Pastika Minta Kaji Ranperda Bendega
“Yang menyangkut Parahyangan gimana, Pawongan gimana dan Palemahannya gimana? Karena ini menyangkut keberadaan nelayan yang non Hindu juga”
DENPASAR, NusaBali
Usulan Pansus Ranperda Bendega untuk membuat payung hukum guna melindungi kawasan laut dengan konsep Tri Hita Karana seperti pelestarian Subak (pertanian) di Bali harus menempuh jalan panjang. Gubernur Pastika meminta DPRD Bali dan stakeholder membuat kajian mendalam. Sebab mengatur nelayan dengan krama petani dengan organisasi Subak berbeda.
Hal itu diungkapkan Gubernur Pastika usai sidang paripurna di Gedung DPRD Bali Niti Mandala Denpasar, Selasa (21/5) siang. Pastika yang didampingi Sekda Bali Tjokorda Ngurah Pemayun, Karo Humas Dewa Gede Mahendra Putra dan pejabat Eselon II lainnya mengatakan di Bali keberadaan nelayan bukan hanya dari kalangan Hindu, namun juga dari non Hindu sehingga mengatur nelayan dengan konsep Tri Hita Karana dengan konsep Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan tidak sama. “Yang menyangkut Parhyangan gimana, Pawongan gimana dan Palemahannya gimana? Karena ini menyangkut keberadaan nelayana yang non Hindu juga,” ujar Pastika.
Pastika menyebut di desa kelahirannya Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, 90 persen nelayan adalah warga non Hindu. “Gimana mau membuat Pura Segara, bagaimana mau mengatur palemahannya. Beda dengan Subak dengan konsep Hindu. Bisa ditentukan palemahannya,” ujar mantan Kapolda Bali ini.
Lantas apakah Ranperda Bendega yang merupakan inisitif Dewan ini bisa dibatalkan? “Saya tidak mengatakan Ranperda ini harus dibatalkan atau bisa batal. Ya apapun itu harus ada kajian mendalam. Tidak bisa tergesa-gesa. Kita kaji perdalam, terutama yang menyangkut Palemahan itu. Karena itu tadi ada nelayan Hindu dan non Hindu. Yang tentu harus ada kajian. Tidak bisa disamakan,” tegas Pastika.
Sedangkan dalam sidang paripurna, Gubernur Pastika dalam pendapatnya sebagai eksekutif menegaskan Ranperda Bendega yang merupakan Inisiatif Dewan supaya dikaji lagi dengan dasar payung hukum yang ada, seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan dan Petambak Garam. Dalam Perda itu Provinsi Bali punya kewenangan mengatur nelayan, pembudidayaan garam dengan kebijakannya yang sudah diatur sedemikian rupa. “Sebaiknya substansi materi muatan yang diatur dalam Ranperda mengacu dengan UU 7 Tahun 2017, dengan tetap mengadopsi nilai-nilai luhur, budaya dan kearifan lokal di bidang perikanan,” ujar Pastika seraya meminta keberadaan kelompok nelayan (bendega) juga dihitung. “Palemahan dengan konsep Tri Hita Karana harus dikaji untuk pengaturannya, menyesuaikan dengan aturan-aturan yang ada di atasnya. Sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan perda,” tegasnya lagi.
Atas kondisi ini, Ketua Pansus Ranperda Bendega I Gusti Putu Budiarta ditemui usai sidang paripurna mengatakan, usulan Gubernur Pastika untuk dilakukan kajian terhadap keberadaan kelompok nelayan Hindu dan non Hindu akan menjadi bahan pembahasan DPRD Bali. “Ini bahan untuk Pansus Bendega. Kami terimakasih dengan masukan Pak Gubernur,” tegas politisi PDIP asal dapil Denpasar ini.
Budiarta mengatakan, pengaturan kelompok nelayan dengan Perda Bendega nanti ada kajiannya. “Perda yang kita buat ini untuk melestarikan kearifan lokal Bali. Ya ini yang untuk melindungi keberadaan kelompok nelayan yang memiliki Pura Segara, punya kawasan laut yang menjadi palemahan mereka selama ini. Kami ingin melindungi kelompok nelayan ini supaya mereka tidak terpinggirkan ketika ada pengembangan pariwisata, ada investor. Kita menghindari mereka tergusur. Kita mau mereka tetap eksis dengan budaya dan kearifan local,” tegas anggota Komisi IV DPRD Bali ini. *nat
Hal itu diungkapkan Gubernur Pastika usai sidang paripurna di Gedung DPRD Bali Niti Mandala Denpasar, Selasa (21/5) siang. Pastika yang didampingi Sekda Bali Tjokorda Ngurah Pemayun, Karo Humas Dewa Gede Mahendra Putra dan pejabat Eselon II lainnya mengatakan di Bali keberadaan nelayan bukan hanya dari kalangan Hindu, namun juga dari non Hindu sehingga mengatur nelayan dengan konsep Tri Hita Karana dengan konsep Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan tidak sama. “Yang menyangkut Parhyangan gimana, Pawongan gimana dan Palemahannya gimana? Karena ini menyangkut keberadaan nelayana yang non Hindu juga,” ujar Pastika.
Pastika menyebut di desa kelahirannya Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, 90 persen nelayan adalah warga non Hindu. “Gimana mau membuat Pura Segara, bagaimana mau mengatur palemahannya. Beda dengan Subak dengan konsep Hindu. Bisa ditentukan palemahannya,” ujar mantan Kapolda Bali ini.
Lantas apakah Ranperda Bendega yang merupakan inisitif Dewan ini bisa dibatalkan? “Saya tidak mengatakan Ranperda ini harus dibatalkan atau bisa batal. Ya apapun itu harus ada kajian mendalam. Tidak bisa tergesa-gesa. Kita kaji perdalam, terutama yang menyangkut Palemahan itu. Karena itu tadi ada nelayan Hindu dan non Hindu. Yang tentu harus ada kajian. Tidak bisa disamakan,” tegas Pastika.
Sedangkan dalam sidang paripurna, Gubernur Pastika dalam pendapatnya sebagai eksekutif menegaskan Ranperda Bendega yang merupakan Inisiatif Dewan supaya dikaji lagi dengan dasar payung hukum yang ada, seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan dan Petambak Garam. Dalam Perda itu Provinsi Bali punya kewenangan mengatur nelayan, pembudidayaan garam dengan kebijakannya yang sudah diatur sedemikian rupa. “Sebaiknya substansi materi muatan yang diatur dalam Ranperda mengacu dengan UU 7 Tahun 2017, dengan tetap mengadopsi nilai-nilai luhur, budaya dan kearifan lokal di bidang perikanan,” ujar Pastika seraya meminta keberadaan kelompok nelayan (bendega) juga dihitung. “Palemahan dengan konsep Tri Hita Karana harus dikaji untuk pengaturannya, menyesuaikan dengan aturan-aturan yang ada di atasnya. Sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan perda,” tegasnya lagi.
Atas kondisi ini, Ketua Pansus Ranperda Bendega I Gusti Putu Budiarta ditemui usai sidang paripurna mengatakan, usulan Gubernur Pastika untuk dilakukan kajian terhadap keberadaan kelompok nelayan Hindu dan non Hindu akan menjadi bahan pembahasan DPRD Bali. “Ini bahan untuk Pansus Bendega. Kami terimakasih dengan masukan Pak Gubernur,” tegas politisi PDIP asal dapil Denpasar ini.
Budiarta mengatakan, pengaturan kelompok nelayan dengan Perda Bendega nanti ada kajiannya. “Perda yang kita buat ini untuk melestarikan kearifan lokal Bali. Ya ini yang untuk melindungi keberadaan kelompok nelayan yang memiliki Pura Segara, punya kawasan laut yang menjadi palemahan mereka selama ini. Kami ingin melindungi kelompok nelayan ini supaya mereka tidak terpinggirkan ketika ada pengembangan pariwisata, ada investor. Kita menghindari mereka tergusur. Kita mau mereka tetap eksis dengan budaya dan kearifan local,” tegas anggota Komisi IV DPRD Bali ini. *nat
1
Komentar