Songsong Masa Bercocok Tanam, Desa Adat Pecatu Gelar Prosesi ‘Melasti Mendak Sabeh’
MANGUPURA, NusaBali.com – Desa Adat Pecatu, Kabupaten Badung, Bali, melaksanakan upacara Melasti Mendak Sabeh atau memohon hujan yang merupakan tradisi tahunan menyongsong masa bercocok tanam.
Bendesa Adat Pecatu, Made Sumerta, menuturkan di wilayah desa berlokasi di Kecamatan Kuta Selatan tersebut dilaksanakan dua kali upacara Melasti yakni upacara melasti jelang Kesanga dan upacara Melasti Mendak Sabeh.
“Tradisi ini kami lakukan untuk mamendak hujan atau memohon hujan agar hujan itu mulai turun. Karena secara siklus pada saat itu masih kemarau dan ini merupakan tradisi kami memohon kepada Ida Bhataraagar segera diturunkannya hujan,” ujar Bendesa Adat Pecatu, I Made Sumerta saat ditemui disela-sela kegiatan pemelastian, Rabu (23/11/2022)
Soal proses upacara, I Made Sumerta menceritakan pertama sebelum acara utama di Melasti Mendak Sabeh, satu hari sebelum acara utama seluruh krama desa maturan (sembahyang) ke seluruh pura yang ada di Desa Adat Pecatu tergantung pada wilayah krama tersebut.
Selanjutnya pada hari utama, Rabu (23/11/2022) pagi harinya dilaksanakan prosesi Ngungkab Lawang (buka pintu, Red) di Pura Dalem Selonding, Pecatu. Setelah itu, seluruh dilanjutkan iring-iringan atau berjalan dari Pura Desa Lan Puseh Desa Adat Pecatu menuju Pantai Labuan Sait.
“Paginya kami maturan di Pura Dalem Selonding karena menurut tetua kami bahwa dialam sana yang memegang peran dalam rangka untuk mengabulkan dari pada memohon hujan itu istilahnya adalah Ngungkab Lawang (buka pintu) adalah di Pura Dalem Selonding yang juga merupakan cagar budaya,” jelas I Made Sumerta yang juga sebagai Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Badung.
Pada saat proses di Labuan Sait terdapat tari pamendakan atau memohon dengan tari-tarian yang sakral yang dilanjutkan dengan prosesi Paruman Nunas Baos. Sesaat pasca prosesi itulah kemudian ada beberapa orang yang mengalami ketedunan.
“Bagaimana permohonan kami atau apa ada kurang dari sajen yang kita haturkan. Sehingga semua yang mengalami Ketedunan menyatakan sudah lengkap sehingga Astungkara akan segara turun hujan,” paparnya.
Ratusan warga Desa Adat Pecatu terlihat memadati area lokasi yang digunakan untuk prosesi Paruman Nunas Baos. Uniknya pada tradisi ini juga terdapat tradisi ngunying (ngurek) karena pengiring kerahuan. Sehingga orang yang mengalami ketedunan (kerasukan) secara tidak sadar akan menusukkan keris ke tubuhnya tanpa ada sedikit pun luka.
Pantauan NusaBali.com, orang yang mengalami ketedunan itu berlari ke bibir pantai sambil berteriak sembari menancapkan keris ke dada, kepala, bahkan sampai ke mata. Walaupun terlihat menyeramkan, namun tradisi ini mampu memikat para turis yang berkunjung ke Pantai Labuan Sait.
Kata Sumerta upacara melasti tersebut telah lama dilaksanakan dan tidak dapat diprediksi secara pasti.
“Mungkin sudah ada sejak sebelum saya lahir. Uniknya di desa lain biasanya upacara melasti dilaksanakan menjelang Hari Raya Nyepi, tapi di desa kami melaksanakan melasti sebanyak dua kali dalam setahunnya,” ungkapnya.
Selanjutnya, begitu prosesi di pesisir Pantai Labuan Sait usai, maka iring-iringan kembali menuju Pura Puseh Desa Adat Pecatu kaitan dengan pelaksanaan rangkaiannya yang berupa prosesi Memiut.
Setelah prosesi Melasti ini selesai, keesokan harinya warga Desa Adat Pecatu sudah bisa memulai bercocok tanaman.
Uniknya lagi, dalam pelaksanaan Melasti Mendak Sabeh juga akan dilaksanakan aci tabuh rah yang diaturkan di Pura Dalem, perempatan catus pata, dan perempatan Durga. Aci tabuh rah ini dilaksanakan sampai akhirnya masyarakat Desa Adat Pecatu melaksanakan kembali Melasti Kasanga.
“Kami akan melaksanakan itu kira-kira selama tiga bulan pada saat Kajeng Kliwon dan saat hari dengan Pancawara Wage. Jadi nanti tempatnya berpindah-pindah. Tabuh rah digelar sebanyak telung saet, dengan mengajukan permakluman ke pihak kepolisian dan tidak diperbolehkan adanya perjudian,” ucapnya.
Selanjutnya, jika upacara Melasti Mendak Sabeh ini tidak berhasil atau tidak turun hujan dengan ciri-cirinya cuaca panas yang cukup lama akan melakukan prosesi atau upacara lainnya.
“Jika tidak dikabulkan kami ada istilahnya ngetis. Prajuru itu wajib ngetis di Pura Dalem Selonding. Kami akan memohon secara khusyuk di sana. Tetapi semoga dari permohonan kami pada upacara ini, besok sudah mulai turun hujan dan biasanya terkabulkan,” harapnya. *ris
Komentar