Guru Non Anggota, PGRI Badung: Tidak Bisa Kami Perjuangkan
MANGUPURA, NusaBali.com – Ketua PGRI Kabupaten Badung, Drs I Wayan Tur Adnyana MPd menegaskan bahwa pihaknya tidak dapat memperjuangkan aspirasi dari guru bukan anggota PGRI.
Pernyataan ini disampaikan oleh Tur Adnyana ketika ditemui di sela-sela perayaan Hari Guru Nasional dan HUT Ke-77 PGRI di Puspem Badung pada Minggu (20/11/2022).
“Apabila tidak ikut (keanggotaan PGRI) maka maaf, perjuangan dan aspirasi mereka dari bawah tidak dapat kami perjuangkan. Karena kami mengedepankan kepentingan anggota,” kata mantan Kepala SMPN 1 Kuta ini.
Pensiunan guru berusia 61 tahun ini menjelaskan bahwa PGRI merupakan organisasi profesi terbesar di Indonesia. Sebagai organisasi profesi terbesar, PGRI dikatakan dapat mengusulkan aspirasi yang diserap dari bawah kepada pemerintah dari tingkat kabupaten hingga pusat.
Seperti halnya tunjangan profesi guru (TPG) yang diputuskan untuk dilanjutkan oleh pemerintah pusat merupakan bagian dari sinergitas PGRI dan pemerintah. Di samping itu, Pemkab Badung melalui Sekretaris Daerah I Wayan Adi Arnawa menyatakan bahwa pada APBD Tahun Anggaran 2023, tunjangan bagi guru sudah terakomodasi.
“Untuk tahun 2023, kami sudah merancang penyelarasan tunjangan di mana ada penyesuaian tunjangan untuk guru, kepala sekolah, dan pengawas. Ini sebagai bentuk komitmen Pemkab Badung kepada guru,” ujar Adi Arnawa di sela-sela sosialisasi UU Guru dan Dosen, Sabtu (19/11/2022) sore di Gedung Budaya Giri Nata Mandala.
Menurut Tur Adnyana, saat ini terdapat 7.600 guru anggota PGRI Kabupaten Badung yang tersebar di enam pengurus cabang pada enam kecamatan. Angka tersebut dikatakan menyusun 92 persen dari total jumlah guru di Badung. Sisanya yang belum menjadi anggota sebagian besar berasal dari kalangan swasta, yayasan besar, dan sekolah internasional.
Namun, tidak dapat dipungkiri pula bahwa terdapat pula guru-guru muda dan honorer di beberapa sekolah negeri belum menjadi anggota PGRI. Ada beberapa alasan mereka untuk tidak menjadi anggota, salah satunya adalah ketidakjelasan penggunaan iuran anggota.
Menurut salah satu guru muda yang dihubungi NusaBali.com namun tidak ingin disebutkan identitasnya menyatakan bahwa salah satu alasannya belum menjadi anggota PGRI adalah belum ada laporan transparan soal penggunaan anggaran. Sumber ini mengungkapkan bahwa laporan penggunaan anggaran tersebut harus dibuka secara terang menderang kepada anggota.
“Ya karena saya tidak tahu iuran itu dipakai untuk apa saja, belum jelas penggunaannya,” kata guru yang mengabdi di Kabupaten Badung ini.
Sementara itu, Tur Adnyana menjelaskan bahwa setiap bulannya anggota dikenakan iuran sebesar Rp 7.500 atau Rp 90.000 per tahun. Sebanyak 10 persen dari iuran tersebut diserahkan kepada pengurus pusat dan 20 persen lagi kepada pengurus provinsi. Kemudian, 30 persennya dikelola oleh pengurus di tingkat kabupaten. Sisanya didistribusikan kepada pengurus di tingkat kecamatan.
“Sisanya itu diserahkan ke cabang (kecamatan) untuk dimanfaatkan sebagai dukungan pelaksanaan pelatihan dan operasional lain,” ujar Tur Adnyana.
Meski demikian, saat ini permasalahan guru di Badung baik anggota maupun non-anggota PGRI masih cukup banyak, terutama yang masih berstatus honorer. Mereka menganggap tanggung jawab yang harus dijalankan terlalu besar yakni mendidik tunas bangsa namun dari segi kompensasi (upah) tidak berbanding lurus. *rat
Komentar