Berusia 33 Tahun, Krama Blahtanah Gelar Piodalan Padudusan Agung
Patung Bayi 'Brahma Lelare' di Simpang Tiga Jalan Raya Sakah, Sukawati, Gianyar
Tak banyak kisah yang bisa diungkapkan Prajuru terkait dibangunnya Patung Bayi raksasa ini, termasuk tumbuhnya 3 pohon Pule yang mengelilingi patung.
GIANYAR, NusaBali
Patung Bayi 'Brahma Lelare' di Simpang Tiga Jalan Raya Sakah, Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukawati, Gianyar sangat disakralkan. Banyak pamedek yang melakukan persembahyangan, lebih khusus untuk memohon keturunan. Tidak saja dari umat Hindu di Gianyar, umat seantero Bali, bahkan se Indonesia hingga warga negara asing ada yang datang melakukan persembahyangan.
Selaku pangempon adalah 344 KK Krama Banjar Blahtanah, Desa Adat Ganggangan Cangi, Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukawati. Piodalan Brahma Lelare digelar setiap 210 hari sekali tepatnya pada Anggara Kliwon Medangsia, 10 hari setelah hari raya Kuningan. Untuk piodalan yang jatuh pada, Selasa (24/1) nanti, Krama Banjar Blahtanah mempersiapkan tingkatan upacara yang lebih besar.
"Akan digelar piodalan Padudusan Agung, dirangkai dengan Pecaruan Rsi Gana," jelas Kelian Adat Banjar Blahtanah I Made Suwirta didampingi Ketua Panitia I Wayan Rija dan Kelian Dusun I Wayan Eka Sentana, saat ditemui Senin (9/1).
Sehubungan dengan akan diselenggarakannya piodalan Pedudusan Agung Brahma Lelare, maka akan dilakukan penutupan arus lalu lintas di Jalan Raya Sakah, Sukawati, Gianyar pada Sabtu (21/1), Minggu (22/1) dan Selasa (24/1). "Kami sudah koordinasi dengan Polsek Sukawati. Bagi semeton yang akan melintas, harap mencari jalur alternatif lain," jelas Kadus Wayan Eka Sentana.
Piodalan Padudusan Agung ini digelar atas inisiatif krama setempat. Mengingat patung setinggi 6 meter ini diperkirakan telah berusia 33 tahun. "Tepatnya kami belum ketahui, dari cerita para tetua kami patung ini mulai dibangun sekitar tahun 1989," jelas Eka. Selama itu pula, krama setempat telah merasakan kedamaian dan ketentraman sehingga merasa patut untuk mempersembahkan upacara ini. "Selama ini kita yakini beliau sudah menganugerahi keselamatan untuk krama. Bahkan umat seluruh Bali banyak yang ke sini. Konon banyak yang merasa terpenuhi harapan-harapan mereka," ungkapnya.
Selain pamedek yang datang dengan doa tertentu, ada pula masyarakat umum yang mohon keselamatan karena hampir setiap hari melintas di Jalan Raya Sakah. "Itu kembali ke sugesti masing-masing orang," ujarnya. Untuk biaya upakara diupayakan dari swadaya krama setempat, donatur dan bantuan dari Pemkab Gianyar.
Namun, tak banyak kisah yang bisa diungkapkan oleh Prajuru terkait dibangunnya Patung Bayi raksasa ini. Termasuk tumbuhnya 3 pohon Pule yang mengelilingi patung, tak ada yang berani menerka. "Sepengetahuan kami, patung ini dibangun semasa Bupati Gianyar Cokorda Dherana. Mengenai sejarah tertulisnya, jujur kami sudah berusaha menggali namun sampai saat ini kami pun belum mendapat petunjuk sehingga kaitan dengan sejarah, ada banyak versi dan kami tidak ingin memberi informasi yang keliru," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Karya I Wayan Rija menyebutkan jika dudonan karya dimulai Redite Umanis Langkir, Minggu (15/1) dengan prosesi Nyukat Genah, dilanjutkan dengan Nanceb pada Soma Paing Langkir, Senin (16/1). Kemudian Negtegan pada Anggara Pon Langkir, Selasa (17/1) dan Nyangling pada Wrespati Kliwon Landep, Kamis (19/1). Lalu pada Saniscara Paing Langkir, Sabtu (21/1) akan berlangsung Mecaru Rsi Gana, dilanjutkan Mendak Pekuluh di Griya Pitamaha Mas pada Redite Pon Medangsia, Minggu (23/1).
"Pada Soma Wage Medangsia, Senin (23/1) akan berlangsung Ida Betara Medal lan Mepada Alit hingga Puncak karya berlangsung Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (24/1). Lalu akan Nyineb pada Sukra Pon Medangsia, Jumat (27/1)," jelasnya.
Sementara itu, dari berbagai sumber menyebutkan ide untuk membangun patung itu berawal dari niat mantan Bupati Gianyar Tjokorda Raka Dherana pada tahun 1989. Kala itu, Cokorda Dherana mengajak sejumlah praktisi sejarah untuk melaksanakan sangkep (rapat). Tujuan rapat itu adalah untuk membahas kehendak Bupati membuat patung di seluruh simpang tiga dan simpang empat yang ada di Kabupaten Gianyar.
Kuncinya, adanya imbauan untuk membuat patung yang bisa dijadikan kebanggaan, sekali lagi yang menjadi kebanggaan. Rapat pertama ternyata tidak menghasilkan keputusan. Kebanyakan dari peserta rapat kala itu mengajukan ide untuk membangun patung wayang. Maka patung yang akan dibuat itu tidak akan menjadi kebanggaan lagi bagi masyarakat Bali khususnya Gianyar.
Akhirnya, setelah dilaksanakan rapat kedua, diputuskanlah untuk membangun Patung Sang Hyang Brahma Lelare itu. Brahma Lelare adalah patung yang berwujud bayi. Wujud bayi dipilih karena sesuai filosofi bahwa bayi adalah simbol kelahiran manusia di dunia. Peletakan Batu Pertama tahun 1990 dikerjakan oleh Wayan Wijana Sangging Kadis PU Gianyar kala itu dan Gadja Suryadi Ubud sebagai pihak kontraktor. Replika patung Kayu dari Cendana duluan sudah dipahat oleh Ida Bagus Putra tersimpan di Geria Pita Maha Mas Ubud. Adalah I Ketut Sugata yang dipercaya mengerjakan patung tersebut dari Desa Keramas, Blahbatuh. *nvi
Selaku pangempon adalah 344 KK Krama Banjar Blahtanah, Desa Adat Ganggangan Cangi, Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukawati. Piodalan Brahma Lelare digelar setiap 210 hari sekali tepatnya pada Anggara Kliwon Medangsia, 10 hari setelah hari raya Kuningan. Untuk piodalan yang jatuh pada, Selasa (24/1) nanti, Krama Banjar Blahtanah mempersiapkan tingkatan upacara yang lebih besar.
"Akan digelar piodalan Padudusan Agung, dirangkai dengan Pecaruan Rsi Gana," jelas Kelian Adat Banjar Blahtanah I Made Suwirta didampingi Ketua Panitia I Wayan Rija dan Kelian Dusun I Wayan Eka Sentana, saat ditemui Senin (9/1).
Sehubungan dengan akan diselenggarakannya piodalan Pedudusan Agung Brahma Lelare, maka akan dilakukan penutupan arus lalu lintas di Jalan Raya Sakah, Sukawati, Gianyar pada Sabtu (21/1), Minggu (22/1) dan Selasa (24/1). "Kami sudah koordinasi dengan Polsek Sukawati. Bagi semeton yang akan melintas, harap mencari jalur alternatif lain," jelas Kadus Wayan Eka Sentana.
Piodalan Padudusan Agung ini digelar atas inisiatif krama setempat. Mengingat patung setinggi 6 meter ini diperkirakan telah berusia 33 tahun. "Tepatnya kami belum ketahui, dari cerita para tetua kami patung ini mulai dibangun sekitar tahun 1989," jelas Eka. Selama itu pula, krama setempat telah merasakan kedamaian dan ketentraman sehingga merasa patut untuk mempersembahkan upacara ini. "Selama ini kita yakini beliau sudah menganugerahi keselamatan untuk krama. Bahkan umat seluruh Bali banyak yang ke sini. Konon banyak yang merasa terpenuhi harapan-harapan mereka," ungkapnya.
Selain pamedek yang datang dengan doa tertentu, ada pula masyarakat umum yang mohon keselamatan karena hampir setiap hari melintas di Jalan Raya Sakah. "Itu kembali ke sugesti masing-masing orang," ujarnya. Untuk biaya upakara diupayakan dari swadaya krama setempat, donatur dan bantuan dari Pemkab Gianyar.
Namun, tak banyak kisah yang bisa diungkapkan oleh Prajuru terkait dibangunnya Patung Bayi raksasa ini. Termasuk tumbuhnya 3 pohon Pule yang mengelilingi patung, tak ada yang berani menerka. "Sepengetahuan kami, patung ini dibangun semasa Bupati Gianyar Cokorda Dherana. Mengenai sejarah tertulisnya, jujur kami sudah berusaha menggali namun sampai saat ini kami pun belum mendapat petunjuk sehingga kaitan dengan sejarah, ada banyak versi dan kami tidak ingin memberi informasi yang keliru," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Karya I Wayan Rija menyebutkan jika dudonan karya dimulai Redite Umanis Langkir, Minggu (15/1) dengan prosesi Nyukat Genah, dilanjutkan dengan Nanceb pada Soma Paing Langkir, Senin (16/1). Kemudian Negtegan pada Anggara Pon Langkir, Selasa (17/1) dan Nyangling pada Wrespati Kliwon Landep, Kamis (19/1). Lalu pada Saniscara Paing Langkir, Sabtu (21/1) akan berlangsung Mecaru Rsi Gana, dilanjutkan Mendak Pekuluh di Griya Pitamaha Mas pada Redite Pon Medangsia, Minggu (23/1).
"Pada Soma Wage Medangsia, Senin (23/1) akan berlangsung Ida Betara Medal lan Mepada Alit hingga Puncak karya berlangsung Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (24/1). Lalu akan Nyineb pada Sukra Pon Medangsia, Jumat (27/1)," jelasnya.
Sementara itu, dari berbagai sumber menyebutkan ide untuk membangun patung itu berawal dari niat mantan Bupati Gianyar Tjokorda Raka Dherana pada tahun 1989. Kala itu, Cokorda Dherana mengajak sejumlah praktisi sejarah untuk melaksanakan sangkep (rapat). Tujuan rapat itu adalah untuk membahas kehendak Bupati membuat patung di seluruh simpang tiga dan simpang empat yang ada di Kabupaten Gianyar.
Kuncinya, adanya imbauan untuk membuat patung yang bisa dijadikan kebanggaan, sekali lagi yang menjadi kebanggaan. Rapat pertama ternyata tidak menghasilkan keputusan. Kebanyakan dari peserta rapat kala itu mengajukan ide untuk membangun patung wayang. Maka patung yang akan dibuat itu tidak akan menjadi kebanggaan lagi bagi masyarakat Bali khususnya Gianyar.
Akhirnya, setelah dilaksanakan rapat kedua, diputuskanlah untuk membangun Patung Sang Hyang Brahma Lelare itu. Brahma Lelare adalah patung yang berwujud bayi. Wujud bayi dipilih karena sesuai filosofi bahwa bayi adalah simbol kelahiran manusia di dunia. Peletakan Batu Pertama tahun 1990 dikerjakan oleh Wayan Wijana Sangging Kadis PU Gianyar kala itu dan Gadja Suryadi Ubud sebagai pihak kontraktor. Replika patung Kayu dari Cendana duluan sudah dipahat oleh Ida Bagus Putra tersimpan di Geria Pita Maha Mas Ubud. Adalah I Ketut Sugata yang dipercaya mengerjakan patung tersebut dari Desa Keramas, Blahbatuh. *nvi
1
Komentar