Ekstrakurikuler Debat dan Tim Baru Dibentuk, Baru Pertama Kali Ikuti Kompetisi
SMA Negeri 1 Kuta Utara Juara Nasional Lomba Debat Modern Kreatif Generasi di Jakarta
Keberhasilan menjadi juara nasional di tahun ini sekarang jadi tanggung jawab dan tantangan besar bagi Sakura pada ajang yang sama di tahun berikutnya.
MANGUPURA, NusaBali
SMA Negeri 1 Kuta Utara (Sakura) berhasil meraih juara nasional pada ajang Lomba Debat Modern Kreatif Generasi (Demokrasi) yang diadakan di Jakarta selama lima hari hingga Jumat (25/11).
Tim debat Sakura yang sukses menyabet juara nasional ini, yakni Bagus Komang Raka Satria,18, Ni Kadek Melani,17, dan Ni Putu Novita Angellina,16,
Sebelumnya pada 18 Oktober lalu, perwakilan Sakura harus mengikuti seleksi lokal terlebih dahulu. Seleksi lokal ini dilakukan karena terdapat empat wakil Bali yang lolos pada seleksi 20 besar dari sedikitnya 600 peserta secara daring pada September lalu. Seleksi daring tersebut dilakukan dengan cara pembuatan video respons berdurasi 5 menit terhadap suatu mosi debat.
Tiga wakil Bali lain yang lolos 20 besar tersebut adalah SMA Negeri 1 Semarapura, SMA Negeri 1 Amlapura, dan SMK Negeri 2 Denpasar. Keempat wakil Bali dalam 20 besar ini kemudian diseleksi dengan kompetisi debat secara tatap muka bertempat di Kampus STIMIK Primakara pada 18 Oktober lalu.
Pencapaian Bagus Komang Raka Satria,18, Ni Kadek Melani,17, dan Ni Putu Novita Angellina,16, ini terbilang ‘ajaib’ lantaran tim tersebut baru saja dibentuk, belum pernah mengikuti kompetisi debat sebagai tim di luar sekolah, dan ekstrakurikuler debat pun baru dibentuk tahun ini dan diresmikan pada bulan September lalu.
“Lantas, kami berangkat ke Jakarta mewakili Bali pada 21 November lalu. Sampai di Jakarta pada sore hari sempat juga merasakan gempa Cianjur. Selama tiga hari hingga 23 November, kami mengikuti karantina, pelatihan, dan study tour di beberapa tempat di Jakarta dan Bogor, termasuk Istana Kepresidenan dan kediaman Gus Dur,” jelas Raka ketika ditemui di lobi ruang tata usaha Sakura, Selasa (29/11) siang.
Lomba Debat Modern Kreatif Generasi yang disingkat Demokrasi ini sendiri diadakan oleh dua institusi, yakni Yayasan Bentang Merah Putih dan Yayasan Pandu Pemimpin Cinta Bangsa. Kedua yayasan ini menggandeng 15 institusi lain dan dua kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri RI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Babak final dan grand final lomba Demokrasi ini juga ditayangkan secara nasional oleh TVRI pada 24-25 November lalu.
Menurut Raka, meskipun baru pertama kali mengikuti kompetisi debat sebagai tim, mewakili sekolah, dan menjuarai ajang bertaraf nasional, siswa kelas XII peminatan IPS ini mengaku timnya terlihat lebih mantap dan siap. Sebagai leader, siswa kelahiran Pulau Biak, Papua ini mengakui menyiapkan strategi khusus untuk menghadapi kompetitor mereka.
Adapun strategi tersebut adalah memilih dua rekan tim yang memiliki kelebihan yang berbeda. Sebagai mantan Ketua OSIS dan ketua dari ekstrakurikuler debat di Sakura, Raka dipercaya untuk mengumpulkan dua rekannya untuk membentuk tim. Pemilihan Melani dan Novita sebagai tim, kata Raka, merupakan bagian dari strategi pemenangan.
“Saya tidak mau memilih orang-orang yang ketiganya itu pintar ngomong seperti saya, karena basic saya itu public speaking. Jadi saya pilih rekan yang bisa melengkapi seperti Melani yang bagus critical thinking-nya sehingga dia bisa bantu menyusun strategi debat. Kemudian, ada Novita yang walaupun masih kelas X, wawasannya sangat luas,” tutur Raka. Sementara itu, menurut Melani yang bertugas menyusun strategi debat, ada jurus lain yang digunakan dalam pemenangan tim, yakni jebakan. Perlu dipahami bahwa format debat yang digunakan pada kompetisi Demokrasi ini semacam presidential debate, di mana tidak ada pembagian giliran berbicara pada satu tim seperti halnya Asian dan British Parliamentary.
Yang ada adalah disediakan waktu selama 90 detik untuk merespons suatu mosi, apabila pembicara pertama sudah selesai dengan argumennya namun waktu masih tersisa, dua anggota lain dapat mengambil kesempatan untuk mengisi. Kemudian tidak ada proses interupsi namun diberikan kesempatan untuk melempar pertanyaan dan diakhiri dengan closing statement.
Segmen pertanyaan inilah yang dimanfaatkan Melani untuk menjebak lawannya secara brilian. Misalnya ketika merespons mosi dan memberikan argumen, Tim Sakura sengaja menyiapkan ‘lubang’ agar lawan bertanya ke arah lubang tersebut.
Ketika sudah berhasil digiring, Tim Sakura memberikan jawaban dan argumen yang lebih kuat serta provokatif lantaran jawaban tersebut sudah dipersiapkan dengan matang. “Di babak final pada 24 November itu, mosi yang diperdebatkan adalah cara efektif mengatasi korupsi. Kemudian ada beberapa bidang perspektif dalam penanganan korupsi tersebut. Kami mendapat bidang budaya, bagaimana melalui bidang ini kami bisa memberikan solusi atau argemen untuk mengatasi korupsi,” jelas Melani ketika ditemui pada kesempatan yang sama.
Kata siswi kelas XII peminatan IPA ini, masing-masing bidang yang dipegang lima finalis ini kemudian diadu dan dinilai oleh dewan juri. Pada babak final ini ada empat sekolah lain yang berkompetisi dengan Sakura, yaitu SMA Kristen 1 Penabur Bandung, SMA Kristen 1 Penabur Jakarta, SMA Negeri 1 Alas Sumbawa, dan SMA Negeri 1 Kasongan dari Kalimantan Tengah.
Selanjutnya pada babak grand final, Sakura berhadapan dengan SMA Kristen 1 Penabur Badung dan SMA Negeri 1 Alas Sumbawa. Pada babak penentuan ini, ada satu jurus lain yang dikeluarkan Sakura, yakni kemampuan non-verbal. Di mana, ketiga siswa yang sudah terbiasa menggunakan format Asian dan British Parliamentary ini menggunakan ekspresi provokatif atau percaya diri yang dianggap dapat menurunkan mental lawan.
Strategi ini tampaknya cukup efektif karena pada babak grand final tersebut Sakura berhasil keluar sebagai juara nasional. Tim ini pun berhak memboyong piala bergilir Pemenang Demokrasi, piala tim, dan hadiah tunai senilai Rp 15 juta.
Keberhasilan menjadi juara nasional ini kini jadi tanggung jawab dan tantangan besar bagi Sakura pada ajang yang sama di tahun berikutnya. Tantangan tersebut adalah untuk mempertahankan piala bergilir yang berhasil dibawa pulang ke Jalan I Made Bulet nomor 19 Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Di lain sisi, Rika dan Melani pada semester depan sudah memasuki semester akhir menjelang tahun kelulusan. Sehingga beban melanjutkan kesuksesan ini berada di bahu Novita yang masih kelas X dan rekan-rekannya yang lain.
Raka dan Melani yang masing-masing ingin melanjutkan pendidikan di bidang hukum atau komunikasi dan kedokteran ini pun mengaku siap membantu sekolah melakukan regenerasi sebelum mereka menyelesaikan masa pendidikan di Sakura. *ol1
Tim debat Sakura yang sukses menyabet juara nasional ini, yakni Bagus Komang Raka Satria,18, Ni Kadek Melani,17, dan Ni Putu Novita Angellina,16,
Sebelumnya pada 18 Oktober lalu, perwakilan Sakura harus mengikuti seleksi lokal terlebih dahulu. Seleksi lokal ini dilakukan karena terdapat empat wakil Bali yang lolos pada seleksi 20 besar dari sedikitnya 600 peserta secara daring pada September lalu. Seleksi daring tersebut dilakukan dengan cara pembuatan video respons berdurasi 5 menit terhadap suatu mosi debat.
Tiga wakil Bali lain yang lolos 20 besar tersebut adalah SMA Negeri 1 Semarapura, SMA Negeri 1 Amlapura, dan SMK Negeri 2 Denpasar. Keempat wakil Bali dalam 20 besar ini kemudian diseleksi dengan kompetisi debat secara tatap muka bertempat di Kampus STIMIK Primakara pada 18 Oktober lalu.
Pencapaian Bagus Komang Raka Satria,18, Ni Kadek Melani,17, dan Ni Putu Novita Angellina,16, ini terbilang ‘ajaib’ lantaran tim tersebut baru saja dibentuk, belum pernah mengikuti kompetisi debat sebagai tim di luar sekolah, dan ekstrakurikuler debat pun baru dibentuk tahun ini dan diresmikan pada bulan September lalu.
“Lantas, kami berangkat ke Jakarta mewakili Bali pada 21 November lalu. Sampai di Jakarta pada sore hari sempat juga merasakan gempa Cianjur. Selama tiga hari hingga 23 November, kami mengikuti karantina, pelatihan, dan study tour di beberapa tempat di Jakarta dan Bogor, termasuk Istana Kepresidenan dan kediaman Gus Dur,” jelas Raka ketika ditemui di lobi ruang tata usaha Sakura, Selasa (29/11) siang.
Lomba Debat Modern Kreatif Generasi yang disingkat Demokrasi ini sendiri diadakan oleh dua institusi, yakni Yayasan Bentang Merah Putih dan Yayasan Pandu Pemimpin Cinta Bangsa. Kedua yayasan ini menggandeng 15 institusi lain dan dua kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri RI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Babak final dan grand final lomba Demokrasi ini juga ditayangkan secara nasional oleh TVRI pada 24-25 November lalu.
Menurut Raka, meskipun baru pertama kali mengikuti kompetisi debat sebagai tim, mewakili sekolah, dan menjuarai ajang bertaraf nasional, siswa kelas XII peminatan IPS ini mengaku timnya terlihat lebih mantap dan siap. Sebagai leader, siswa kelahiran Pulau Biak, Papua ini mengakui menyiapkan strategi khusus untuk menghadapi kompetitor mereka.
Adapun strategi tersebut adalah memilih dua rekan tim yang memiliki kelebihan yang berbeda. Sebagai mantan Ketua OSIS dan ketua dari ekstrakurikuler debat di Sakura, Raka dipercaya untuk mengumpulkan dua rekannya untuk membentuk tim. Pemilihan Melani dan Novita sebagai tim, kata Raka, merupakan bagian dari strategi pemenangan.
“Saya tidak mau memilih orang-orang yang ketiganya itu pintar ngomong seperti saya, karena basic saya itu public speaking. Jadi saya pilih rekan yang bisa melengkapi seperti Melani yang bagus critical thinking-nya sehingga dia bisa bantu menyusun strategi debat. Kemudian, ada Novita yang walaupun masih kelas X, wawasannya sangat luas,” tutur Raka. Sementara itu, menurut Melani yang bertugas menyusun strategi debat, ada jurus lain yang digunakan dalam pemenangan tim, yakni jebakan. Perlu dipahami bahwa format debat yang digunakan pada kompetisi Demokrasi ini semacam presidential debate, di mana tidak ada pembagian giliran berbicara pada satu tim seperti halnya Asian dan British Parliamentary.
Yang ada adalah disediakan waktu selama 90 detik untuk merespons suatu mosi, apabila pembicara pertama sudah selesai dengan argumennya namun waktu masih tersisa, dua anggota lain dapat mengambil kesempatan untuk mengisi. Kemudian tidak ada proses interupsi namun diberikan kesempatan untuk melempar pertanyaan dan diakhiri dengan closing statement.
Segmen pertanyaan inilah yang dimanfaatkan Melani untuk menjebak lawannya secara brilian. Misalnya ketika merespons mosi dan memberikan argumen, Tim Sakura sengaja menyiapkan ‘lubang’ agar lawan bertanya ke arah lubang tersebut.
Ketika sudah berhasil digiring, Tim Sakura memberikan jawaban dan argumen yang lebih kuat serta provokatif lantaran jawaban tersebut sudah dipersiapkan dengan matang. “Di babak final pada 24 November itu, mosi yang diperdebatkan adalah cara efektif mengatasi korupsi. Kemudian ada beberapa bidang perspektif dalam penanganan korupsi tersebut. Kami mendapat bidang budaya, bagaimana melalui bidang ini kami bisa memberikan solusi atau argemen untuk mengatasi korupsi,” jelas Melani ketika ditemui pada kesempatan yang sama.
Kata siswi kelas XII peminatan IPA ini, masing-masing bidang yang dipegang lima finalis ini kemudian diadu dan dinilai oleh dewan juri. Pada babak final ini ada empat sekolah lain yang berkompetisi dengan Sakura, yaitu SMA Kristen 1 Penabur Bandung, SMA Kristen 1 Penabur Jakarta, SMA Negeri 1 Alas Sumbawa, dan SMA Negeri 1 Kasongan dari Kalimantan Tengah.
Selanjutnya pada babak grand final, Sakura berhadapan dengan SMA Kristen 1 Penabur Badung dan SMA Negeri 1 Alas Sumbawa. Pada babak penentuan ini, ada satu jurus lain yang dikeluarkan Sakura, yakni kemampuan non-verbal. Di mana, ketiga siswa yang sudah terbiasa menggunakan format Asian dan British Parliamentary ini menggunakan ekspresi provokatif atau percaya diri yang dianggap dapat menurunkan mental lawan.
Strategi ini tampaknya cukup efektif karena pada babak grand final tersebut Sakura berhasil keluar sebagai juara nasional. Tim ini pun berhak memboyong piala bergilir Pemenang Demokrasi, piala tim, dan hadiah tunai senilai Rp 15 juta.
Keberhasilan menjadi juara nasional ini kini jadi tanggung jawab dan tantangan besar bagi Sakura pada ajang yang sama di tahun berikutnya. Tantangan tersebut adalah untuk mempertahankan piala bergilir yang berhasil dibawa pulang ke Jalan I Made Bulet nomor 19 Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Di lain sisi, Rika dan Melani pada semester depan sudah memasuki semester akhir menjelang tahun kelulusan. Sehingga beban melanjutkan kesuksesan ini berada di bahu Novita yang masih kelas X dan rekan-rekannya yang lain.
Raka dan Melani yang masing-masing ingin melanjutkan pendidikan di bidang hukum atau komunikasi dan kedokteran ini pun mengaku siap membantu sekolah melakukan regenerasi sebelum mereka menyelesaikan masa pendidikan di Sakura. *ol1
1
Komentar