Reformasi Internal Dongkrak Citra Polri yang Sempat Terpuruk Akibat Kasus Sambo
PROYEKSI 2023: Bidang SOSIAL
Citra Polri beberapa bulan terakhir ibarat terjun bebas. Hal itu tak lepas dari rentetan peristiwa seperti penembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang menyeret nama mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengaman (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo.
Ada pula tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menyebabkan sedikitnya 135 orang tewas. Serta terungkapnya kasus jaringan gelap peredaran narkoba yang melibatkan mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa dan beberapa personel Polri lainnya.
Berdasar hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang dirilis Kamis (27/10/2022), memperlihatkan, citra institusi Polri sentuh titik terendah dalam dua tahun terakhir.
Pada survei Oktober 2021, citra positif Polri mencapai 77,5 persen. Lalu sedikit turun pada Januari 2022 menjadi 74,8 persen.
Enam bulan setelahnya atau pada Juni 2022, citra Polri melorot cukup tajam hingga 9,1 persen dan berada di angka 65,7 persen. Penurunan paling drastis terjadi pada periode Juni–Oktober 2022. Dalam rentang waktu ini, citra positif institusi Bhayangkara anjlok 17,2 persen menjadi 48,5 persen. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui bahwa kasus mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dan kasus-kasus lainnya membuat kepercayaan masyarakat ke Polri menjadi rendah dan berdampak negatif ke citra Polri.
Padahal, Listyo menyebut tingkat kepercayaan publik ke aparat penegak hukum sempat masuk yang tertinggi karena upaya polisi mengawal kebijakan pemerintah. Misalnya, penanganan Covid-19, mengawal bantuan sosial, dan bantuan-bantuan pemerintah lainnya.
“Namun, karena ada peristiwa FS (Ferdy Sambo) dan juga beberapa kasus yang kemudian berdampak kepada persepsi negatif maka saat ini tingkat kepercayaan publik terhadap Polri menjadi rendah,” jelas Listyo di depan Presiden Jokowi dalam acara Pengarahan kepada Kapolda dan Perwira Tinggi Polri di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (14/10/2022).
Listyo menekankan akan menindak tegas hal-hal yang bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik kepada Polri, sebagaimana arahan Jokowi. Mulai dari, menindak tegas gaya hidup polisi, judi online, hingga narkoba.
Upaya Polri melakukan pembenahan internal perlahan membuahkan hasil. Hasil survey Charta Politika yang dirilis pada Kamis (22/12/2022), tren kepercayaan publik ke Polri terus mengalami kenaikan (*).
Dalam survei tingkat kepercayaan lembaga tinggi negara, Polri mendapatkan angka 62,4 persen. Angka ini merupakan gabungan dari 5,8 persen responden yang sangat percaya terhadap Polri dan 56,6 persen responden yang percaya kepada Polri.
Tren survei kepercayaan kepada Polri juga cenderung mengalami kenaikan. Pada September 2022, kepercayaan publik ke Polri di angka 56 persen. Di bulan berikutnya, angka tersebut naik menjadi 57 persen sebelum mengalami peningkatan lagi di bulan ini menjadi 62,4 persen. Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menjelaskan fenomena angka kepuasan publik terhadap Polri yang mengalami kenaikan, di antaranya momen Presiden Joko Widodo memanggil para pejabat Polri ke Istana dengan melarang membawa HP dan tongkat.
Sementara temuan survei Indopol pada November 2022 adalah adanya tren kenaikan kepercayaan publik terhadap Polri yakni 60,98 persen, di mana pada sekitar 3 bulan sebelumnya berada di bawah 60 persen dari beberapa rilis survei.
Direktur Eksekutif Indopol Ratno Sulistiyanto membeberkan analisisnya yang menjadi faktor membaiknya kepercayaan publik terhadap Polri. Di antaranya penanganan kasus narkoba yang menjerat Teddy Minahasa, kemudian kasus Ferdy Sambo, serta kasus Kanjuruhan yang terbilang cepat.
Selain itu, kebijakan-kebijakan baru yang digagas Kapolri, menjadi faktor membaiknya persentase kepercayaan publik itu. Selain itu, adanya ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement), yaitu tilang elektronik yang merupakan program untuk mengurangi tindakan tilang di tempat jika ada pelanggaran lalu lintas dengan harapan tidak adanya pungli.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menuturkan pola prosesual yang membuat tren kepercayaan publik ke Polri meningkat karena dibentuknya Tim Khusus oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam kasus Sambo. Sehingga kasus bisa terbuka dan bergulir di pengadilan secara transparansif, akuntabilitas, dan legitimatif. Polri memberikan sarana objektif untuk mengukur karakter dan kriteria tindakan aparaturnya sebagai penegak hukum dalam bidang keamanan dan ketertiban umum, karena itu optimalisasi tindakan terukur dan proporsional Kapolri adalah bentuk legitimasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, mengingat Kapolri tetap berpegang pada prinsip due process of law yang bermakna transparansi sebagai kenyataan (*).
Membaiknya tren kepercayaan publik terhadap polisi juga tak lepas dari adanya reformasi internal. Sebab reformasi internal dinilai mampu membangun pendekatan integritas yang konsisten dengan tetap mempertahankan soliditas di internal Polri. Kasus Ferdy Sambo memang mencoreng citra Polri. Tetapi kasus itu juga yang jadi pijakan untuk melakukan reformasi internal, bersih-bersih di tubuh korps Bhayangkara. Pada 2021, jumlah oknum polisi yang bermasalah tercatat sebanyak 3.900-an orang. Sementara jumlah total anggota Polri di seluruh Indonesia sebanyak 420.000 personel. *
Ana Bintarti
Wartawan NusaBali
Wartawan NusaBali
Komentar