Sesepuh Seni Desa Batuan, Gianyar Kumpul
Apresiasi 1.000 Tahun Eksistensi Seni Lukis dan Kriya
Seniman Bali
Desa Batuan
Widyatula Sahasra Warsa Seni Rupa Batuan
Desa Adat Batuan
Seni Rupa
Seni Lukis
GIANYAR, NusaBali - Sesepuh seni lukis gaya Batuan I Made Tubuh, seniman topeng I Made Muji dan kurator seni I Wayan Seriyoga Parta SSn MSn ungkap stilistik-estetik-tematik seni rupa Batuan dalam Widyatula Sahasra Warsa Batuan di Wantilan sisi Kauh Pura Puseh Desa Adat Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Selasa (20/12).
Sedangkan Akademisi Wayan Seriyoga Parta hadir secara daring menjabarkan dan mengapresiasi seribu tahun eksistensi ragam kesenian di Batuan, khususnya seni lukis dan seni kriya.
Bahwasannya, keberadaan seni rupa Batuan sudah menjadi bagian dari kreatifitas masyarakat Desa Baturan sejak masa kerajaan Bali Kuno, tersurat pada prasasti Baturan Caka 944 (1022 Masehi). Dengan ungkapan Citrakara, sebutan/profesi bagi empu yang piawai menggambar-melukis; Culpika, empu di bidang pahat/patung; dan istilah-istilah profesi seni lain.
Widyatula (Sarasehan) serangkaian Perayaan 1.000 Tahun atau Sahasra Warsa Batuan ini mengapresiasi capaian stilistik-estetik-tematik seni rupa, utamanya seni lukis yang bertumbuh di Desa Batuan. Termasuk pula dinamika historisnya yang lintas zaman seturut pertumbuhan dan perkembangan seni di Bali pada umumnya.
Diungkapkan pula keberadaan dan peran Perkumpulan Pelukis Baturulangun sedini pendiriannya tahun 2012, khususnya dalam melestarikan serta mengembangkan gaya lukis Batuan yang memang telah mendapat perhatian tersendiri secara nasional juga internasional. Made Tubuh, pelukis sepuh kelahiran 1941 ini mengungkapkan hingga kini masih setia melukis. Pasang surut eksistensi lukisan gaya Batuan telah dirasakannya sejak mengawali belajar melukis.
"Saya mulai belajar melukis sejak kelas 2 SD. Tapi karena saya nakal susah diatur, saya pindah belajar dari paman saya Pak Kenyot ke Made Jata sampai dewasa," ujarnya. Melukis jaman dulu, berbeda dengan saat ini. Dijelaskan sesepuh usia 81 tahun ini, jaman dulu tidak ada hasil karya lukisan yang isi nama pelukis. Perkembangan lukisan gaya Batuan pun mengalami beberapa kali pasang surut.
"Jaman G30S, semua jadi pedagang jadi buruh. Baru setelah Tahun 1964 bangkit lagi, saat berdirinya Hotel Bali Beach. Lukisan mulai berjalan sedikit demi sedikit. Lancar lagi, temen kembali melukis. Tapi ada yang tidak," kenangnya. Namun apapun tantangannya, Made Tubuh tetap melukis. "Itu makanya, saya tetap punya stok lukisan. Sampai istri saya marah-marah agar cari kerjaan lain, jangan melukis karena ndak laku. Tapi saya tetap melukis," ungkapnya. Termasuk ketika pariwisata Bali kembali terpuruk pasca Bom Bali, Made Tubuh meyakinkan dirinya situasi tak selamanya terpuruk.
Berkat ketekunannya, beberapa karya lukisan Made Tubuh menjadi koleksi beberapa museum. Kepada generasi penerus lukisan gaya Batuan yang kini sudah terhimpun dalam komunitas Baturulangun supaya tetap semangat. Sementara Made Muji,70, seniman topeng juga beberapa karyanya menjadi koleksi Museum Bali. Made Muji mengungkapkan memang dari kecil senang lihat topeng. "Sejak SD, kalau ada tugas buat kerajinan saya buat topeng dari tanah liat. Lulus SD saya mulai tekuni, banyak buat topeng tapi tak laku. Sehingga sempat beralih buat patung," ujarnya.
Ketertarikan pada Seni Topeng kembali muncul sekitar tahun 1974 ketika ada festival topeng di Provinsi Bali. "Lihat yang dapat juara, saya kembali berminat buat topeng. Bahkan langsung belajar ke yang dapat juara," jelasnya. Made Muji serius menekuni seni membuat topeng, hingga pada tahun 1982 ada festival yang sama, Made Muji terpilih mewakili Kabupaten Gianyar dalam festival topeng PKB di Denpasar.
"Saya membuat topeng bondres Luh Manik, dapat juara 1. Sejak itu, lagi saya menekuni karena belum puas, cari guru untuk konsultasi, ke beberapa guru. Setelah tahun 1986, lagi wakili Gianyar dan juara 1. Tahun 1988 kembali ikut 4 topeng, Jro Luh, Jero Gede, Barong Ket dan Rangda," jelas penerima Penghargaan Wija Kesuma Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ini.
Sementara kurator yang juga pengamat dan peneliti seni, Seriyoga Parta mengatakan seni lukis Batuan menarik bukan saja karena adanya prasasti yang menuangkan tentang hidup berkesenian, tapi juga estetik lukisannya. "Meskipun hanya hitam putih, warna ini elementik, mencerminkan Purusa Pradana. Menjadi dasar estetik, hitam dan putih jadi teknik. Batuan harus mempertahankan teknik hitam putih ini," jelasnya.
Terkait sistem pewarisan nilai, Batuan dinilai sudah berhasil. Terutama ketika saat ini estafet seni lukis sudah dipegang oleh anak-anak sebagai generasi penerus. Bahkan anak-anak Batuan sudah sering berpameran dan hasil karyanya dipinang oleh sejumlah kolektor lukisan. "Eksistensi seni lukis Batuan terus terjaga, eksis dari seribu tahun lalu sampai sekarang. Hal ini tentu bisa jadi rujukan menarik, bagaimana seniman Batuan membuat pola pembelajaran," ujarnya.
Untuk diketahui, rangkaian event Sahasra Warsa Batuan yang mengusung tema budaya, inovasi seni dengan menampilkan karya-karya yang dilahirkan oleh para pecinta seni di Desa Batuan, Gianyar didukung Bank BJB. Acara ini dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Okta Artha Ardana Sukawati, dihadiri Ketua TP PKK Kabupaten Gianyar Ny Ida Ayu Surya Adnyani Mahayastra, para Kepala OPD Pemerintah Kabupaten Gianyar, serta tamu undangan lainnya, Minggu (18/12).
Saharsa Warsa Batuan berlangsung selama 9 hari, yakni 18-26 Desember 2022 di Pura Puseh Desa Batuan, Baturan Art Space, Gianyar, mulai pukul 10.00 Wita. Rangkaian kegiatan lainnya, yaitu Batuan Musik Festival berlangsung pada tanggal 23-25 Desember 2022 di Lapangan Yudhistira, Batuan. Pemimpin Divisi Corporate Secretary Bank BJB Widi Hartoto mengatakan pihaknya mendukung dan memeriahkan Saharsa Warsa Batuan-Batuan Musik Festival yang merupakan event budaya, inovasi seni dan festival musik. "Melalui Saharsa Warsa Batuan-Batuan Musik Festival, Bank BJB berharap dapat membangkitkan kembali ekonomi dan industri UMKM Indonesia, khususnya di Desa Batuan, Gianyar, Bali," kata Widi. 7 nvi
1
Komentar