Banjar Petiga Kangin Kelola Sampah Organik dengan Konsep Teba Modern
TABANAN, NusaBali
Warga Banjar Petiga Kangin, Desa Petiga, Kecamatan Marga, Tabanan, berkomitmen melakukan penanganan sampah berbasis sumber, dengan konsep ‘teba modern’, terutama untuk pengelolaan sampah organik.
Dari 40 pintu rumah, sudah tersedia 26 teba modern, sementara sisanya sekitar 14 pintu rumah masih menyusul untuk dibuatkan.
Teba modern ini terbuat dari buis beton berdiameter 1 meter dengan kedalaman sekitar 1 meter. Bila sampah organik sudah penuh, akan difermentasi selama 5-6 bulan, kemudian dijadikan pupuk kompos. Proyeksinya pupuk akan dijual untuk keperluan tanaman hias.
Bendesa Adat Petiga I Made Darmawan mengatakan pengelolaan sampah berbasis sumber dilakukan untuk menuju Desa Petiga yang bersih. Sejak tahun 2021 sudah dilakukan pengelolaan sampah dimulai dengan sampah plastik.
Cara pengolahan sampah plastik ini, krama menukarkan sampah dengan beras. Beras didapat melalui CSR I Made Janur Yasa atau pencetus program Plastik Exchange asal Banjar Jangkahan, Desa Batuaji, Kecamatan Kerambitan. Dalam setahun berjalan itu krama sudah menukarkan sampah plastik dengan beras sebanyak 4 kali. “Selama empat kali penukaran ini kami sudah kumpulkan sampah sampai 7 ton lebih,” kata Darmawan.
Seiring waktu berjalan, komitmen krama untuk mengelola sampah ini semakin antusias. Bahkan Banjar Adat Semingan dan Banjar Adat Belanban yang merupakan wewidangan Desa Adat Petiga turut pula menukarkan sampah dengan beras. Sehingga serentak Banjar Petiga Kangin berkomitmen untuk mengolah sampah organik dengan konsep teba modern.
Dijelaskannya, teba modern ini baru sebulan dilakukan. Total sudah ada 26 buis yang ditempatkan di masing-masing rumah.
Konsep teba modern ini, sampah dapur dan segala sampah organik dibuang ke dalam buis. Kemudian ketika sudah penuh akan difermentasi selama 5-6 bulan agar menghasilkan pupuk kompos. “Nah pupuknya ini kami gunakan untuk memupuk tanaman hias, karena kebetulan warga kami sebagian besar memiliki bisnis tanaman hias,” jelas Darmawan.
Karena belum semua pintu rumah tangga dibuatkan teba modern, pihak desa adat, krama, dan CSR akan berkolaborasi untuk menuntaskan sekitar 14 rumah yang belum memiliki. Bahkan rencananya, dalam satu rumah nanti akan dibuatkan dua buis. Jadi begitu buis yang satu sudah penuh, sampah dimasukkan ke buis yang satunya lagi. “Kira-kira untuk membuat teba modern ini memerlukan anggaran sekitar Rp 750.000, termasuk ongkos gali tanah. Nanti kita berkolaborasi untuk penanganan ini,” ucap Darmawan.
“Bahkan kami juga berencana membuat pararem untuk penanganan sampah. Serta konsep teba modern juga akan diterapkan di Banjar Adat Semingan dan Banjar Adat Belanban yang merupakan wewidangan Desa Adat Petiga,” tandas Darmawan.
Sementara itu, Made Janur Yasa mengatakan teba modern sudah diterapkan di Gianyar dan Tabanan. “Jadi benar, penanganan sampah harus dilakukan berbasis sumber. Siapa yang kita suruh untuk kelola sampah kita, kalau bukan kita sendiri,” aku Janur Yasa, pria yang dinobatkan menjadi pahlawan lingkungan atau masuk nominasi 10 Top CNN Heroes Tahun 2021.
Salah seorang warga Banjar Petiga Kangin, I Ketut Artayasa mengaku senang adanya konsep teba modern dan plastic exchange. Dulunya sebelum ada program tersebut plastik yang dihasilkan selalu dibakar. Namun pembakaran ini menimbulkan polusi dan bau tak sedap. “Nah sejak ada konsep ini pengolahan sampah jadi terarah, apalagi dapat ditukarkan dengan beras. Jadi senang ada konsep ini,” ucapnya. *des
1
Komentar