Kebudayaan Bali Tidak Sedang Baik-baik Saja
Tidak hanya dalam bidang kesenian, bidang kebudayaan lainnya, seperti manuscript, tradisi lisan, ritus bahasa, permainan/olahraga tradisional, juga punya banyak tantangan yang masih harus diselesaikan.
DENPASAR, NusaBali
Kebudayaan Bali sebagai hulunya pembangunan Bali disebut dalam kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. Meskipun pihak luar banyak memberi apresiasi kebudayaan Bali, nyatanya di dalam masih banyak tantangan yang mesti diselesaikan.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali I Gede Arya Sugiartha ketika memberi sambutan pada perayaan HUT ke–37 Disbud Bali di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Selasa (10/1).
“Kita tidak boleh terlalu optimistis bahwa kebudayaan Bali baik-baik saja,” kata mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, ini.
Arya Sugiartha menambahkan kebudayaan Bali tidak dalam kondisi baik-baik saja sebab kebudayaan setempat tidak berjalan dalam relnya.
Walaupun telah sukses menggelar Pesta Kesenian Bali, Festival Seni Bali Jani, misalnya, tidak berarti kesenian Bali telah lepas dari masalah. Menurut Arya Sugiartha, saat ini bisa dihitung dengan jari jumlah orang Bali yang mau menonton kesenian (Bali) dengan membayar tiket. Berbeda halnya pada era tahun 1960-an sampai 1970-an, di mana orang Bali rela membeli tiket untuk menonton arja, drama gong hingga semalam suntuk.
“(Pada saat itu) kita dapat menggali dana dengan membayar kesenian,” tambah birokrat asal Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan.
Arya Sugiartha mengajak semua pihak mencermati hal tersebut. Jangan sampai generasi muda Bali meninggalkan kesenian tradisional dan lebih memilih kesenian dari luar.
Tidak hanya dalam bidang kesenian, bidang kebudayaan lainnya, seperti manuscript, tradisi lisan, ritus bahasa, permainan/olahraga tradisional, termasuk cagar budaya dan permuseuman juga punya banyak tantangan yang masih harus diselesaikan.
“Syukurnya Bali punya desa adat, punya ritual yang banyak, kalau saja tidak ada itu, sudah habis,” tandas Arya Sugiartha.
Dia juga menekankan kebudayaan Bali merupakan hulunya pembangunan Bali. Arya Sugiartha menyebut dengan membangun kebudayaan Bali, akan berdampak sistemik terhadap keberhasilan pembangunan pada bidang-bidang lainnya. Bali patut berbangga memiliki kebudayaan yang sangat unik dan telah mendapatkan pengakuan dari pihak luar. “No culture no future, tanpa kebudayaan tidak akan ada masa depan,” tambahnya.
Dikatakannya, Gubernur Bali Wayan Koster telah menerbitkan sejumlah regulasi untuk mendukung eksistensi kebudayaan Bali, salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali.
Sejalan dengan Perda tersebut, Arya Sugiartha mengingatkan sebelum dimajukan, maka kebudayaan Bali harus dikuatkan terlebih dahulu.
“Momentum hari jadi (Disbud) ini, mari kita berbenah, mari kita bergerak, mari kita bekerjasama, mari kita berjuang bahu membahu, agar apa yang dicita-citakan dapat tercapai,” tandas Arya Sugiartha.
Perayaan HUT ke–37 Dinas Kebudayaan Provinsi Bali diisi dengan berbagai acara hiburan yang dibawakan oleh para pegawai Disbud Bali, di antaranya peragaan busana, tari Joged Bumbung hingga bondres. *cr78
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali I Gede Arya Sugiartha ketika memberi sambutan pada perayaan HUT ke–37 Disbud Bali di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Selasa (10/1).
“Kita tidak boleh terlalu optimistis bahwa kebudayaan Bali baik-baik saja,” kata mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, ini.
Arya Sugiartha menambahkan kebudayaan Bali tidak dalam kondisi baik-baik saja sebab kebudayaan setempat tidak berjalan dalam relnya.
Walaupun telah sukses menggelar Pesta Kesenian Bali, Festival Seni Bali Jani, misalnya, tidak berarti kesenian Bali telah lepas dari masalah. Menurut Arya Sugiartha, saat ini bisa dihitung dengan jari jumlah orang Bali yang mau menonton kesenian (Bali) dengan membayar tiket. Berbeda halnya pada era tahun 1960-an sampai 1970-an, di mana orang Bali rela membeli tiket untuk menonton arja, drama gong hingga semalam suntuk.
“(Pada saat itu) kita dapat menggali dana dengan membayar kesenian,” tambah birokrat asal Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan.
Arya Sugiartha mengajak semua pihak mencermati hal tersebut. Jangan sampai generasi muda Bali meninggalkan kesenian tradisional dan lebih memilih kesenian dari luar.
Tidak hanya dalam bidang kesenian, bidang kebudayaan lainnya, seperti manuscript, tradisi lisan, ritus bahasa, permainan/olahraga tradisional, termasuk cagar budaya dan permuseuman juga punya banyak tantangan yang masih harus diselesaikan.
“Syukurnya Bali punya desa adat, punya ritual yang banyak, kalau saja tidak ada itu, sudah habis,” tandas Arya Sugiartha.
Dia juga menekankan kebudayaan Bali merupakan hulunya pembangunan Bali. Arya Sugiartha menyebut dengan membangun kebudayaan Bali, akan berdampak sistemik terhadap keberhasilan pembangunan pada bidang-bidang lainnya. Bali patut berbangga memiliki kebudayaan yang sangat unik dan telah mendapatkan pengakuan dari pihak luar. “No culture no future, tanpa kebudayaan tidak akan ada masa depan,” tambahnya.
Dikatakannya, Gubernur Bali Wayan Koster telah menerbitkan sejumlah regulasi untuk mendukung eksistensi kebudayaan Bali, salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali.
Sejalan dengan Perda tersebut, Arya Sugiartha mengingatkan sebelum dimajukan, maka kebudayaan Bali harus dikuatkan terlebih dahulu.
“Momentum hari jadi (Disbud) ini, mari kita berbenah, mari kita bergerak, mari kita bekerjasama, mari kita berjuang bahu membahu, agar apa yang dicita-citakan dapat tercapai,” tandas Arya Sugiartha.
Perayaan HUT ke–37 Dinas Kebudayaan Provinsi Bali diisi dengan berbagai acara hiburan yang dibawakan oleh para pegawai Disbud Bali, di antaranya peragaan busana, tari Joged Bumbung hingga bondres. *cr78
Komentar