Wujudkan Taman Gumi Banten, Hutan Belajar Akan Dilengkapi Penangkaran Rusa dan Kijang
NEGARA, NusaBali
Hutan Belajar yang berada di kawasan hutan lindung Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, berupaya dimatangkan sebagai Taman Gumi Banten.
Tidak hanya sebatas menjadi tempat konservasi berbagai tumbuhan keperluan sarana upakara. Namun Hutan Belajar yang juga menjadi tempat wisata edukasi ini, juga dirancang sebagai tempat konservasi satwa dilindungi berupa rusa dan kijang yang juga biasa dibutuhkan sebagai sarana upakara.
Saat ini, masyarakat Kelompok Tani Hutan (KTH) Giri Amerta sebagai pengelola Hutan Belajar, masih mempersiapkan tempat penangkaran. Dimulainya pembangunan tempat penangkaran tersebut ditandai peletakan batu pertama yang dirangkaikan dengan perayaan Tumpek Wariga di Hutan Belajar, Selasa (13/12).
Peletakan batu pertama dihadiri pihak Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Bali Barat pada Dinas Kehutanan Bali, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Bali. Termasuk hadir dari pihak Yayasan Idep Selaras Alam yang selama ini mendukung pengelolaan Hutan Belajar.
Kepala UPTD KPH Bali Barat Agus Sugianto saat dikonfirmasi, Rabu (14/12), mengatakan tempat penangkaran satwa di Hutan Belajar itu rencananya akan diisi rusa dan kijang. Adanya rencana pengadaan konservasi rusa dan kijang itu, juga berkaitan dengan upaya implementasi Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 29 Tahun 2022 tentang Taman Gumi Banten.
“Rencana kita bersama masyarakat di sana (Hutan Belajar) akan mengadakan konservasi kijang dan rusa. Itu upaya mewujudkan Taman Gumi Baten. Karena selama ini, Taman Gumi Banten baru dimaknai sebatas tanaman upakara. Padahal kita di Bali juga ada kebutuhan satwa liar,” ucap Agus.
Menurut Agus, pembangunan tempat penangkaran yang dikerjakan secara swadaya itu, ditargetkan sudah bisa rampung sebelum akhir tahun ini. Sambil proses pembangunan tempat penangkaran, pihaknya berupaya mematangkan kesiapan masyarakat untuk merawat rusa dan kijang yang rencana akan disiapkan dari pihak KSDA.
“Untuk satwanya (rusa dan kijang) belum kita adakan. Sebelum satwanya, sekarang yang harus benar-benar disiapkan, selain sanpras (sarana dan prasarana), yang terpenting kesiapan masyarakat untuk ngerawat. Satwanya belakangan, sambil nanti kita proses perizinannya (izin penangkaran),” ujar Agus.
Namun, Agus mengaku, pengelolaan perhutanan sosial Hutan Belajar yang telah diresmikan sejak Maret 2021 lalu, itu telah berjalan sangat baik. Bahkan, dirinya menilai pengelolaan di Hutan Belajar sangat layak dijadikan salah satu percontohan perhutanan sosial. Hutan yang dulunya gundul, telah direboisasi dan masyarakat pengelola ikut menjaga pelestarian hutan sekitar.
Agus menambahkan, di kawasan Hutan Belajar tersebut, juga sudah banyak ditanam berbagai tanaman upakara. Berbagai tanaman upakara yang dikembangkan itu pun dimanfaatkan masyarakat pengelola sehingga bisa mendapat manfaat ekonomi dari hasil pengelolaan perhutanan sosial tersebut.
Selain berbagai tanaman upakara, di Hutan Belajar dengan areal pemanfaatan seluas 4 hektare itu, dikembangkan berbagai tanaman endemik Jembrana, seperti pohon Kwanitan, Cempaka, dan Majegau. Seiring pelestarian berbagai tanaman endemik itu, kini mengundang kehadiran berbagai satwa endemik di hutan setempat yang akhirnya menjadi daya tarik kunjungan wisatawan.
“Seperti siung dan celepuk Bali, kini diketahui sudah banyak kembali berkeliaran di hutan setempat. Termasuk burung rangkong yang satwa dilindungi dan sebelumnya sempat hilang, juga berdatangan. Karena memang di hutan lah tempat mereka. Tanpa diundang, kalau hutan sudah kembali bagus, satwa-satwa itu pasti akan kembali,” tutur Agus. *ode
Komentar