Pariwisata Bali Berkelanjutan Tak Lepas dari Desa
Tercatat 294 Desa di Bali Kini Berstatus 'Desa Wisata'
DENPASAR, NusaBali
Pariwisata Bali disebut berbasis desa (adat). Desa-desa di Bali merupakan tempat bersemainya kebudayaan Bali yang diyakini menjadi daya tarik utama wisatawan mengunjungi Bali.
Untuk itu pembangunan pariwisata Bali yang berkelanjutan tidak bisa lepas dari pemberdayaan desa dan masyarakatnya.
Hal tersebut disampaikan Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata (Forkom Dewi) Bali, I Made Mendra Astawa saat menjadi narasumber dalam Seminar Pariwisata Berkelanjutan di Kantor Dinas Pariwisata Provinsi Bali Jalan Letjen S Parman, Niti Mandala, Denpasar, Rabu (30/11). "Pariwisata Bali tumbuh karena pariwisata desa. Desa yang membentuk pariwisata Bali. Dulu orang datang ke Sanur disebut Desa Sanur, datang ke Ubud disebut Desa Ubud," ujar Mendra.
Mendra mengatakan, Bali menawarkan pariwisata Budaya. Keindahan alam Bali juga bisa ditemui di tempat-tempat lain, tetapi keunikan budaya Bali hanya bisa ditemukan di Pulau Dewata. Namun demikian, banyak warga Bali sendiri dilihatnya mulai meninggalkan budayanya sendiri. "Makanya saya getol sekali ke desa-desa karena itu adalah benteng (budaya) kita yang terakhir," tambahnya.
Lebih lanjut dikatakan Mendra, masyarakat desa di Bali selama ini sekadar menjadi objek pariwisata. Segala tindak tanduknya menarik perhatian wisatawan, namun mereka tidak mendapatkan 'cipratan' keuntungan pariwisata itu sendiri. Untuk itu pemerintah saat ini getol mengembangkan desa wisata. Jumlah desa wisata di Bali terus meningkat. Tahun ini sudah ada 294 desa wisata yang tercatat di Dinas Pariwisata Provinsi Bali. "Memberikan kesempatan masyarakat desa menjadi subjek, selama ini hanya menjadi objek kebutuhan wisatawan," kata Mendra.
Dengan menjadi subjek, masyarakat desa bisa menjadi pelaku yang menjalankan usaha di desa meskipun dalam skala yang tidak besar. Mendra pun mendorong para pemuda desa untuk melihat potensi ini. Selain untuk mendapatkan penghasilan di sisi lain juga ikut melestarikan kebudayaan Bali.
Pariwisata berbasis budaya dan desa dikatakan Mendra juga bagian dari pariwisata berkelanjutan. Bali harus lebih mengembangkan pariwisata yang lebih berkualitas. Dalam artian mampu memberikan profit dan benefit serta mengangkat taraf hidup manusia Bali. Menurutnya sudah saatnya Bali memikirkan daya tampungnya dalam menerima jutaan turis setiap tahunnya. "Kapasitas Bali dengan jumlah penduduk sekitar 4,2 juta jiwa ditambah lagi wisatawan 6 juta orang, macetnya di mana-mana," ucapnya.
Mendra yakin jika mengandalkan pariwisata berbasis desa lama kunjungan (length of stay) wisatawan yang datang ke Bali juga tidak akan sebentar. Dikatakan ada ratusan desa wisata yang bisa dikembangkan untuk membangun Ubud baru ataupun Sanur baru.
Seminar pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) bertajuk 'Mengadopsi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan di Bali dalam New Normal' digelar Dinas Pariwisata Provinsi Bali bekerjasama dengan Indonesia WISE di Kantor Dinas Pariwisata Bali, Jalan Letjen S Parman, Niti Mandala, Denpasar, Rabu kemarin. Seminar dihadiri para pemangku kepentingan di bidang pariwisata di Bali.
Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjokorda Bagus Pemayun dalam sambutannya menyampaikan Bali merupakan daerah yang ekonominya sangat bergantung pada industri pariwisata. Pandemi Covid-19 membuat perekomomian Bali sangat terdampak. "Tujuan dari terselenggaranya seminar ini untuk membantu mengembangkan peta jalan pariwisata berkelanjutan di Bali," ujar Tjok Pemayun.
Tjok Pemayun mengatakan, berbagai pandangan dari pemangku kepentingan diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memajukan salah satu prioritas pentingnya, yaitu pembangunan pariwisata berkelanjutan di new normal.
"Ada ekspektasi tinggi mengenai pelestarian lingkungan, pelindungan warisan budaya, peningkatan pengelolaan limbah, penggunaan sumber daya lokal yang lebih besar dan produk ramah lingkungan, penegakan peraturan yang ketat, keselamatan pengunjung, dan kesejahteraan masyarakat," lanjutnya. Sementara itu, Presiden Direktur Indonesia WISE Amol Titus menyampaikan, Bali punya potensi besar mengembangkan konsep pariwisata berkelanjutan.
Dikatakannya, ada empat pilar dalam konsep pariwisata berkelanjutan meliputi keberlanjutan pengelolaan destinasi wisata, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan budaya, dan keberlanjutan lingkungan. "Menurut saya pilar budaya cukup kuat, punya keunikan dan mudah diakses," ujar Amol. Namun di sisi lain, Amol menekankan pentingnya Bali mengelola lingkungannya dengan lebih baik. Seperti misalnya mengelola sampah dan kecukupan air bersih. Lingkungan yang bersih dan sehat, kata Amol, akan menjadi daya tarik lainnya bagi wisatawan untuk berkunjung ke Bali selain melihat keunikan budayanya.
Amol mengatakan, perbaikan harus dimulai dengan merubah pola pikir masyarakat. Masyarakat misalnya harus dibiasakan menggunakan produk-produk ramah lingkungan. Bali juga harus berusaha mengurangi produksi sampahnya selain memiliki teknologi memadai dalam pengelolaan sampah. Indonesia WISE punya pengalaman panjang dalam manajemen berkelanjutan. Amol mengatakan, setelah menyelenggarakan seminar bersama Dinas Pariwisata Bali, pihaknya berencana menggelar beberapa workshop terkait pengembangam pariwisata berkelanjutan di Bali. "Awal tahun depan mungkin ada workshop untuk karyawan-karyawati para stakeholder (hotel/restoran/destinasi wisata)," pungkasnya. *cr78
1
Komentar