MUTIARA WEDA: Carilah Pasangan yang Sesuai!
Sudrasya bharya sudraivasa casva ca visah amrte, Te ca sva caiva rajnasca tasca sva carpajanmanah. (Manavadharmasastra, III. 13)
Telah dinyatakan bahwa hanya wanita sudra menjadi istri seorang sudra, wanita vaisya menjadi istri vaisya, dari ketiga warna itu bersama wanita Brahmana menjadi istri Brahmana.
TEKS di atas tampak sangat vulgar dan dengan mudah bisa diinterpretasi sebagai teks yang mengandung ajaran diskriminatif. Teks ini mengindikasikan bahwa zaman dulu, pemisahan antarwarna sempat sangat keras. Namun, mari kita baca teks di atas tidak dalam perspektif diskriminasi. Mari kita baca dalam konteks kekinian yang egaliter. Bagaimana cara membacanya? Mari kita lihat teks di atas dalam konteks kesetaraan mental. Kualitas mental orang berbeda-beda, sehingga agar pernikahan itu nyambung maka diperlukan sebuah kesetaraan. Bahkan kesetaraan itu tidak hanya dalam konteks mental (meskipun ini yang utama), tetapi juga dalam hal lain, seperti orang yang ganteng pasangannya harus setara, orang kaya menikah dengan orang yang setara kekayaannya dan seterusnya. Kesetaraan ini yang memudahkan mereka dalam segala hal, apakah dalam komunikasi verbal, kedekatan hati, aura, cara pandang, dan perspektif tertentu tentang kehidupan.
Jika dengan cara ini kita membaca teks di atas, maka pernyataannya menjadi lebih manusiawi, dan semestinya kita harus membacanya demikian. Perkawinan itu sangat kompleks, sehingga dalam ilmu Jawa, menentukan bibit, bebet, dan bobot pasangan sangat penting. Saat ini orang menyatakan bahwa mencari pasangan hidup itu harus yang sesuai, artinya antara pedang dan sarungnya mesti nyambung. Kalau tidak, pedang tidak akan bisa masuk ke sarungnya. Jika tidak bisa masuk, lalu bagaimana perkawinan itu bisa harmoni? Oleh karena itu mari kita baca teks di atas seperti ini: wanita sudra mesti diartikan ‘wanita dengan kualitas A’, wanita vaishya diartikan sebagai ‘wanita dengan kualitas B’. Jadi, seorang wanita dengan kualitas A mesti menikah dengan suami yang memiliki kualitas A, demikian juga wanita dengan kualitas B menikah dengan kualitas yang sama. Jika tidak seperti itu, maka berbagai permasalahan akan segera timbul sesaat setelah upacara pernikahan itu dilangsungkan.
Mengapa banyak sekali perceraian yang terjadi dalam pernikahan belakangan ini? Mungkinkah ada hubungannya dengan kurangnya orang memikirkan tentang pentingnya kesetaraan kualitas diri masing-masing sebelum melangsungkan pernikahan? Mungkinkah cinta yang muncul dari keduanya di awal hanya bersifat sesaat dan tidak mencerminkan kualitas diri mereka masing-masing? Jika mengacu pada teks di atas, maka kemungkinan itu besar sekali. Sehingga, untuk memperbaiki ini, hal paling awal yang harus diajarkan kepada para remaja atau pemuda sebelum memilih pasangan adalah diarahkan untuk melihat kualitas diri dan kualitas orang yang akan didekati atau yang mendekati. Ini penting agar nantinya ada kesaling-mengertian. Hal sepele saja akan bisa menjadi masalah besar di dalam hubungan suami istri jika di dalamnya tidak ada saling pengertian.
Seperti misalnya, dalam sebuah pasangan suami istri, yang laki suka traveling, sementara istrinya suka di rumah. Sekali dua kali mungkin si istri akan memaklumi suaminya bepergian. Tetapi, ketika hal itu terus terjadi berulang-ulang si istri akan jengkel. Keributan mulai terjadi. Jika hal ini tidak diatasi, perceraian pun sangat memungkinkan. Sehingga dengan demikian, jika diri kita suka traveling, maka pasangan yang dicari adalah dia yang suka traveling juga, atau paling tidak yang sejenis dengan itu. Persepsi buruk, prasangka, dan kebosanan akan terjadi jika masing-masing berjalan sendiri-sendiri. Lalu, bagaimana caranya kita mengenali apakah pasangan kita telah sesuai atau tidak? Di sinilah pentingnya masa pacaran. Masa pacaran semestinya lebih banyak melihat kemungkinan ini. Jangan biarkan cinta membutakan itu semua, sebab ketika kita menikah, hal yang natural akan terjadi. Tidak ada yang bisa ditutupi. Saat pacaran mungkin bisa. Justru pada saat pacaran lah kita bertindak alami sehingga kita cepat saling memahami satu sama lain. Jika memang tidak cocok, maka segeralah putus dan mencari yang baru. Tampaknya sangat kasar memang, tetapi no other way. *
I Gede Suwantana
1
Komentar