Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas akan Persembahkan 'Dukuh Suladri' di Ardha Candra Art Center
Jadi Ajang Lepas Rindu Penari, Penabuh dan Penggemar Drama Gong
Ajang lepas rindu ini akan menghadirkan para pemain drama gong lawas, seperti Lodra, Moyo, Petruk, Komang Apel dan lainnya, juga ada pemain pendatang baru.
GIANYAR, NusaBali
Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas akan mempersembahkan lakon ‘Dukuh Sulandri’ di Panggung Terbuka Ardha Candra Art Center Denpasar, Sabtu (17/12) mulai pukul 19.00 Wita. Pementasan ini sekaligus menjadi ajang lepas rindu para penari Drama Gong Lawas dengan penabuh dan penggemar.
Paguyuban yang terbentuk bulan Oktober 2022 ini sudah melakukan berbagai persiapan. "Penabuh sudah latihan 11 kali. Panitia juga sudah keliling Bali melakukan audiensi," ungkap Ketua Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas, Anak Agung Gede Oka Aryana SH MKn saat ditemui di Gianyar, Kamis (15/12).
Ajang lepas rindu ini akan menghadirkan para pemain drama gong lawas, seperti Lodra, Moyo, Petruk, Komang Apel dan yang lainnya. Juga ada pemain pendatang baru sebagai langkah nyata estafet seni drama gong pada generasi muda Milenial.
Dalam pementasan ini, pada awalnya mengangkat cerita Panji, namun karena ingin melibatkan semua seniman drama gong lawas yang jumlahnya masih 33 orang, maka mengangkat cerita rakyat di Bali. Dalam cerita rakyat itu, ada berbagai peran figur yang bisa diangkat, sehingga semua pemain lawas dapat ikut pentas. Sementara untuk skenario dan sutradara dipercayakan pada pemain senior Wayan Puja. “Hal itu sebagai ajang untuk mengingatkan masyarakat bahwa seniman drama gong yang dulu masih hidup. Walau mereka sudah tua, tetapi mereka masih sehat,” ucap Agung Aryana yang seorang Notaris ini.
Pementasan drama gong lawas ini dalam rangka menghimpun kembali seniman-seniman drama gong lawas. Selain itu, juga sebagai bentuk reuni, temu kangen, dan berharap kesenian drama gong bisa eksis kembali. “Pementasan drama gong ini sebagai ajang untuk menghimpun dulu agar mendapat perhatian dalam bentuk wadah, setelah itu baru mempersiapkan wadah berupa yayasan, sehingga ada payung hukum. Ide ini sudah mendapatkan dukungan dari masyarakat, salah satunya disambut baik oleh Bendesa Adat Petak, Gianyar, AA Gede Putra Yasa SH yang menyiapkan sanggar seninya sebagai tempat untuk mengadakan latihan,” ucapnya. Walau bakal tampil sebagai sebuah reuni, namun tidak meninggalkan pakem-pekem dari sebuah pertunjukan drama gong.
Tujuannya sangat jelas, yakni untuk menghimpun kembali seniman lawas, agar bisa berperan mengisi pembangunan Bali, terutama melestarikan drama gong Bali. "Berdasarkan komentar teman-teman, semuanya merasa senang bisa berkumpul kembali. Sebab, dalam drama gong ini sebagai sebuah ajang untuk pembelajaran bahasa Bali, khususnya dalam bentuk sor singgih basa,” papar Agung Aryana.
Pesan yang akan disampaikan, secara umum drama gong itu mengingatkan masyarakat tentang etika kehidupan, kesopanan dan yang paling penting pembelajaran tentang ‘anggah ungguhing basa Bali’. Sebanyak 33 pemain yang bakal tampil berasal dari daerah Gianyar, Bangli, Klungkung, Denpasar, Badung dan Buleleng. “Pada pementasan nanti, kami menyiapkan pemeran putri yang masih muda untuk memberi suasana manis pertunjukan seni itu, sehingga berjalan dengan baik,” ungkap pria yang peduli seni drama ini.
Sekretaris Paguyuban, Drs I Gusti Putu Nuraga menambahkan sebanyak 4 pemeran putri itu akan ditampilkan secara bergantian, karena paguyuban ini sudah mendapatkan jadwal pentas di berbagai daerah kabupaten dan kota di Bali, seperti Gianyar, Klungkung pada April 2023 dan Bangli pada Mei 2023. “Tujuan dasar pementasan drama gong lawas ini untuk ajang reuni, dan mengingatkan kembali kepada masyarakat, serta mengajak para seniman untuk menekankan pakem yang sudah ada. Dengan begitu, bisa ditiru para generasi muda. Maka, setelah ini akan membuat payung hukum berupa yayasan agar lebih dekat dan bisa memperhatikan para seniman," jelas Gusti Nuraga.
Pertunjukan drama gong ini pula berkaitan dengan upaya para penggemar mengenang jasa maestro perintis Drama Gong di Bali, almarhum Anak Agung Gde Raka Payadnya. "Kami sebagai generasi muda sangat apresiasi ketokohan beliau. Kami juga bersyukur diberi kesempatan berpartisipasi, sehingga kami merasa bahagia. Hanya seperti ini kita bisa persembahkan," imbuh Agung Aryana.
Sebagai wujud apresiasi, paguyuban memberikan Piagam Penghargaan kepada almarhum Anak Agung Gde Raka Payadnya sebagai maestro seni Drama Gong yang telah berjasa melestarikan budaya Bali. "Sosok almarhum luar biasa ketokohan beliau, pelaku seni dan maestro seni khususnya drama gong. Sebagai generasi muda seharusnya kita memelihara dan melanjutkan warisan beliau," jelasnya. *nvi
1
Komentar