Heboh Pasal 411 dan 412 di KUHP, Sudirta: Penghormatan Kepada Lembaga Perkawinan
JAKARTA,NusaBali
Anggota Komisi III DPR RI, dapil Bali, I Wayan Sudirta angkat bicara atas berbagai mis-informasi di masyarakat tentang pasal perzinahan di KUHP yang baru saja disahkan DPR RI.
Di masyarakat berkembang isu, seakan pasal 411 dan pasal 421 KUHP tersebut berdampak pada sejumlah wisatawan membatalkan kunjungan ke Bali, karena khawatir akan ancaman pidana dalam dua pasal KUHP tersebut.
Padahal, kata Sudirta, sejatinya tidak ada agen perjalanan yang membatalkan liburan ke Bali, seperti santer diberitakan. “Sebagai anggota DPR saya telah melihat berbagai pertimbangan maupun perdebatan terkait hal ini,” ujar Sudirta, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/12).
Kata dia, pasal 411 dan pasal 421 KUHP ini memang sempat menjadi perdebatan panjang karena dinilai sebagai kewenangan negara yang ‘melewati batas pribadi seseorang’. Namun ada sebagian fraksi yang juga menyampaikan aspirasi dari beberapa pihak yang menginginkan pasal ini ada, dengan alasan untuk memberikan perlindungan kepada generasi muda dari pengaruh seks bebas maupun sesuai dengan norma agama dan nilai adat.
Makna perzinaan dalam konteks dan nilai-nilai masyarakat Indonesia (bukan masyarakat kota besar saja), yang bersumber dari Agama, adat-istiadat, dan tata norma lainnya. Hal ini juga sejalan dengan norma hukum pidana yang menggali dan menghormati Hukum yang hidup dalam masyarakat.
“Pasal ini merupakan penghormatan kepada lembaga perkawinan yang telah diatur dalam Undang-Undang. Para perumus sepakat untuk menjadikan pasal ini tetap diperlukan, namun harus diatur secara sangat ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan. Dirumuskan sebagai delik aduan dan pengaduan dibatasi hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak (suami/istri/orang tua/anak). Jadi tidak sembarangan dapat diberlakukan atau digunakan oleh aparat penegak hukum maupun pihak-pihak lain,” ujar Sudirta dengan penjelasan rinci.
Selain itu, kata Sudirta, pasal 411 dan 421 juga memberi penegasan adanya mekanisme hukum, agar tidak terjadi persekusi oleh masyarakat yang selama ini sering terjadi. Pasal ini merupakan representasi dari beberapa nilai dalam masyarakat yang melihat perbuatan ini sebagai hal melawan hukum atau kejahatan terhadap lembaga perkawinan, maupun kejahatan materiil yang dapat merugikan pihak lain maupun masyarakat secara umum. “Saya pribadi setelah mendapat penjelasan dan data tersebut, melihat bahwa pasal ini terjadi sebagai jalan tengah dari seluruh kepentingan para pihak yang menginginkan hal yang berbeda-beda. Namun lebih dari itu, pasal ini perlu ada sebagai harmonisasi terhadap UU Perkawinan (tujuan dan filosofi lembaga perkawinan) dan norma lain yang hidup dalam tata kehidupan bangsa Indonesia,” ujar politisi senior PDIP yang mantan Ketua Tim Perancang Undang-Undang DPD RI dua periode ini.
“Kita juga harus secara bijaksana melihat berbagai fenomena permasalahan di masyarakat seperti persekusi (pengarakan oleh masyarakat untuk menimbulkan malu), kawin kontrak yang sering merugikan WNI, dan fenomena lain yang dapat merusak keharmonisan kehidupan bangsa Indonesia. Namun pengaturannya harus dilakukan secara ketat dan terbatas, mengingat dalam hal ini Negara masuk dalam ruang privat sehingga membutuhkan aturan yang jelas dan ketat,” tegasnya. *nat
1
Komentar