Bali Pulau Kencan
TAK sedikit orang terperangah menerima kabar KUHP, yang memuat ihwal perzinahan, disahkan DPR RI.
Pasangan turis yang bukan suami-istri bakal membatalkan wisata ke Bali, khawatir diadili. Kadispar Bali Tjokorda Bagus Pemayun, meluruskan ihwal pasal zinah ini. “Turis asing tak perlu khawatir ke Bali,” ujarnya kepada pers (NusaBali, 9/12).
Wayan Sudirta, anggota Komisi III DPR RI, bahkan menyampaikan rilis tentang miss-interpretasi pasal 411 dan 412 KUHP menghebohkan itu, yang bisa berdampak luas pada pariwisata Bali (NusaBali, 10/12). “Pasal ini merupakan penghormatan kepada lembaga perkawinan,” ujar Sudirta. “Pasal ini diatur ketat agar tidak disalahgunakan. Dirumuskan sebagai delik aduan, dan pengaduan dibatasi, hanya oleh mereka yang paling terkena dampak (istri, suami, orangtua, anak).”
Wajar Bali paling sigap menanggapi, karena bukan suami-istri acap menginap di hotel. Bukankah pasangan-pasangan kencan saban hari berseliweran di tempat-tempat wisata di Bali? Pada suatu hari bisa terjadi di sebuah kafe Jessica termangu menatap debur ombak pantai Legian. Laut berkilat oleh cahaya bulan. Di mejanya sebotol bir nyaris kosong. Di bawah cahaya remang-remang, seorang penyanyi melantunkan lagu tentang seseorang yang dihimpit rindu berlumur sepi, kemudian pergi bertualang mengikuti kehendak hati.
Henry menghampiri meja Jessica. Mereka saling sapa sekilas, bertukar cerita, tersenyum-senyum senang, lalu saling menuangkan bir ke gelas yang kosong. Hanya dalam setengah jam mereka mulai akrab, lalu memuji-muji Legian sebagai tempat romantis.
“Saya baru kali ini ke Bali,” kata Jessica.
“Sama, saya juga. Ini sebuah tempat yang benar-benar romantis,” sahut Henry.
Mereka kemudian bercerita tentang laut, bulan, dan angin kering tanah tropis. Henry menggenggam jemari Jessica. Wanita berambut pirang itu kemudian tersenyum, dan menatap tajam Henry, yang dengan sentuhan kejantanannya menarik tubuh Jessica ke dalam dekapannya. Mereka kemudian berciuman ditingkah kencang debur ombak.
Jessica berasal dari Sydney. Sesungguhnya dia sudah lima kali ke Bali. Henry bekerja di New York. Ia jujur, baru kali ini ke Bali. Tentu tak penting benar, apakah mereka sudah berkeluarga atau masing-masing single. Tak penting pula, apakah mereka sudah punya pasangan, kekasih yang menunggu setia di Sydney atau New York. Yang jelas mereka tidur bersama setelah mereguk bergelas bir di kafe itu. Petualangan seks tengah mengguyur mereka.
Atau bisa saja terjadi seperti ini. Di Jimbaran, Astuti menatap tajam lurus ke utara, dari sebuah kafe di tepi laut. Ia bisa menatap jelas pesawat landing di Bandara Ngurah Rai. Ia melirik arloji: pukul 19.00. Hatinya berdegup kencang. Angin laut membuat tubuhnya mulai menggigil. Setengah jam kemudian telepon genggamnya berdering.
“Hai, Tuti.”
“Kamu di mana?”
“Di bandara, baru saja sampai.”
“O ya, kalau begitu benar aku.”
“Kenapa?”
“Nggak apa-apa, pesawat yang aku tatap tadi itu pasti pesawatmu. Cepetan dong sini! Aku kedinginan menunggumu. Sudah kupesan ikan bakar kesukaan kita.”
“Sebentar sayang...... Aku segera datang memberi kehangatan.”
Astuti ibu rumah tangga, tinggal di Rawamangun, Jakarta. Bram adalah masa lalunya, kekasih semasa SMA, tinggal di Jakarta Barat. Masing-masing beranak dua, sudah di SMP. Mereka teratur kencan di Bali. Selalu mereka punya alasan ke luar kota, agar tak mencurigakan istri atau suami. Astuti biasanya mengaku ke Surabaya, menengok ibunya. Tapi kemudian ia akan meneruskan ke Bali setelah berbohong ia pergi ke Malang.
Kalau mau, cerita petualangan asmara ini bisa kita lanjutkan ke Sanur. Di sini bisa saja kita bersua dengan Hisayo, wanita Jepang beranak satu. Di sebuah bungalo ia tengah mereguk kebebasan bersama seorang laki-laki dari Mataram, Lombok. Hisayo memang punya banyak waktu di Bali karena mengurus bisnis travelnya. Dan suaminya percaya begitu saja di Osaka sana.
Kisah-kisah kencan begini bisa sangat mudah kita dapatkan di Bali. Banyak sekali tempat romantis tak terkatakan indah untuk kencan. Vila di atas jurang Kedewatan, di Ubud, Lovina, Candidasa, di tepi Danau Batur, Bedugul, pasti penuh dengan luapan kisah asmara sesaat membara.
Bali adalah pulau yang sangat terbuka, sejak berabad silam menjadi pulau kencan. Yang berkencan bukan semata pengelana asmara, tapi juga para cerdik cendekiawan, manusia-manusia kreatif. Di Bali mereka berkencan menggenapkan inspirasi, memadukan imajinasi, menjadi karya-karya baru menuju puncak.
Pulau ini menjadi tempat berkencan para pebisnis untuk membuat kesepakatan, ranah bagi pelaku kebudayaan buat bercumbu dan bertukar gagasan, sehingga di Bali bertemu arus budaya dari China, India, Eropa, Thailand, Jepang, menciptakan budaya unggul dunia, menjadi warisan tradisi, pegangan hidup sehari-hari.
Aryantha Soethama
1
Komentar