganteg (puncak upacara), umanis (sehari setelah puncak upacara), pahing (dua hari setelah puncak upacara) dan panglemek (tiga hari setelah puncak upacara). Mapeed berupa iring-iringan krama, baik lanang (laki-laki) maupun istri (perempuan) mundut jauman (sesaji) dari Pura Puseh-Bale Agung menuju Pura Segara sepanjang 1,5 km. Upacara di-puput Ida Pedanda Gde Putra Tembau dari Gria Aan, Klungkung.
Ritual Ngusaba ini diisi Mapeed selama empat berturut-turut, yakni sejak hari panganteg (puncak upacara), umanis (sehari setelah puncak upacara), pahing (dua hari setelah puncak upacara) dan panglemek (tiga hari setelah puncak upacara). Mapeed berupa iring-iringan krama, baik lanang (laki-laki) maupun istri (perempuan) mundut jauman (sesaji) dari Pura Puseh-Bale Agung menuju Pura Segara sepanjang 1,5 km.
Krama Desa Adat Kusamba selalu antusias mengikuti tradisi ini. Umumnya berharap agar upacara ini membuat hasil laut makin melimpah dan berdampak pada kesejahteraan warga.
“Merehatkan laut merupakan wujud penghormatan dan pemuliaan laut sebagai bagian penting dalam kehidupan kita,” kata Raka Swastika.
Di Klungkung, selain Desa Adat Kusamba, Nusa Penida juga memiliki tradisi nyepi segara yang dilaksanakan saban Purnama Kapat. Kusamba dan Nusa Penida merupakan dua pelabuhan utama milik Klungkung.
Ketua Panitia Upacara, I Nengah Sumarnaya menambahkan selama upacara ngusaba segara lan ngusaba nini, Ida Batara nyejer selama 11 hari. Upacara dipusatkan di Pura Segara, sedangkan genah nyuci di Pura Puseh-Bale Agung. Upacara di-puput Ida Pedanda Gde Putra Tembau dari Gria Aan, Klungkung.*lsa
Tradisi nyepi segara merupakan bagian dari upacara Ngusaba Segara lan Ngusaba Nini di Pura Segara Desa Adat Kusamba. Puncak upacara ngusaba pada Purnama Kalima, yang kali ini jatuh pada Selasa, 8 November 2022. Tradisi Nyepi Segara dilaksanakan sehari setelah puncak Ngusaba Segara Lan Ngusaba Nini, Rabu (9/11).
Tak pernah ada warga yang berani melanggar tradisi ini. Bahkan, masyarakat dari luar Kusamba juga menghormati tradisi ini dengan tidak melintas di perairan Kusamba. Tak ketinggalan juga warga muslim Kampung Kusamba yang pemukimannya di antara wilayah Desa Adat Kusamba juga turut menghormati tradisi ini. "Tapi, kami bersurat permakluman kepada instansi terkait maupun masyarakat luas. Kami memohon doa dan dukungan agar tradisi ini berjalan lancar dan aman," kata Ketua Panitia Upacara, I Nengah Sumarnaya.
Tidak diketahui secara pasti sejak kapan tradisi Nyepi Segara ini mulai dilaksanakan di Kusamba. “Kami belum menemukan prasasti maupun lontar yang mencatat tradisi nyepi segara maupun ngusaba segara di Desa Adat Kusamba,” kata Bendesa Desa Adat Kusamba, AA Gde Raka Swastika.
Jelas Raka Swastika, masyarakat adat Kusamba sudah nami atau mewarisi tradisi ini dari para tetua. Tradisi ini diwariskan secara lisan dan turun-temurun. Kendati begitu, krama Desa Adat Kusamba sangat meyakini tradisi ini dan tidak pernah terabaikan. Menurut ingatan Raka Swastika, pun situasinya krama Desa Adat Kusamba tetap melaksanakan tradisi ini. Bahkan, saat pandemi Covid-19 dua tahun terakhir, tradisi ini dilaksanakan dengan pembatasan. “Cerita yang saya dengar, dulu hanya pernah terjadi, upacara Ngusaba Segara tidak dilaksanakan selama 11 hari sebagaimana tradisi yang sudah berlangsung. Namun, hanya dilaksanakan selama empat hari. Setelah upacara itu, terjadilah berbagai musibah di Desa Adat Kusamba. Sejak saat itu, krama Desa Adat Kusamba Kembali melaksanakan Ngusaba Segara selama 11 hari,” kata Raka Swastika.
Awalnya, kata Raka Swastika, Desa Adat Kusamba hanya melaksanakan Ngusaba Segara. Hal ini berkaitan dengan swagina (mata pencaharian) mayoritas masyarakat Kusamba yang nelayan, dan Pura Segara sebagai pura sungsungan desa. Namun, setelah nglinggihang Ida Batari Sri di Pura Puseh-Bale Agung, atas petunjuk sulinggih dan diputuskan dalam paruman, Desa Adat Kusamba juga melaksanakan Ngusaba Nini, disatukan dengan Ngusaba Segara dipusatkan di Pura Segara. “Ini semacam upaya membangun keharmonisan antara tradisi maritim pada Ngusaba Segara dan tradisi agraris atau huma yang direpresentasikan oleh Ngusaba Nini. Nyatanya, masyarakat Kusamba memang hidup dalam dua tradisi ini,” kata Raka Swastika.
Upacara Ngusaba ini merupakan wujud ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasi Ida Batara Baruna sebagai penguasa lautan dan Ida Batari Sri sebagai penguasa pertanian/huma yang telah melimpahkan anugerah kesejahteraan dan kebahagiaan kepada krama. Hal itu ditandai dengan sarana upakara yang digunakan merepresentasikan hasil panen pertanian dan di laut. Salah satunya yang khas dalam upacara Ngusaba Segara yakni Jero Gede, berupa buah nangka ukuran besar diselimuti kain hitam. Yang menarik, hasil laut disimbolisasikan sebagai sanganan (jajan) berbentuk berbagai jenis ikan.
Sebagaimana lazimnya dalam kepercayaan masyarakat Hindu Bali, ngusaba sebagai ritus ungkapan syukur dan terima kasih atas karunia panen yang melimpah. Karena itu, ritual ini biasanya digelar saat musim panen. Bagi masyarakat Kusamba, Purnama Kalima merupakan masa-masa musim panen. “Dulu memang seperti itu. Setiap kali Sasih Kapat dan Kalima, panen ikan laut akan melimpah. Bahkan, saat krama mulai ngayah mempersiapkan upacara ngusaba, di perairan Kusamba bisa terlihat banyak lumba-lumba beriringan. Itu pertanda Ida Batara sueca (memberikan anugerah)” kata salah seorang krama Desa Adat Kusamba, Jro Mangku I Wayan Sinah.
Meski begitu, krama Desa Adat Kusamba tak luntur keyakinannya pada upacara Ngusaba Segara. Upacara tahunan ini tetap dilaksanakan dengan kesadaran dan keyakinan yang penuh. Mereka tetap mempersembahkan rasa baktinya kepada Sang Pencipta atas karunia segala hasil laut yang masih bisa dinikmati krama Desa Adat Kusamba hingga memberi mereka kesejahteraan. Senyatanya, hingga kini kegiatan perikanan masih menjadi andalan warga Kusamba.
Bagi masyarakat adat Kusamba, imbuh Raka Swastika, Ngusaba Segara yang disertai Nyepi Segara, setidaknya memiliki empat fungsi menonjol. Pertama, fungsi religius, yakni wahana menguatkan dan meningkatkan sradha dan bhakti krama Desa Adat Kusamba terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam prabawa-Nya sebagai penguasa laut yang telah memberikan karunia melimpah untuk kesejahteraan krama. Kedua, fungsi budaya, yakni melestarikan nilai-nilai dan budaya lokal, khususnya budaya maritim dan agraris yang dibalut nilai-nilai religiusitas di kalangan masyarakat Desa Adat Kusamba. Ketiga, fungsi sosial, yaitu upacara ini merekatkan kebersamaan dan kekeluargaan di antara krama desa karena upacara ini dilaksanakan secara bergotong-royong dalam semangat gilik saguluk, salunglung sabayantaka, para sparo sarpana ya. Keempat, fungsi ekonomi, upacara ini mendorong perputaran ekonomi berbasis budaya di kalangan masyarakat adat Kusamba.
Upacara Ngusaba Segara lan Ngusaba Nini, Desa Adat Kusamba kali ini 11 hari, 8—19 November 2022. Ketua Panitia Upacara I Nengah Sumarnaya, didampingi Wakil Ketua Panitia yang juga Bhaga Parahyangan Desa Adat Kusamba AA Sarwa Damana, menjelaskan eedan (rangkaian) upacara sudah dimulai pada 23 Oktober 2022 dengan upacara matur piuning di Pura Kahyangan Tiga dan Pura Segara. Untuk mempersiapkan sarana upacara dan upakara, krama desa ngayah secara bergiliran.
Rangkaian upacara ngusaba segara lan ngusaba nini diawali dengan tradisi mapeed dilaksanakan selama empat hari berturut-turut, 8-11 November 2022, yakni hari panganteg (puncak upacara), umanis (sehari setelah puncak upacara), pahing (dua hari setelah puncak upacara) dan panglemek (tiga hari setelah puncak upacara). Mapeed berupa iring-iringan krama, baik lanang (laki-laki) maupun istri (perempuan) mundut jauman (sesaji) dari Pura Puseh-Bale Agung menuju Pura Segara sepanjang 1,5 km. Upacara di-puput Ida Pedanda Gde Putra Tembau dari Gria Aan, Klungkung.
Ritual Ngusaba ini diisi Mapeed selama empat berturut-turut, yakni sejak hari panganteg (puncak upacara), umanis (sehari setelah puncak upacara), pahing (dua hari setelah puncak upacara) dan panglemek (tiga hari setelah puncak upacara). Mapeed berupa iring-iringan krama, baik lanang (laki-laki) maupun istri (perempuan) mundut jauman (sesaji) dari Pura Puseh-Bale Agung menuju Pura Segara sepanjang 1,5 km.
Krama Desa Adat Kusamba selalu antusias mengikuti tradisi ini. Umumnya berharap agar upacara ini membuat hasil laut makin melimpah dan berdampak pada kesejahteraan warga.
“Merehatkan laut merupakan wujud penghormatan dan pemuliaan laut sebagai bagian penting dalam kehidupan kita,” kata Raka Swastika.
Di Klungkung, selain Desa Adat Kusamba, Nusa Penida juga memiliki tradisi nyepi segara yang dilaksanakan saban Purnama Kapat. Kusamba dan Nusa Penida merupakan dua pelabuhan utama milik Klungkung.
Ketua Panitia Upacara, I Nengah Sumarnaya menambahkan selama upacara ngusaba segara lan ngusaba nini, Ida Batara nyejer selama 11 hari. Upacara dipusatkan di Pura Segara, sedangkan genah nyuci di Pura Puseh-Bale Agung. Upacara di-puput Ida Pedanda Gde Putra Tembau dari Gria Aan, Klungkung.*lsa
Komentar