Pandemi Bukakan Krama Bali Ragam Usaha
DENPASAR, NusaBali
Pandemi Covid-19 tidak bisa dipungkiri membuat ekonomi Bali, khususnya dari sektor pariwisata, terpuruk ke titik terendah Namun, sebagian krama Bali tampaknya melihat pandemi sebagai momen untjuk bertransformasi dalam mencari sumber penghidupan.
Selama pandemi banyak krama Bali yang dirumahkan, di-PHK, atau dipensiundinikan. Banyak yang pulang kampung, ambil cangkul, dan mulai bertani. Sebagian barangkali karena tidak punya lahan lagi, memilih menjadi pedagang atau pelaku UMKM. Kini, pariwisata Bali perlahan mulai pulih. Karyawan yang dirumahkan dipanggil kembali bosnya. Tentu mereka senang meski kekhawatiran masih bergelayut di pikiran apakah pandemi akan kembali dalam waktu dekat.
Di sisi lain, banyak juga yang dengan jelas menolak kembali. Mereka adalah orang-orang yang melihat harapan di balik kewirausahaan. Pandemi bagi mereka merupakan berkah di balik musibah. Made Sudiarta, 49, misalnya. Sebelum melakoni usahanya saat ini, berkecimpung di dunia pariwisata. Ia bekerja sebagai driver. Setelah pariwisata Bali ditutup total akibat pandemi, Sudiarta beralih profesi sebagai penjual buah. Tak disangka, dari profesi barunya ia malah mendapatkan untung yang tidak disangka-sangka. Bahkan jika dirata-rata melebihi penghasilannya menjadi driver pariwisata.
"Omzet sebulan lebih dari Rp 30 juta. Belum termasuk omzet kalau ada rahinan," ujarnya ditemui pada kegiatan peluncuran lembaga inkubator bisnis Provinsi Bali di Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) Provinsi Bali, Jalan Raya Sesetan Nomor 250, Denpasar Selatan, Jumat (9/12).
Sudiarta tidak punya kebun buah di kampung halamannya di Nusa Penida, Klungkung. Tapi dia bekerjasama dengan distributor yang mengumpulkan buah-buah dari seluruh Bali. Secara bergantian dia mengambil buah di beberapa pasar di Kota Denpasar seperti Pasar Titih, Pasar Batu Kandik, dan Pasar Kreneng. Lokasi penjualan yang cukup strategis sepertinya juga membantu usahanya berjalan lancar sejauh ini. "Saya jualannya di Jalan WR Supratman dekat Kantor Dinas Pertanian Provinsi Bali," ujarnya.
Namanya usaha, tidak selalu berjalan mulus. Menjual barang yang punya waktu kedaluwarsa cukup singkat seperti buah-buahan, risiko barang dagangannya membusuk sebelum laku adalah hal biasa baginya. Untuk mengurangi kemungkinan tersebut Sugiarta mengakali dengan lebih banyak menjual buah-buahan yang lebih tahan lama. "Kalau tidak profit saya sudah lari ke pariwisata lagi. Astungkara di sini sudah dikasih rezeki. Kalau itu (pariwisata, Red) dikejar lagi belum tentu nanti," ucap Sudiarta.
Tidak berbeda jauh dengan Sudiarta, Ni Wayan Sudarmi, 36, juga memutuskan berhenti bekerja sebagai karyawan swasta karena omzet dari usahanya di bidang pastry cukup menjanjikan. Mencapai 6-7 juta dalam sebulan.
Sudarmi perlahan merintis usaha pembuatan kuenya sejak 2017. Semasih menjadi seorang karyawan swasta. Ibu tiga anak asal Petang, Badung ini kemudian memutuskan fokus menjalankan usaha sendiri agar memiliki waktu yang fleksibel merawat anak-anaknya. "Kami bisa ngatur waktu sendiri, lumayan bisa bantu-bantu suami juga," ujar Sudarmi yang mengaku suaminya bekerja sebagai karyawan swasta ini.
Namun demikian, meski waktu menjadi relatif fleksibel, pemilik usaha Devani Kitchen ini juga mengakui tidak jarang harus bekerja siang dan malam untuk memenuhi pesanan para pelanggan.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah Provinsi Bali I Wayan Ekadina, pada saat acara peluncuran lembaga inkubator bisnis Provinsi Bali, mengatakan jumlah pelaku UMKM di Bali saat ini diperkirakan berjumlah 420.000 orang. Dia mengatakan, para pelaku usaha tersebut sangat potensial untuk terus didorong menjadi pengusaha-pengusaha baru Bali dengan omzet yang terus meningkat. "Target yang paling utama adalah membuat krama Bali memiliki jiwa kewirausahaan," ujar Ekadina.
Untuk menopang keinginan itu, Dinas Koperasi UKM Bali pada Jumat (9/12) telah meluncurkan lembaga inkubator bisnis berupa 'Bali Entrepreneur Collaborator (BEC)' dan 'Sistem Inkubator Wirausaha Koperasi dan UMKM (SIWAK)'. Para pelaku UMKM dapat mendaftarkan diri di BEC untuk lebih lanjut dinilai oleh tim kurasi sebelum diputuskan layak mendapatkan pendampingan dalam pengembangan usahanya.
Ekadina menyebut, dalam setahun paling sedikit akan ada 50 pelaku usaha yang akan mendapat kesempatan pendampingan yakni berupa pelatihan, dipertemukan dengan para ahli di bidang usaha yang dilakoni, ataupun dipertemukan dengan para investor.
Sementara itu, melalui SIWAK akan lebih banyak lagi pelaku UMKM yang bisa bergabung, bahkan hampir tanpa batas. SIWAK merupakan ekosistem aplikasi berupa database terintegrasi antara inkubator, wirausaha, koperasi dan UMKM. Ekadina mengatakan, SIWAK akan mengakomodir lebih maksimal koperasi dan UMKM yang ada di seluruh Bali. "Kita menampilkan semua pelaku-pelaku UMKM dan koperasi, termasuk lembaga inkubator. Investor bisa menilai di sana, UMKM yang mana memiliki potensi bagus," jelas Ekadina soal SIWAK.
"Di sini kita berkolaborasi dengan beberapa inkubator. Kenapa kita kolaborasi, karena kita tidak akan bisa sendiri-sendiri, makanya kita include-kan, kita sinergikan inkubator, wirausaha UMKM, dan koperasi," tambahnya.
Mantan Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKDPSDM) Provinsi Bali ini pun mengajak para pelaku UMKM memulai usahanya dengan melihat potensi yang ada di tempat masing-masing.
Birokrat asal Desa Padangsambian Kelod, Kecamatan Denpasar Barat mengatakan, peluncuran BEC dan SIWAK juga sejalan dengan Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali yang telah diluncurkan Presiden Joko Widodo bersama dengan Gubernur Bali Wayan Koster pada Desember 2021. Di mana dalam peta jalan tersebut sektor UMKM, IKM, koperasi, serta ekonomi kreatif dan digital akan menjadi salah satu sektor unggulan yang akan menopang ekonomi Bali di masa depan bersama dengan sektor lainnya, seperti sektor pertanian dalam arti luas, sektor kelautan dan perikanan, sektor Industri, dan sektor pariwisata berbasis budaya dan berorientasi pada kualitas.*cr78
Komentar