Ungkap Estetika Gerak dan Antawacana Tokoh Gambuh Batuan
GIANYAR, NusaBali
Estetika gerak dan antawacana tokoh-tokoh dalam dramatari gambuh Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar mengantarkan I Wayan Budiarsa meraih gelar Doktor pada ujian terbuka promosi Doktor ISI Denpasar pada Selasa (22/11).
Koprodi Pendidikan Seni Pertunjukan FSP ISI Denpasar 2021-2025 ini mengatakan terpanggil untuk meneliti tentang Gambuh Batuan, mengingat Gambuh merupakan kesenian yang menggambarkan kehidupan istana yang memiliki pola-pola baku, sehingga tatanannya sangat terstruktur sesuai dengan tinggi rendahnya kedudukan tokohnya.
Penokohan dalam Gambuh dapat dibedakan melalui gerak tari, riasan, tata busana, karakter suara, musik iringan yang digunakan dari masing-masing tokohnya. Penokohan putra keras dan halus, penokohan putri keras atau halus memiliki intonasi suara yang berbeda, walau kata-kata yang diucapkannya sama. Sebagai sajian seni pertunjukan yang memadukan antara unsur seni drama dan tari (dialog, monolog, pola lantai, musik, seni rupa, dan lainnya) tidak mudah untuk dapat membawakannya di atas panggung, karena dituntut penguasaan teknik tari dan antawacana yang maksimal bagi sang senimannya agar mampu menampilkan peranannya dengan baik.
Menilik penari generasi sekarang yang masuk ranah milenial, hampir semua penari Gambuh tidak memahami aturan tersebut, kian hari semakin kabur dengan perkembangan gerak laku penari yang semakin mengabaikan akan etika gerak penokohan, dan estetika antawacana/ dialog. Maka lewat disertasinya ini, Budiarsa ingin para seniman Gambuh khususnya penari milenial dalam melakukan gerakan tarian dan ber-antawacana seharusnya memegang teguh aturan sor singgih sebagai ciri khas tokoh-tokohnya. Sebagai contoh, adanya tingkatan seorang tokoh Arya, Kade-kadean dalam bergerak, berdialog dengan Prabu/ Panji, tokoh Demang kepada para Arya, dan seterusnya.
"Gambuh akan hilang tertelan zaman jika masyarakatnya tidak mampu menahan serangan modernisasi," ungkap putra sulung maestro tari I Made Bukel ini saat ditemui, Minggu (27/11). Dikhawatirkan pakem-pakem tradisi yang terdapat dalam pagambuhan yang telah baku, dan dengan datangnya pengaruh budaya asing lambat laun tanpa disadari akan terkikis dengan sendirinya jika hal itu dianggap suatu kewajaran, khususnya dalam penyajian karakter tokoh yang ada dalam drama tari Gambuh. "Fenomena yang saya temukan yakni banyak generasi-generasi yang belum mengetahui dan paham keberadaan Gambuh yang kaya ragam gerak, antawacana, makna yang terkandung di dalamnya. Selama ini beberapa generasi hanya belajar dari bentuk tariannya saja," ungkap pria berkumis asal Banjar Pekandelan, Desa Batuan ini.
Menurut Budiarsa, generasi sekarang belum memahami secara mendalam mengenai nilai estetika gerak dan antawacana yang terkandung dalam dramatari Gambuh. Sebagai dramatari klasik, Gambuh yang telah memiliki pola baku atau standarisasi harus tetap dijaga agar tidak mengalami degradasi di tengah arus globalisasi.
Penelitian ini sangat penting dilakukan guna mengungkap kekhasan estetika gerak dan antawacana tokoh-tokoh dalam drama tari Gambuh Desa Batuan Gianyar. Ketertarikan peneliti terkait pula bahwa, setelah membaca buku Gambuh Dramatari Tari Bali jilid 1 dan jilid 2, oleh Maria Cristina Formaggia, diterbitkan oleh Yayasan Lontar tahun 2000, belum mengulas tentang nilai-nilai estetika gerak dan antawacana Gambuh Desa Batuan Gianyar. "Fenomena yang saya temukan yakni banyak generasi-generasi yang belum mengetahui dan paham keberadaan Gambuh yang kaya ragam gerak, antawacana, makna yang terkandung di dalamnya," ujar penari kelahiran 6 September 1973 ini.
Untuk mewujudkan estetika gerak, dan estetika antawacana memerlukan tenaga, pengolahan tenaga yang sesuai, karena gerak tari dan antawacana sebagai unsur paling menonjol dalam drama tari yang sangat memerlukan tenaga. Penari melalui media tubuh harus mampu menyatukan sebagaimana unsur-unsur keindahan yakni wujud, bentuk, dan penampilan. Wujud yakni yang mencakup bentuk, susunan atau struktur. Bobot; mencakup suasana, gagasan, dan pesan.
Unsur penampilan mencakup bakat, ketrampilan, dan sarana atau media. Unsur-unsur kriteria keindahan ini yang mengalami degradasi dikalangan generasi seniman muda sekarang. Melalui penelitian ini, Budiarsa ingin menemukan, dan memberikan suatu pemahaman estetika gerak, estetika antawacana dan makna estetika gerak antawacana tokoh-tokoh dalam drama tari Gambuh Desa Batuan Gianyar kepada generasi muda, supaya mereka berkembang menjadi seniman Bali yang mampu bersaing di tingkat regional, nasional, dan internasional namun masih berorientasi pada nilai-nilai budaya Bali atau kearifan lokal yang memberikan wawasan universal. Banyaknya tokoh-tokoh dramatik yang muncul dalam penyajian drama tari Gambuh Desa Batuan Gianyar, maka ruang lingkup penelitian sangat penting agar tidak terjadi kesalah tafsiran atau meluasnya objek kajian.
Adapun tokoh-tokoh yang dikaji dalam penelitian ini adalah estetika gerak, estetika antawacana, dan makna estetika gerak dan antawacana tokoh Panji, Prabu, Arya, dan Kade-kadean. Ruang lingkup pemilihan dari kajian keempat tokoh ini karena sudah mewakili karakter putra keras dan putra halus.
Gambuh Desa Batuan Gianyar yang memiliki gaya estetika dari masing-masing tokohnya, memiliki kualitas yang dapat dibedakan melalui gerak dan antawacananya, untuk penari Gambuh, generasi praktisi dan akademisi disarankan menjaga pakem-pakem, pola gerak yang dimiliki oleh tokoh Panji, Prabu, Arya, dan Kade-kadean sehingga generasi berikutnya dapat memahami dan melestarikannya.
Unsur antawacana, yang disampaikan melalui teknik maucap-ucap, berdialog, maupun tetandakan disesuaikan dengan sumbernya, dan atau jika teks-teks disesuaikan dengan kebutuhan pertunjukan, atau lebih lumrah disebut bahasa kawi pertunjukan. Makna estetis dari gerak, antawacana dan makna gerak, antawacana agar dipahami secara praktek dan teori, sehingga mampu memberikan penjelasan yang utuh ke generasi berikutnya.
Sangat penting memahami bahwa teks Dharma Pagambuhan, malat, bahasa Kawi maupun Sansakerta, konsep ngunda bayu, wiraga, wirama, wirasa, wicara, dan wibawa sebagai unsur penopang mewujudkan keindahan antawacana/ dialog pagambuhan. Semua unsur lapisan masyarakat terutama empu Gambuh hendaknya senantiasa memberikan pembinaan secara berkelanjutan agar perkembangan Gambuh tetap lestari. *nvi
Komentar