Jumputan Tanah Pekarangan Seluruh Krama Dihanyut ke Laut
Karya Penyapuh Jagat lan Tawur Nawa Gempang di Catus Pata Desa Adat Batuan
Saat Nganyut ke laut, krama yang dilibatkan hanya terbatas, sebab selama prosesi Nganyut tersebut krama yang ikut pantang bersuara atau mono bratha.
GIANYAR, NusaBali
Karya Penyapuh Jagat Lan Tawur Nawa Gempang berlangsung di Catus Pata Desa Adat Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar pada Sukra Wage Wariga, Jumat (9/12). Prosesi upacara dipuput Tri Sadhaka. Jumputan tanah pekarangan krama di segala arah mata angin turut dalam prosesi upacara. Tanah tersebut dikumpulkan sesuai arah mata angin, kemudian usai upacara dihanyutkan ke laut. Saat Nganyut, krama yang dilibatkan hanya terbatas. Sebab selama prosesi Nganyut, krama pantang bersuara atau mono bratha. Usai Tawur, krama mendapatkan 4 jenis tirta untuk diperciki di pekarangan rumah masing-masing.
Bendesa Adat Batuan I Nyoman Megawan didampingi Pangliman atau Wakil Bendesa I Wayan Sudha menjelaskan pelaksanaan upacara ini digelar dalam suasana momentum peringatan 1.000 Tahun ditulisnya Prasasti Baturan oleh Raja Marakata pada 26 Desember Tahun 1022 - 26 Desember 2022 masehi (944 caka - 1944 caka) yang jatuh tepat pada, Senin (26/12) nanti.
Dalam perjalanan abad ke abad tersebut diperkirakan pernah terjadi kepancabaya di Desa Batuan. Saatnya sekarang diakumulasikan, kemudian diruwat secara universal alam semesta beserta isinya lewat upacara Penyapuh Jagat Kertih lan Tawur Nawa Gempang. "Kami berharap mencapai tujuan Yadnya, yaitu ngeruwat Bhuana Agung lan Bhuana Alit. Masyarakat menjadi tentram kerta raharja, jagat Batuan semakin erat persatuan dan kesatuannya," jelas Bendesa.
Pecaruan ini menggunakan sarana ulam Kebo, Kambing, Godel, Kera Hitam, Angsa, dan beberapa satwa lainnya yang telah diupacarai Mepepada sehari sebelumnya. Sejumlah Pelawatan Ida Sesuhunan, berupa Barong Ket, Rangda, maupun Wayang Wong, napak pertiwi selama prosesi berlangsung. Ruas jalan dari arah selatan dan barat ditutup selama dua hari mulai, Kamis (8/12).
Sementara jalan nasional dari arah timur ke utara menuju Patung Bayi Sakah atau sebaliknya tetap dibuka dengan pengaturan lalu lintas dari kepolisian. Usai tawur, arus lalin sudah dibuka kembali secara normal. Dalam pelaksanaan Tawur Nawa Gempang ini, seluruh Krama Desa Adat Batuan diminta untuk nyokot atau mengambil tanah di setiap sudut mata angin pekarangan rumah. Tanah tersebut dibawa saat prosesi Pecaruan dikumpulkan menjadi satu untuk diruwat. "Tanah ini simbol pekarangan rumah krama yang turut kita doakan, dibersihkan dan disucikan secara niskala. Lebih-lebih jika dalam perjalanan pernah terjadi berbagai peristiwa pancabaya, misalnya pembunuhan, mati salah Pati ulah Pati, kebakaran maupun bahaya lain," jelas Wayan Sudha, pensiunan ASN Pemkab Gianyar ini.
Tawur Nawa Gempang pula menjadi rangkaian Panca Yadnya yang digelar Desa Adat Batuan di tahun istimewa ini. Dewa Yadnya digelar bertepatan dengan Piodalan Ratu Puseh lan Ratu Desa Pura Desa Adat Batuan yang jatuh pada Saniscara Kliwon Wariga atau Tumpek Uduh, Sabtu (10/12). Rsi Yadnya diwujudkan dengan Punia beras dan busana untuk Pamangku dan Sulinggih. Sementara Manusia Yadnya akan direalisasikan dalam kegiatan sosial Menek Kelih dan Metatah Massal pada, Minggu (11/12) nanti. "Manusa Yadnya ini terbuka untuk umat sedharma meskipun dari luar desa. Sudah ada sekitar 75 orang yang daftar, ada dari Ketewel, Guwang, Batuan Kaler dan ada Bule dari Jerman yang akan ikut Metatah. Tidak dipungut biaya, namun jika peserta mau Punia dipersilahkan," jelas Wayan Sudha, Prajuru asal Banjar Jeleka ini.
Selama berlangsungnya Tawur Nawa Gempang, arus lalu lintas di simpang Batuan dilakukan pengaturan oleh Kanit Lantas Polsek Sukawati AKP Made Weta beserta jajaran. "Rekayasa arus lalin dilakukan untuk menghindari kemacetan lalu lintas," jelasnya. Bekerjasama dengan Pecalang, saat dilakukan pengalihan arus lalin tidak terjadi penumpukan kendaraan di suatu titik. "Astungkara arus lalin lancar, kami sudah koordinasi dari awal dengan pihak terkait serta memasang rambu petunjuk arah," imbuhnya. *nvi
Bendesa Adat Batuan I Nyoman Megawan didampingi Pangliman atau Wakil Bendesa I Wayan Sudha menjelaskan pelaksanaan upacara ini digelar dalam suasana momentum peringatan 1.000 Tahun ditulisnya Prasasti Baturan oleh Raja Marakata pada 26 Desember Tahun 1022 - 26 Desember 2022 masehi (944 caka - 1944 caka) yang jatuh tepat pada, Senin (26/12) nanti.
Dalam perjalanan abad ke abad tersebut diperkirakan pernah terjadi kepancabaya di Desa Batuan. Saatnya sekarang diakumulasikan, kemudian diruwat secara universal alam semesta beserta isinya lewat upacara Penyapuh Jagat Kertih lan Tawur Nawa Gempang. "Kami berharap mencapai tujuan Yadnya, yaitu ngeruwat Bhuana Agung lan Bhuana Alit. Masyarakat menjadi tentram kerta raharja, jagat Batuan semakin erat persatuan dan kesatuannya," jelas Bendesa.
Pecaruan ini menggunakan sarana ulam Kebo, Kambing, Godel, Kera Hitam, Angsa, dan beberapa satwa lainnya yang telah diupacarai Mepepada sehari sebelumnya. Sejumlah Pelawatan Ida Sesuhunan, berupa Barong Ket, Rangda, maupun Wayang Wong, napak pertiwi selama prosesi berlangsung. Ruas jalan dari arah selatan dan barat ditutup selama dua hari mulai, Kamis (8/12).
Sementara jalan nasional dari arah timur ke utara menuju Patung Bayi Sakah atau sebaliknya tetap dibuka dengan pengaturan lalu lintas dari kepolisian. Usai tawur, arus lalin sudah dibuka kembali secara normal. Dalam pelaksanaan Tawur Nawa Gempang ini, seluruh Krama Desa Adat Batuan diminta untuk nyokot atau mengambil tanah di setiap sudut mata angin pekarangan rumah. Tanah tersebut dibawa saat prosesi Pecaruan dikumpulkan menjadi satu untuk diruwat. "Tanah ini simbol pekarangan rumah krama yang turut kita doakan, dibersihkan dan disucikan secara niskala. Lebih-lebih jika dalam perjalanan pernah terjadi berbagai peristiwa pancabaya, misalnya pembunuhan, mati salah Pati ulah Pati, kebakaran maupun bahaya lain," jelas Wayan Sudha, pensiunan ASN Pemkab Gianyar ini.
Tawur Nawa Gempang pula menjadi rangkaian Panca Yadnya yang digelar Desa Adat Batuan di tahun istimewa ini. Dewa Yadnya digelar bertepatan dengan Piodalan Ratu Puseh lan Ratu Desa Pura Desa Adat Batuan yang jatuh pada Saniscara Kliwon Wariga atau Tumpek Uduh, Sabtu (10/12). Rsi Yadnya diwujudkan dengan Punia beras dan busana untuk Pamangku dan Sulinggih. Sementara Manusia Yadnya akan direalisasikan dalam kegiatan sosial Menek Kelih dan Metatah Massal pada, Minggu (11/12) nanti. "Manusa Yadnya ini terbuka untuk umat sedharma meskipun dari luar desa. Sudah ada sekitar 75 orang yang daftar, ada dari Ketewel, Guwang, Batuan Kaler dan ada Bule dari Jerman yang akan ikut Metatah. Tidak dipungut biaya, namun jika peserta mau Punia dipersilahkan," jelas Wayan Sudha, Prajuru asal Banjar Jeleka ini.
Selama berlangsungnya Tawur Nawa Gempang, arus lalu lintas di simpang Batuan dilakukan pengaturan oleh Kanit Lantas Polsek Sukawati AKP Made Weta beserta jajaran. "Rekayasa arus lalin dilakukan untuk menghindari kemacetan lalu lintas," jelasnya. Bekerjasama dengan Pecalang, saat dilakukan pengalihan arus lalin tidak terjadi penumpukan kendaraan di suatu titik. "Astungkara arus lalin lancar, kami sudah koordinasi dari awal dengan pihak terkait serta memasang rambu petunjuk arah," imbuhnya. *nvi
Komentar