Ekspor Manggis ke China Terhambat Penerbangan
DENPASAR,NusaBali
Eksportir buah di Bali berharap wisatawan dari China bisa datang ke Pulau Dewata pasca suksesnya gelaran KTT G20 di Bali, 15-16 November lalu.
Pasalnya, kedatangan wisman dengan peerbangan langsung dari negaranya, akan membuat ekspor buah ke China lebih lancar. “Karena untuk datang ke Bali, tentunya dengan pesawat udara. Nah dengan pesawat itulah kita eksportir bisa manfaatkan untuk ekspor manggis ke Cina,” ujar Jro Putu Tesan, salah seorang ekspotir manggis dari Pupuan, Tabanan, Senin (21/11).
Hal itu sebagaimana sebelum pandemi Covid-19, dimana dalam sehari ada 7 penerbangan langsung dari China ke Bali, untuk mengangkut wisman. Ekspor manggis pun lumayan bagus. Pada tahun 2018, Jro Tesan mampu mengirim manggis rata-rata 3.000 ton dalam setahun. Jumlah tersebut belum termasuk ekspor dari pengusaha yang lain. Sehingga keseluruhannya ekspor manggis ke China melimpah.
Keadaan yang berbeda sejak pandemi Covid-19 dan tutupnya penerbangan langsung ke China dari Denpasar. Jro Tesan mengatakan hanya mampu mengekspor sekitar 800 ton manggis selama setahun. “Kami mengekspor melalui Jakarta dengan kapal laut,” ungkap Jro Tesan.
Dengan kapal laut, butuh waktu 17 -21 hari baru sampai ke China, tujuan ekspor. Dengan waktu hampir lebih dari setengah bulan tersebut, tentu potensi kerusakan barang (manggis) lebih besar, walaupun sudah dalam kontainer berpendingin. “Artinya kita lebih banyak gambling jadinya,” ungkap Jro Putu Tesan, owner ‘Raja Manggis’ yang juga Ketua Asosiasi Manggis Bali (AMB) ini.
Berbeda dengan ekspor menggunakan pesawat terbang. Hanya 5 jam penerbangan, produk sudah sampai di tempat tujuan. “Dalam keadaan orisinil,” ungkapnya..
Biaya transportasi dengan kargo atau pesawat, memang lebih tinggi dibanding dengan menggunakan kontainer kapal laut. Dengan kapal laut ongkos kirim Rp 5.000 per kilogram. Sedangkan dengan pesawat udara antara Rp 10.000 – Rp 15.000 per kilogram. “ Itu dulu, sekarang belum tahu,” ungkapnya.
Kata dia walau lebih murah melalui kapal laut, eksportir lebih memilih melalui udara kendati biayanya lebih mahal. Selain selisih waktu yang jauh, juga karena kepastian produk masih utuh, lebih terjaga dengan pesawat terbang. Jika barang dalam hal ini manggis kondisinya bagus, harganya tentu lebih tinggi dibanding dengan manggis yang sudah lama dalam masa pelayaran.
Karena itulah Jro Tesan, sangat berharap perhelatan G20 mendorong wisatawan China beramai-ramai bisa datang ke Bali. “Jika wisman China ramai, pesawat banyak itu kita manfaatkan untuk ekspor manggis,” ucap Jro Tesan.
Sementara panen manggis di Bali, Jawa Timur dan Lombok, NTB akan mulai ramai akhir Desember hingga bulan Maret 2023. Sekarang ini pun sudah mengawali musim panen. Harga per kilogram manggis saat ini Rp 25.000, dengan kualitas premium.
Sebelumnya dari data Dinas Pariwisata Provinsi Bali, jumlah maskapai yang sudah melakukan penerbangan langsung ke Bali sebanyak 26 maskapai dari 13 negara, terhubung dengan 20 kota. Penerbangan langsung dari China, belum ada. *k17
1
Komentar